Mohon tunggu...
Empuss Miaww
Empuss Miaww Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Free thinker

Biarkan sang Rembulan bercerita,,, ( http://empuss-miaww.blogspot.com/ )

Selanjutnya

Tutup

Puisi

antagonis cinta sebuah epilog

5 Maret 2011   19:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:02 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="" align="aligncenter" width="226" caption="google"][/caption]

15 november, tiada yang berbeda antara November saat ini ataupun November November sebelumnya, hujan tetap setia menemani November tahun ini. Membasahi tanah tandus dibumi, termasuk gundukan tanah merah yang belum sempat menghitam karena baru dikebumikan dua atau tiga hari sebelumnya.

Seorang pria duduk memandang kosong kearah hujan di jendela rumahnya, didepannya terdapat surat dengan setetes darah mongering, darah dari orang yang sangat dicintainya, “ seandainya diriku dapat hadir sebelum kepergianmu,,,” batinnya, “ seharusnya diriku tidak pernah pergi menjauh darimu,,,”.

Perlahan dibukanya surat yang seminggu belum pernah disentuhnya, mencoba menguatkan hatinya untuk membaca pesan pesan terakhir dari istrinya, nirmala.

Kepada suami yang senantiasa aku cintai.

Begitulah cinta dan rindu yang menguasai hati dan perasaan kita berdua,,,

Begiitu indah saat kita bisa menikmati setiap huruf demi huruf yang membentuk kata cinta, namun semua lenyap menjadi tak tersisa saat diriku dan dirimu telah terpisah oleh dimensi ruang dan waktu.

Dimensi materi ruang dan waktu yang memisahkan kita begitu jauh tidak terjangkau oleh panca indera yang kita miliki, saat mata tertutup dan terbuka, sosoknya tidak dapat terlihat. Saat lidah dapat berucap ataupun diam, dia tidak dapat berteriak merindu. Saat telinga dapat mendengar ataupun tuli, tiada suara dirimu terasa disana. Saat kulit merasa dan mati rasa, semua tiba tiba menjadi sisa sisa sentuhan yang tiada berbekas disini.

Suamiku, Jaka, mungkin hanya kenangan yang membuat diriku hidup dalam pikiranmu dan dirimu hadir dalam keadaan sadarku, segala kenangan tentang kisah cinta kita, pertengkaran – pertengkaran kita, semua hal tersebut hanyalah penguji kekuatan cinta kita.

Saat diriku menulis surat ini, aku merasa dirimu telah hadir disini, disampingku, darahku menetes sayang, saat diriku menulis surat ini, dan mataku menangis, agar segala kepedihan ini dapat berkurang.

Maafkan aku telah meninggalkan dirimu sendiri, di dunia ini, namun aku akan senantiasa menunggu dirimu, disana,,, dipintu surge, disana tidak ada lagi yang dapat memisahkan kita. Dimensijarak, ruang, waktu akan melebur menjadi satu, kebahagiaan diriku dan dirimu telah menjadi satu.

Salam manis dan penuh cinta dari istrimu yang senantisa telah banyak bersalah kepada dirimu,,,

Nirmala

“apakah cinta sebuah antagonis,,,? Tidak” batin jaka,

“dirimu akan senantiasa hidup dalam doa – doaku, kesedihan hanya akan lahir karena tidak dapat bersua dengan jasadmu, namun kecantikan dirimu akan senantiasa hidup dalam hatiku, rupanya Allah mencintai dirimu lebih dari segenap cintaku kepada dirimu,,,”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun