Mohon tunggu...
Dewi Yuliantika
Dewi Yuliantika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Interest with politics

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kontestasi Hegemoni Permendikbud 30/2021: Dikotomi antara Progresif Vs Konservatif

24 November 2021   12:17 Diperbarui: 24 November 2021   19:16 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tugas Kelompok: Alexandro A. (1810413070), Dewi Yuliantika (1810413065), Salsabila W. (1810413064), Laras Nanda (1810413063), M. Revan (1810413129)

Fenomena Iceberg Kekerasan Seksual di Ruang Lingkup Kampus

Sejatinya, ruang lingkup pendidikan wajib menciptakan ruang rasa aman bagi para civitas akademika. Belum lama ini, ruang publik dikejutkan dengan berita kekerasan seksual kampus yang dialami seorang mahasiswa yang dilakukan oleh seorang dosen di UNRI (Kompas, 2021). 

Kejadian ini terjadi tepat setelah Nadiem Makarim sebagai Kemendikbudristek mengesahkan Permendikbud No. 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Ruang Perguruan Tinggi (PPKS).

Tentunya, Permendikbud ini didukung oleh civitas akademika sekaligus masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang telah resah dengan kasus kekerasan seksual di ruang lingkup kampus. 

Esensi dari Permendikbud 30/2021 adalah untuk mengatur langkah pencegahan kekerasan seksual di ruang civitas akademika, mewujudkan tata kelola kampus yang tanggap dalam mengentaskan kekerasan seksual, dan tidak luput untuk meningkatkan kesadaran baik dari kalangan civitas akademika agar serius menanggapi kekerasan seksual (Kemendikbud, 2021).

Berdasarkan keterangan Kemendikbud Ristek, sebanyak 77 persen kekerasan seksual pernah terjadi diruang lingkup kampus dan 63 persennya tidak dilaporkan. Hal ini disebabkan tidak adanya mekanisme yang mengadvokasi kasus tersebut, sehingga kasus pun berujung hilang dan penyintas kebanyakan lebih memilih untuk membungkam diri. 

Ditengah langkah progresif kemendikbudristek untuk menjawab keresahan yang dialami oleh civitas akademika sekaligus masyarakat terdapat polemik berasal dari kolongan organisasi masyarakat (Ormas) berbasis agama yang menilai jika Permendikbud ini kental dengan nilai atau paham liberalisme dan sekularisme dengan asumsi melegalkan zinah karena terdapat pasal yang mengandung diksi "atas persetujuan korban" yang esensinya sebenarnya untuk mengutamakan persetujuan. 

Terjadi kontestasi hegemoni antara kelompok progresif vs konservatif dalam konteks negara, masyarakat sipil,, dan kelompok identitas yang akan kami kupas dalam artikel ini.

Elaborasi Hubungan Negara, Masyarakat Sipil, dan Kelompok Identitas dengan Pemikiran Foucault

Dengan permasalahan yang ada, menarik jika mencoba mengelaborasi dengan posisi kekuasaan yang dimainkan dengan sudut pandangan pemerintah yakni Kemendikbudristek, masyarakat sipil, dan pandangan dari kelompok-kelompok berbasis agama yang kontras dengan Permendikbud No. 30/2021 ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun