Mohon tunggu...
Dewi Yuliantika
Dewi Yuliantika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Interest with politics

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kontestasi Hegemoni Permendikbud 30/2021: Dikotomi antara Progresif Vs Konservatif

24 November 2021   12:17 Diperbarui: 24 November 2021   19:16 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam kasus ini negara berpihak kepada mahasiswa, karena tuntutan mahasiswa yang resah dengan kasus-kasus kekerasan seksual di lingkup kampus yang tidak pernah tuntas. Permendikbud 30/2020 menjadi solusi jangka panjang untuk seluruh kampus karena pihak kampus diharuskan menaati peraturan tersebut dan masyarakat sipil dapat melakukan aksi kolektif untuk tuntaskan kasus kekerasan seksual di kampus. 

Kemudian diperlukan Organisasi tingkat kampus yang mengadvokasi isu kekerasan seksual dan organisasi mengadvokasi kasus tersebut misalnya organisasi kampus UGM dengan Girl UP UGM dan inovasi pencegahan kekerasan seksual misal di UGM meluncurkan aplikasi "Wonder"  respons dalam melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan fitur dapat dipilih yakni penyelamatan, tempat perlindungan, dan dampingan mediasi dan hukum. 

Munculnya Permendikbud No. 30/2021 sebagai titik tonggak dalam menerbitkan aturan yang digunakan untuk mencegah dan melindungi seseorang dari segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual. Justru hal ini menimbulkan konflik perdebatan, sesuai dengan pernyataan Kridawati Sadhana (2011, p. 286), bahwa konflik merupakan hal yang normal atau wajar mengenai isu kebijakan.

Konflik mampu mendorong perubahan sosial, agar dapat menghilangkan perbedaan pendapat (antara pro dan kontra pada Permendikbud). Penyelesaian perdebatan mengenai Permendikbud 30/2021 dalam menangani kasus kekerasan seksual dapat dilakukan dengan cara FGD, Crisis Center, dan Kampanye atau Gerakan Edukasi. 

Dalam pandangan Hollander, FDG (Focus Group Discussion) berkaitan dengan interaksi antara kelompok atau individu yang mampu menghasilkan data/informasi. Hal ini FDG dapat memberikan ruang berpendapat antara pro dan kontra mengenai Permendikbud 30/2021 yang akan menghasilkan suatu kesepakatan bersama. 

Kemudian dibentuk sebuah organisasi yaitu Crisis Center sebagai ruang yang dapat menciptakan ruang lingkup masyarakat dan kampus yang aman dari berbagai bentuk kekerasan, khususnya kekerasan seksual. 

Peran Crisis Center ini sangat dibutuhkan dalam membantu pemulihan trauma psikologis dan biologis pada korban kekerasan seksual. Salah satunya Fisipol Crisis Center di Universitas Gadjah Mada, Women Crisis Center Jombang, dan sebagainya. Agar kekerasan di Indonesia tidak terjadi dan jika terdapat sebuah kasus dapat diselesaikan dengan baik.

Daftar Pustaka 

CNN Indonesia. (2021). Survei Nadiem: 77 Persen Dosen Akui Ada Kekerasan Seksual di Kampus. Cnnindonesia.com. Dikutip dari cnnindonesia.com pada 19 November 2021, pkl. 14.59.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. (2020). Launching Fisipol Crisis Center: Upaya Mewujudkan Ruang Aman Bebas Kekerasan Seksual. Diakses dari: fisipol.ugm.ac.id

Hollander, J. (2004). The Social Contexts of Focus Groups. Journal of Contemporary Ethnography Vol. 33 (5). Diakses dari journals.sagepub.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun