Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidak Semua Pendiri Republik adalah Pahlawan, Mengapa?

20 Maret 2021   23:13 Diperbarui: 21 Maret 2021   19:18 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
8 Anggota Panitia Sembilan. Sumber foto dari akun Twitter @tukangpulas

Pendiri Republik ini memang beragam. Namun, baru sebagian di antara mereka yang digelari pahlawan nasional.

Ini memang fakta, kan? Pahlawan-pahlawan dari kalangan BPUPKI-PPKI, tokoh Proklamasi dan Sumpah Pemuda ini, sebagian ada yang diangkat langsung oleh Presiden Soekarno, rezim Soeharto, dan sisanya berasal dari usulan masyarakat.

Oh ya, coba kalian ingat lagi, kapan anggota BPUPKI terakhir kali mendapat gelar kepahlawanan? Tahun 2019. Saat itu, KH Abdul Kahar Muzakkir, Mr AA Maramis, dan KH Masykur disematkan gelar kehormatan tersebut. Kalau PPKI sendiri, setahun sebelumnya.

Sejak pengumuman itu, KH Ahmad Sanusi tersingkir dari pencalonan pahlawan. Bisa jadi begitu. 

Padahal, sempat akan diberikan gelar hampir sepuluh tahun lalu, eh malah tokoh PDRI itu yang lebih dulu. Makanya tertunda, tertunda lagi, dan akhirnya tidak jadi, sampai saat ini dokumen pengusulan masih mengendap di Kemensos dan kiyai ajengan pendiri PUI itu masih diperjuangkan.

Hmmm, sekelas ulama dan anggota BPUPKI yang satu ini harus melewati jalan berliku dan tak pernah mencapai tujuannya. Padahal, jasanya gak main-main buat bangsa ini, malah bisa mempengaruhi pendirian negara lewat penyelamatan sidang BPUPKI yang sempat menemui jalan buntu. 

Lalu, bagaimana dengan Ibu Tien, istri penguasa Orde Baru yang langsung diangkat pahlawan beberapa bulan setelah kematiannya.

Nah, lho! 

Setelah baca tweet dari cucu proklamator, menurutnya catatan perjuangan dan sumbangsihnya sih masih belum apa-apanya dibanding pejuang lain yang telah rela membunuh seluruh waktunya demi negeri yang dicintai. Bahkan, ada yang bilang dengan nada bertanya-tanya: "Atas jasa apa? Mendampingi Presiden?"

Apalagi sebelumnya rame berita tentang putri proklamator yang satunya lagi, diusulkan sebagai pahlawan nasional, padahal yang bersangkutan masih hidup. Kan nggak etis rasanya.

Bukanlah seseorang itu disebut pahlawan, kecuali setelah dirinya tak bernyawa. Tinggal nilai-nilai warisan darinya yang akan dikenang

Karena itu, diriku lebih rela kalau gelar pahlawan untuk pendiri negara dan bangsa dari peristiwa paling penting, yang belum dianugerahkan gelar kepahlawanan. Baik anggota BPUPKI-PPKI (termasuk Panitia Sembilan), tokoh proklamasi kemerdekaan, dan tokoh Sumpah Pemuda. 

Bukan berarti yang lain tidak penting, ya. Cuma, kalau tak ada keberadaan mereka, dunia tidak mungkin mengenal NKRI sebagaimana yang mereka tahu. Enggak bakal kecatat sebagai negara yang bisa eksis se-jagat raya! 

Malah, boleh jadi Nusantara masih berupa kerajaan-kerajaan yang berkuasa di wilayahnya sendiri-sendiri, ya kayak zaman dulu lah.

Namun, kalau harus menunggu usulan masyarakat seperti yang dilakukan selama ini, apa bisa diandalkan? Iya kalau mereka ingat. Kalau menurutku sih, kelamaan!

Toh, Pemerintah sebenarnya masih ada utang, begitu kata penulis buku Osa Kurniawan Ilham. Bukan uang sih, tapi kok tokoh-tokoh yang mendirikan Republik ini belum dianugerahkan juga? Sampai kapan, nunggu berpuluh-puluh tahun lagi?

Ingat, Ajengan ini tak sendirian lho. Masih banyak tokoh pendiri negara yang belum diresmikan sebagai pahlawan.

Saat Jawa Timur lagi ramai-ramainya mengusulkan Kiyai Kholil Bangkalan, guru dari pahlawan-pahlawan kiyai NU, mengapa Abikoesno, sang adik guru bangsa Tjokroaminoto, malah dilupakan? 

Padahal beliau satu-satunya anggota Panitia Sembilan yang belum disematkan gelar. Untuk delapan gubernur pertama sendiri tinggal Johannes Latuharhary (Maluku) dan Sutardjo Kertohadikusumo (Jawa Barat). Yang lainnya sudah jadi pahlawan semua.

Lalu, ada yang lebih parah dari kiyai Sanusi, yakni Soegondo Djojopoespito. Iya, yang melahirkan "Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa" itu kan, sebagai ketua Kongres Pemuda II? Lebih dari empat dekade lamanya beliau diusulkan, sampai saat ini belum ada tanda-tanda membuahkan hasil.

Maka, tak ada jalan lain, selain UU tentang Gelar, Jasa, dan Tanda Kehormatan yang diterbitkan tahun 2009 itu direvisi. Kasih kausul dan jalur khusus deh buat mereka-mereka yang terlibat pada peristiwa maha penting ini. Dan, angkat mereka melalui jalur itu.

Jujur aja ya, diriku tak habis pikir tentang para pendiri republik Indonesia ini. Mereka-mereka ini udah meninggal semua, kan? 

Kalau iya, Pemerintah harus inisiatif, kreatif atau jemput bola kek, untuk mengangkat tokoh-tokoh pendiri bangsa ini termasuk BPUPKI-PPKI, sebagai bentuk menghargai dan tanda terima kasih atas pengorbanan yang mereka berikan. Persatuan Umat Islam (PUI) dan AM Fatwa waktu masih hidup sudah mengusulkan dan mendorong hal itu.

Walaupun PUI sendiri bilang semua anggota BPUPKI layak diberikan pahlawan, menurutku sih, tergantung kebijakan dari Pemerintah nantinya soal pengangkatan pendiri republik ini secara khusus. 

Dan,  lagi-lagi. Kenapa sih tidak semua para tokoh pendirinya dianugerahkan gelar pahlawan oleh negara?

Pertama, pindah kewarganegaraan. Udah pasti kok. Yang berhak mendapatkan gelar pahlawan adalah WNI, bukan WNA atau tanpa kewarganegaraaan. Makanya AM Fatwa bilang, yang telah pindah kewarganegaraan, tidak perlu diangkat jadi pahawan, yakan? 

Jadi, anggota pendiri republik yang akhir hayatnya jadi WNA seperti Yap Tjwan Bing, dikecualikan dari hal ini.

Kedua, karena memang minim informasi. Memang banyak anggota BPUPKI dan PPKI yang minim informasi tentang siapa mereka dan kiprahnya semasa hidup. Malah, ada anggota yang belum ada informasi sama sekali. 

Kalau melihat di Wikipedia, di bagian bawah ada kotak yang berisi "Anggota BPUPKI", dan kalau dibentangkan, ada banyak anggota-anggota yang berarna merah, alias halaman belum tersedia. Artinya, memang data-data tentang mereka belum ada, kan?

Panitia kecil perumus UUD. Yang berwarna merah itu, belum atau minim data tentangnya. Screenshot dari Wikipedia. 
Panitia kecil perumus UUD. Yang berwarna merah itu, belum atau minim data tentangnya. Screenshot dari Wikipedia. 

Ketiga, memang kiprah mereka yang tidak jelas. Menjadi "alumni" BPUPKI dan PPKI menurutku belum cukup jika tidak didukung dengan sumbangsih terbaik bagi tanah airnya, baik sebelum atau selepas kemerdekaan.

Sebagai contohnya, Samsi Sastrawidagda, salah satu anggota BPUPKI dan menteri keuangan pertama. Sayangnya, kalau dibandingkan dengan AA Maramis yang menggantikan dirinya, memang belum apa-apanya. Lha masa jabatannya singkat banget.

Ya itu sih balik lagi. Apa karena informasi yang kurang seperti yang kusebutkan tadi, atau sudah digali sekuat tenaga tapi tidak ada hal-hal yang membuat seseorang dipertimbangkan untuk menjadi pahlawan. 

Nah, kalau begitu, jadi bagaimana?

Kalau memang semua anggota pendiri bangsa ini (kecuali yang telah WNA) diangkat menjadi pahlawan seperti harapan PUI dan AM Fatwa, aku sangat senang. 

Tapi, kalau kebijakan berkehendak lain, ya apa boleh buat. 

Lha pahlawan lho udah banyak banget, hampir dua ratusan! Diseleksi memang wajar dong. 

Iya, maksudnya tetap melihat kiprahnya selama hidup.

Selama punya kontribusi yang besar, mengapa ada yang enggan mengangkat seorang pejuang yang diajukan menjadi pahlawan hanya karena masalah kecil seperti menyerah pada musuh, dipenjara, atau hal kecil lainnya? Kan lucu sekali. 

Kalau Kasman Singodimedjo, anggota PPKI yang ada masalah politik sampai dipenjara bisa jadi pahlawan karena jasanya mempersatukan bangsa, yang lainnya, mengapa tidak? 

Asalkan dalam catatan hidupnya bersih dari pelanggaran kelas berat dan tak bisa ditoleransi, sah-sah saja diangkat jadi pahlawan. 

Apa pun itu, aku berharap ke depannya para pendiri bangsa (walau tak semua) yang telah memeras keringat beserta jiwa raganya, bisa diberi penghargaan yang semestinya, dalam rangka melawan lupa yang kadang singgah di pikiran yang berlindung dalam kepala anak bangsa. 

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun