Terlebih lagi dalam jurnalis atau opini investigatif, pertemuan dan pembicaraan dengan orang lain adalah harga mati, karena pada merekalah kunci informasi dipegang dan memberikannya pada narasumber yang diwawancarainya.
Tak cuma sekali, malah bisa berkali-kali demi mendapatkan pernyataan yang valid. Merepotkan sih, dibanding copy-paste dari sumber lain yang sudah jelas enak banget. Haha. Tapi, itulah seninya menjadi pewarta, kroscek dari orang ke orang lainnya demi suatu kebenaran.
Lalu, apalagi? Bisa juga dalam karya fiksi dan nonfiksi, wawancara itu bisa menggali apa yang diketahui orang lain, dan jadi bagian dari riset.
Bayangkan saja, kalau riset tanpa obrolan? Waaah, mustahil punya karya yang berbobot. Apalagi yang di ranah akademik. Tulisan-tulisan ilmiah rasanya hampa dan tak ada nilainya!
Jadi, masihkah kalian menyangkal bahwa menulis itu pekerjaan yang tak bergantung sama orang lain? Coba kalian pikir lagi.
Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!