Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pandemi Covid-19, Kesempatan Besar untuk Merawat Ibu Pertiwi

22 April 2020   08:46 Diperbarui: 22 April 2020   14:47 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto udara suasana gedung bertingkat di kawasan Jalan Jendral Sudirman. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta via Kumparan

22 April ini, adalah hari yang paling terindah. Bukan (hanya) buat diriku ya, tapi, Bumi kita yang peringatannya telah mencapai setengah abad!

Ya, bagaimana tidak, pandemi virus korona (SARS-CoV-2) bagi kita, anak bangsa adalah hadiah terburuk nan tak terduga, tapi bagi Ibu Pertiwi, inilah kesempatan emas dan paling besar. Untuk apa? Ya buat beristirahat dan merawat dirinya!

Misalnya, gak usah jauh-jauh deh! Di Ibu Kota Jakarta, semenjak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar dan kebijakan bekerja dari rumah, warna langit yang semula kelabu berubah jadi biru. Sangat cerah!

Di seluruh dunia juga begitu. Semenjak diberlakukan lockdown yang telah dijalani oleh 3,9 miliar manusia akibat pandemi COVID-19, kota-kota besar di Eropa dan juga Tiongkok, mengalami penurunan emisi akibat berkurangnya kendaraan bermotor dan kegiatan industri. Intinya, kalau pergerakan kendaraan dibatasi, ya lingkungan kita semakin indah, bukan?

Oh ya, ada lagi. Gara-gara karantina wilayah juga, sungai-sungai di kota Venesia, Italia, berubah menjadi jernih seperti semula. Terus, di India, Gunung Himalaya telah kembali untuk ditatap oleh manusia dari kejauhan setelah berlalu hampir tiga dekade.

Lalu, di Afrika Selatan, tepatnya di taman nasional. Satwa-satwa langka nan liar malah diliputi kegirangan. Sampai-sampai, tidur di jalanan. Benar-benar bagaikan surga!

Satwa-satwa ini enak-enaknya tidur di jalan. Sumber gambar: akun Twitter Kruger National Park via Dream.co.id
Satwa-satwa ini enak-enaknya tidur di jalan. Sumber gambar: akun Twitter Kruger National Park via Dream.co.id

Tapi, tunggu dulu. Mengapa saya menyebutnya 'Ibu Pertiwi' ya?

Memang sih, 'ibu pertiwi' merujuk pada tanah air tempat kita dilahirkan. Padahal, ada juga makna lainnya yang termaktub di KBBI; bumi. Jadi, Bumi tempat kita berdiam, juga disebut Ibu Pertiwi.

Kalau kalian telisik kembali ya, istilah 'pertiwi' diambil dari dewi penguasa bumi dalam kepercayaan Hindu, yang pengaruhnya telah sampai ke Nusantara pada zaman lampau. Tepatnya, pas era sejarah dimulai dengan munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha, bukan?  

Begitu pula di Eropa sana, di mana dikenal dengan Gaia dalam kepercayaan Yunani kuno dan Terra/Tellus di Romawi. Artinya sama: dewi perwujudan dari bumi.

Maka, wajar dong ya, kalau orang Barat meyakini bahwa bumi atau alam diibaratkan sebagai ibu (mother nature/mother earth), sampai-sampai banyak disebutkan di media berbahasa Inggris, kala saya melihatnya di mesin pencari.

Kalau kita sendiri? Ya, sama juga. Kalian ingat, orang-orang yang hidup di kepulauan Nusantara pada zaman prasejarah, mereka meyakini  bahwa alam atau bumi mengibaratkan dengan ibu yang memberi dan menopang kehidupan dengan begitu baiknya. Sampai-sampai, ada yang mengatakan begini: "Ibu Bumi Bapa Angkasa", iya kan?

Gegara kepercayaan itu, lahirlah kearifan lokal, bahkan dianjurkan bahwa setiap orang yang hidup di bumi Nusantara pada masa silam harus menghormati Ibu Bumi. Malah, sampai diadakan upacara tradisional segala untuk memuliakannya!

Tapi, lama-kelamaan, berjalannya zaman yang berubah dari waktu ke waktu, kearifan lokal perlahan-lahan menjadi hal yang dibenci. Bahkan sebaliknya, modernitas menjadi sesuatu yang diagung-agungkan.

Padahal, bukankah anak bangsa diwajibkan untuk merawat Ibu Pertiwi? Nggak cuma kita, seluruh dunia juga begitu. Bukankah masing-masing bangsa punya tanah airnya sendiri?

Jadi, yang kita butuhkan bukan sekadar "Ayolah, bersatu, jangan bikin rusuh yang memecah belah bangsa!". Itu sih belum cukup kan yaaa!

Karena, hakikatnya, tanah air kita adalah bumi itu sendiri, bahkan bagian dari Bumi. Harusnya, lingkungan hidup dong yang dikedepankan!

Caranya? Kembali ke kearifan lokal!

Lha, bukankah itu sudah kuno, ya?

Ya, itu masalah mindset,sih. Masalahnya, mau dianggap negara maju, perekonomiannya kuat, harus dibangun dengan mewah dan semodern mungkin, malah industri diperbanyak. Ya itu tadi, demi membanggakan tanah airnya!

Kota Milan, Italia di tengah aturan lockdown. Sumber gambar: REUTERS via indozone.id
Kota Milan, Italia di tengah aturan lockdown. Sumber gambar: REUTERS via indozone.id

Namun, kaidah-kaidah yang mengutamakan pembangunan keberlanjutan bagi lingkungan, ya malah dilupakan deh!

Akibatnya, ya benar, pembangunan itu berbanding lurus dengan kerusakan lingkungan! Belum lagi status satwa-satwa liar yang berubah jadi "tunawisma" gara-gara hutan dibabat habis untuk penanaman kelapa sawit. Kapitalisme diunggulkan, lingkungan dikorbankan. Sungguh egois!

Akhirnya, kehadiran penyakit COVID-19 yang tak terbayangkan akan mendunia ini, sungguh menampar diri kita sekeras-kerasnya, dan membuat anak negeri yang berdiam di seluruh permukaan bumi ini, merenung. Apakah yang dilakukan selama ini dengan ketidakramahan pada lingkungan, telah menyakiti Ibu Pertiwi?

Hmmm, yang jelas, kalian harus sadar diri dong! Bumi 'kan punya perasaan juga seperti kita! Apalagi di masa karantina atau istilah semacamnya lah, yang menuntut kalian berdiam di rumah.

Itu beri peluang untuk introspeksi diri, biar bisa ambil pelajaran untuk kehidupan selanjutnya, setelah keluar dari pandemi yang "terpenjara" ini, menjadi manusia yang sadar lingkungan, dengan berbagai cara!

Misal, buang sampah pada tempatnya (bukan ke sungai atau laut), matikan peralatan listrik juga tidak diperlukan, penanaman kembali pepohonan di lahan-lahan gundul, dan sebagainya.

Selain itu apa lagi ya? Hmmm, ternyata, kita sadar kalau memang kalah arif dengan zaman dahulu dalam memandang lingkungannya!

Maka dari itu, pelajari kearifan lokal tentang lingkungan hidup dan menghormati alam, sekali lagi. Apalagi, negara kita ini, begitu banyak kearifan lokal yang tersebar di seluruh Nusantara.

Selain turut andil dalam melestarikan lingkungan hidup sekaligus kekayaan bangsa yang satu ini, itu juga termasuk dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Sudah pasti 'kan, jadi anak bangsa yang membanggakan negerinya?

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

Sumber referensi: satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun