Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Korupsi dan Integritas yang Tidak Abadi

20 September 2019   20:58 Diperbarui: 21 September 2019   12:50 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: www.fbi.gov

Naaaahhh..... mengenai hal itu, kebetulan sekali hari ini saya mendapatkan pencerahan dari mendengar siaran radio Smart Happiness-nya Pak Arvan, bahwa yang membedakan seseorang yang tetap istiqomah dalam integritas dengan yang tidak, adalah KESEMPATAN. 

Semua perilaku kita akan diuji oleh sang waktu, apakah kita tetap kukuh dalam prinsip jujurnya, atau malah mudah goyah dan tergoda oleh kenikmatan dunia?

Apalagi kalau dilakukan oleh politikus, menteri, maupun pejabat negara dan daerah sekalipun. Waaah, berat banget! Godaannya pasti lebih besar lagi kalau mereka berhadapan dengan uang yang bukan miliknya alias uang negara dari pajak rakyat. 

Peluang untuk memperkaya pribadi, kemungkinan bisa terjadi kalau tidak membentengi dengan kesadaran diri.

Karena itu, supaya tunas bangsa tumbuh sehat dan bebas dari penyakit korupsi, kiranya perlu untuk membedakan, mana milik sendiri, mana yang bukan.

Dari hal kecil saja! Misalnya, kalian diberi uang dari orangtua untuk belanja sayur, ya gunakan untuk belanja sayur aja, jangan beli yang lain!

Bahkan, saat belanja tadi sore pun saya mengantongi uang nenek untuk beli koyo cabe di saku rok sedangkan uangku di dompet. Itu juga melatih kalian (dan diriku) untuk amanah dan bijak dalam menggunakan uangnya, iyaa 'kan?

Oh ya, saya pernah baca tentang kisah Bung Hatta, (pasangan) proklamator kita. Beliau amat tegas memisahkan, mana milik negara, mana milik pribadi. 

Beliau juga memilih hidup sederhana sampai-sampai pernah kesulitan membayar tunggakan listrik, bahkan sampai urusan amplop pun beliau melarang putrinya menggunakan kertas dari Konsulat Jenderal RI di Sydney untuk surat pribadinya!

Apalagi, sewaktu Bung Hatta menjabat sebagai Wakil Presiden, Bung Karno menawarkan fasilitas negara untuk menunaikan haji, tapi beliau menolaknya dan memilih berhaji dengan uang pribadinya dan sebagai rakyat biasa.

Nah, melihat hal itu, bisa nggak ya, pejabat dan politikus menirunya; bisa peka dan bisa membedakan terhadap barang milik negara dan milik pribadi saat masuk di "dunianya" nanti?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun