Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Korupsi dan Integritas yang Tidak Abadi

20 September 2019   20:58 Diperbarui: 21 September 2019   12:50 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: www.fbi.gov

Yahhh.... 

Seorang Imam Nahrawi, (mantan) Menpora yang dulu kubanggakan ini, telah membawa harum seantero negeri, mengibarkan bendera Merah Putih di tiang tertinggi, membanggakan tanah tumpah darah kita di ajang bergengsi, sayangnya akhirnya terjerat korupsi....

Prihatin? Iya. Tapi, harus kuakui, Pak Imam Nahrawi merupakan Menpora yang kinerjanya menurutku, sangat baik. 

Beliau ini yang memperjuangkan agar olahraga bisa berjaya kembali, apalagi waktu itu negara kita ini sedang hangat-hangatnya jadi tuan rumah Asian Games dan Asian Para Games 2018.

Terus, beliau juga peduli dengan olahraga disabilitas yang dulu seperti anak tiri. Bonus untuk medali multievent atlet normal dan difabel, disamakan, 

Bahkan pasca perhelatan Kejuaraan Dunia Bulutangkis & Para-Bulutangkis di Basel Agustus lalu, untuk atlet-atlet badminton dan para-badminton yang kembali ke Tanah Air, sama-sama diberi penghargaan dan bonus uang tunai!

Tapi, waktu pak Imam dipanggil dan diperiksa KPK, beliau mengakui saat itu sedang berada di Arab Saudi untuk menghadiri agenda olahraga paralayang, ya sekalian manfaatkan uang suap yang dia dapatkan untuk umroh. 

Sungguh, apa yang beliau lakukan, membuatku kecewa! Bagaimana bisa, amanah yang dipercayakan kepadanya untuk mengangkat kejayaan Indonesia di mata dunia lewat olahraga, dikhianati begitu saja?

***

Hmmm, di era yang sangat canggih ini, justru integritas dewasa ini bagaikan permata yang paling berharga. Sulit sekali dicari. Ya, selama ini integritas identik dengan kejujuran. Tapi, ternyata, hal itu tidaklah cukup!

Karena, integritas ini perlu dibuktikan dengan "praktik" di keseharian, bukan?

Naaaahhh..... mengenai hal itu, kebetulan sekali hari ini saya mendapatkan pencerahan dari mendengar siaran radio Smart Happiness-nya Pak Arvan, bahwa yang membedakan seseorang yang tetap istiqomah dalam integritas dengan yang tidak, adalah KESEMPATAN. 

Semua perilaku kita akan diuji oleh sang waktu, apakah kita tetap kukuh dalam prinsip jujurnya, atau malah mudah goyah dan tergoda oleh kenikmatan dunia?

Apalagi kalau dilakukan oleh politikus, menteri, maupun pejabat negara dan daerah sekalipun. Waaah, berat banget! Godaannya pasti lebih besar lagi kalau mereka berhadapan dengan uang yang bukan miliknya alias uang negara dari pajak rakyat. 

Peluang untuk memperkaya pribadi, kemungkinan bisa terjadi kalau tidak membentengi dengan kesadaran diri.

Karena itu, supaya tunas bangsa tumbuh sehat dan bebas dari penyakit korupsi, kiranya perlu untuk membedakan, mana milik sendiri, mana yang bukan.

Dari hal kecil saja! Misalnya, kalian diberi uang dari orangtua untuk belanja sayur, ya gunakan untuk belanja sayur aja, jangan beli yang lain!

Bahkan, saat belanja tadi sore pun saya mengantongi uang nenek untuk beli koyo cabe di saku rok sedangkan uangku di dompet. Itu juga melatih kalian (dan diriku) untuk amanah dan bijak dalam menggunakan uangnya, iyaa 'kan?

Oh ya, saya pernah baca tentang kisah Bung Hatta, (pasangan) proklamator kita. Beliau amat tegas memisahkan, mana milik negara, mana milik pribadi. 

Beliau juga memilih hidup sederhana sampai-sampai pernah kesulitan membayar tunggakan listrik, bahkan sampai urusan amplop pun beliau melarang putrinya menggunakan kertas dari Konsulat Jenderal RI di Sydney untuk surat pribadinya!

Apalagi, sewaktu Bung Hatta menjabat sebagai Wakil Presiden, Bung Karno menawarkan fasilitas negara untuk menunaikan haji, tapi beliau menolaknya dan memilih berhaji dengan uang pribadinya dan sebagai rakyat biasa.

Nah, melihat hal itu, bisa nggak ya, pejabat dan politikus menirunya; bisa peka dan bisa membedakan terhadap barang milik negara dan milik pribadi saat masuk di "dunianya" nanti?

Ya, kembali lagi, dengan kesadaran diri sendiri!

Kenapa? Seperti yang saya jelaskan di awal, kita ini dihadapkan oleh berbagai godaan. Karena kita terpijak di muka bumi, godaan duniawi pasti lebih banyak dan diri kita berpeluang untuk "tertarik ke dalamnya". 

Ditambah lagi, kita adalah makhluk yang tak ada puasnya! Kalau gak dikendalikan, ya jadi deh, suratan takdir buruk bisa menimpa kita!

Karena itulah, kita semuanya, termasuk para politikus dan pejabat, sebaiknya untuk tetap sadar diri, kalau bisa setiap saat. Apalagi di pemerintahan dan urusan negara yang setiap kegiatan dan proyeknya, tentunya melibatkan uang pajak rakyat yang jumlahnya, fantastis gilaaa! 

Kalau bisa tersadar saat menghadapi kegiatan yang berbau suap, bagus! Jika bisa menjaga kesadaran diri bahwa korupsi itu hal yang buruk sebelum rasuah menjadi kenyataan, itu lebih baik! Jangan sampai kita baru tahu setelah kasus korupsi menimpa dirinya. Itu penyesalan namanya!

Dan, hal itu bisa dilakukan di bidang apa pun, tak terbatas dalam lingkungan pemerintahan. Dan itu harus dilatih, berulang-ulang, ditumbuhkan karakter dari kanak-kanak sampai dewasa, dari usia sekolah sampai di dunia kerja. Jangan sampai terputus!

Lha kok begitu?

Karena integritas adalah hal yang tidak abadi; kapan pun dia bisa pergi dalam diri ini. Terlebih lagi kalau sudah dihadapkan dengan harta yang begitu menggoda padahal itu bukan hak miliknya. Ketika integritas dalam jiwa sudah menghilang, ya sudah, akhirnya terjebak dalam godaan itu!

Dan, kita tak mau 'kan, kejadian kayak gini yang memalukan seisi negeri, terjadi lagi?

*Yaah, sekalian mengingatkan diriku sendiri juga, biar jadi kaca benggala yang menuntunku di dunia!

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

Referensi: satu, dua, tiga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun