Mohon tunggu...
dewi mayaratih
dewi mayaratih Mohon Tunggu... Konsultan - konsultan

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berantas Intoleransi Sampai Akar

15 November 2019   18:40 Diperbarui: 15 November 2019   18:42 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu dalam sebuah wawancara media dengan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohammad, dia mengatakan bahwa memang tidak mudah untuk mengelola negara besar seperti Indonesia. 

Negara yang jauh lebih kompleks dibanding Malaysia, baik dari segi keragaman etnis, keyakinan, bahasa dan budaya. Sedangkan Malaysia cenderung masyarakatnya berasal dari suku Melayu dan beberapa di Kalimantan, dan tidak sekompleks Indonesia.

Sebenarnya baik, Indonesia, Malaysia dan Singapura punya hal yang sama soal keragaman. Tiga ngara ini dalam beberapa hal tidak bisa menerima semua hal dari luar karena mengacu pada keragaman masyarakat mereka. Singapura misalnya. Banyak etnis Cina di sana, namun Melayu dan Tamil juga banyak.  

Secara geografis tiga negara ini berada di persilangan tempat kapal dagang datang dan bersandar. Di masa lalu (dan masa kini) kapal-kapal dan para pendatang itu berinteraksi dengan penduduk lokal yang ramah sehingga trjadi asimilasi setelah mereka kawin mawin dengan penduduk lokal. Karena itu kita melihat bahwa di Malaysia, Indonesia dan Singapura, cukup banyak pendatang dari Cina, India dan Arab karena mereka melakukan perjalanan jauh untuk ke daerah baru pada masa itu.

Begitu juga beberapa masyararakat Eropa menyanjung Indonesia karena keragaman etnisnya dan bisa berdampingan dengan baik. Konflik-konflik pada masa itu tidak terjadi secara frontal, dan tokoh masyarakat masih sering memberikan pengajaran soal berbangsa-dan bertanah air dengan berbagai prolema keragaman itu. Anak muda menghargai rekannya yang berbeda keyakinan maupun etnis.

Seiring berjalannya waktu kita melihat benih-benih intoleransi hinggap di Indonesia dan dengan cepat menjalar ke beberapa dahan penting bangsa kita. Menyelusup di sektor pendidikan, sektor birokrasi dan lain sebagainya.  

Intoleransi juga hinggap tidak saja pada orang-orang yang secara finansial dan penddidikannya bagus, tetapi juga menyelusup pada masyarakat jelata yang punya pendidikan terbatas dan finansial yang pas-pasan.

Bahkan dengan mudah kita menemukan para bocah memperlihatkan perilaku intoleran terhadap agama lain, saat Pilkada Jakarta berlangsung. Ini tidak bisa terelakkan karena saat itu semua media dan semua pertemuan di rumah ibadah sering ditujukan untuk mendiskreditkan salah satu pihak yang beragama lain. Kondisi itu membuat banyak pihak terpengaruh sampai para bocahpun bisa berujar kebencian dan bersikap intoleran.

Semua perkembangan ini terntu saja tidak menuju ke hal yang baik. Negara yang penuh dengan keberagaman dan dikagumi masyarakat internasional kini telah berubah bahkan mengalami kemunduran. Kita harus berkutat dengan intoleransi yang membelit bangsa ini.

Presiden RI, Joko Widodo kerap berkata bahwa tidak menginginkan intoleransi berkembang pada negara kita dan kita harus menumpasnya sampai akar. Ini semacam pemacu kita untuk tidak mentolelir intoleransi dan radikalisme berkembang di negara kita. Intoleransi dan radikalisme hanya membuat bangsa kita mundur dan tidak membanggakan lagi.

Mari bersama-sama memberantas intoleransi dan radikalisme sampai akar-akarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun