Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat untuk Ayah

17 April 2021   17:50 Diperbarui: 17 April 2021   19:36 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di tengah ruang kelas, Key gadis popular di sekolah, loyal dan senang mentraktir teman-temannya. Supel dengan beragam barang branded yang berganti-ganti. Setiap hari diantar supir pribadi dengan mobil mewah keluaran terbaru. Biasanya senang menebar senyum manis, kini termangu. Pandangan matanya kosong menatap papan tulis putih. 

Sedari tadi berusaha mencari sosok ayah. Tapi yang muncul Pa Adi supirnya. Lagi ... lagi dan lagi dicoba ... Pa Adi terus. Mana bayangan Daddy? Tertimbun kabut, samar saja. Rasanya Daddy ada namun tiada. Kartu kredit platinum tinggal gesek. Juga kartu atmnya dari beberapa bank tak pernah kosong. Belanja sepekan di mal mentereng seputaran Jakarta jadi aktivitas biasa.

Mommy dan Daddy jarang sekali menemani. Bahkan mengambil rapot saja diwakili Pa Adi. Alasannya orangtua Key sedang ada bisnis ke luar negeri. Kadang pagi buta sudah tak ada di rumah. Sampai tengah malam pun belum kembali, bahkan tak segan menginap saja di hotel. Entah Daddy dan Mommy apa juga berjumpa dalam kesibukan masing-masing?

Rumah mewah dengan fasilitas lengkap terasa gersang. Untung saja Kei masih punya aktivitas positif. Menari balet dan main piano bisa meredakan kegalauannya. Sedih sering menerpa, ketika pentas hampir semua orangtua menonton anaknya. Key ... Tak pernah ada Mommy dan Daddy dibangku penonton. Apa kisah ini yang akan  tulisnya ? Kembali air mata Key menetes membasahi lembar kertas yang belum terisi sama sekali.

Bu Hayati melirik jam tangannya. Waktu tinggal setengah jam lagi. 

"Ayo anak-anak yang sudah selesai nanti karangan kalian akan dijadikan surat untuk ayah," kata Bu Hayati memecah keheningan.

Terdengar suara dengung bisik dan guman para siswa. Bagus mengangkat tangan.

"Maksudnya gimana Bu ? Nanti ayah kita membaca karangan ini ?" tanyanya sambil menunjukkan kertasnya yang sudah terisi penuh.

"Iya ... benar sekali! Tentu ayah kalian akan senang menerimanya," jawab Bu Hayati sambil tersenyum.

Di pojok kanan dekat pintu masuk, di bangku belakang, dan di tengah ruang kelas, Indra, Sita dan Key menundukkan kepalanya semakin dalam. Kertas mereka masih kosong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun