Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jajan Pasar Berkawan Kinca yang Nikmat

5 Mei 2016   12:54 Diperbarui: 5 Mei 2016   13:01 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Klepon dan Kue Putu yang Harum dan Sedap (dokpri)"][/caption]

Saat masih tinggal di Malang, bibi suka mengajak kami ke daerah Celaket, Malang. Di sana kami mengantri dan dengan sabar menunggui pesanan jajan pasar kami siap. Kue putu yang masih mengepul dengan uapnya yang harum bergulingan di daun pisang yang siap dipincuk bersama klepon, cenil, lupis, jongkong dan ketan hitam. Kami kemudian bergegas pulang agar jajan pasar ini masih hangat saat disantap.

Jajan pasar yang juga disebut jajan campur ini kudapan favorit saya di samping bubur campur dan wedang ronde. Rasa jajan campur ini begitu ngangeni, perpaduan gurih dan legit. Adanya kinca, perpaduan kucuran gula merah dan parutan kelapa muda membuat jajan campur ini makin nikmat.

Sebenarnya bagian dari jajan campur ini seperti klepon dan putu bisa dijumpai di Jakarta. Di beberapa tempat, terutama di kawasan pasar tradisional terkadang masih bisa dijumpai gerobak yang menjual jajan pasar ini, bahkan saya juga melihatnya baru-baru ini di sebuah festival kuliner tradisional dengan harga yang cukup fantastis.

Di tempat saya tinggal di bilangan Jakarta Timur juga masih ada penjual putu keliling. Penjual ini berjalan kaki dan bisa dikenali dengan bunyi uap bambunya yang khas. Tuuuuuuuuuut....!!!

Ketika asyik merenung apa saja yang akan saya lakukan mengisi long weekend, saya mendengar sayup-sayup penjual putu keliling. Saya langsung membuka pagar dan memanggilnya. Kehadiran putu dan klepon ini bisa mengobati rasa kangen kepada kampung pulang.


Harga putu per buahnya terjangkau, Rp 1 ribu. Asyiknya ternyata si penjual juga memiliki kue klepon, si cantik hijau bundar berselubung parutan kelapa. Saya langsung sumringah dan membeli 10 potong, masing-masing lima buah. Kemaruk sih, tapi tidak apa-apa deh sekali-kali jadi nyonya gembul.

[caption caption="Ketika klepon dibelah, keluarlah lava gula merah (dokpri)"]

[/caption]

Adonan berupa tepung beras dan parutan kelapa itu di masukkan bapak setengah baya itu ke dalam cetakan bambu, diselingi dengan gula merah dan kemudian dikukus. Proses pengukusannya cepat dan mengeluarkan bunyi yang khas dan uap harum pandan. Saat saya mengambil piring, pesanan saya sudah tersaji rapi dalam daun pisang. Wah....saya menyambut dengan gembira dan kemudian menikmati jajan tradisional ini dengan lahap plus lapar. Hemmm...nyam..nyam...enak!!!!

Jika putu dikukus maka proses pembuatan klepon direbus. Adonan tepung ketan bersama air kapur sirih dan air daun pandan dicampur hingga merata dan kemudian di tengahnya dimasukkan gula merah. Selanjutnya bulatan ini direbus hingga mengapung baru dibenamkan ke lautan kelapa muda yang dibubuhi sedikit garam. Tapi di penjual ini kue kleponnya sudah matang dan nampaknya belum lama dibuat karena parutan kelapanya masih segar dan masih hangat.

Dulu waktu masih di Malang, saya dan kakak nomor dua hobi membuat klepon. Prosesnya nampak mudah tapi kakak jarang berhasil memasukkan gula kelapanya dengan rapi. Kadang gulanya muncul, sehingga permukaannya tidak hijau mulus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun