Malam ini badanku lelah. Aku mengepel rumah malam-malam. Setelah mandi dan mulai memejamkan mata, terdengar bunyi yang memekakkan telinga. Uhuuh ada kucing bertengkar.
Kubiarkan suara itu di halaman. Mungkin sebentar lagi mereka berdamai dan suasana kembali tenang.Â
Namun sayangnya suara kucing itu terdengar semakin marah dan agresif. Itu suara kucing yang mengintimidasi untuk diajak berkelahi.Â
Waduh jangan-jangan ada salah satu kucingku yang berkelahi. Kuintip dari jendela. Ooh itu si Ipik-ipik alias Nero Manis.Â
Aku membawa penebah lidi yang biasa ampuh mengusir kucing liar. Busyet lawan Ipik gede banget. Ukurannya satu setengah kali lebih besar dari Ipik. Ia nampak agresif.Â
Kucoba kutakut-takuti dengan lidi. Wah ia tak takut sama sekali. Kucoba dekatkan ke arahnya. Wah ia makin nampak ganas, malah hendak mencakar. Kucing preman sejati nih. Ia tak takut dengan lidi sama sekali.Â
Sayang aku tak bawa air buat nakut-nakutin. Namun nampaknya kucing ini juga tak bakal takut dengan air. Ia kucing garong sejati. Kucing hitam yang paling besar di gang ini.Â
Setelah Ipik agar berjarak dengan si kucing hitam, langsung kugendong si kucing manis itu dan kubawa masuk ke dalam rumah. Aku pernah diterkam oleh kucing preman dan lenganku berdarah karena dicakar. Berhati-hatilah dengan kucing preman karena mereka ganas dan berbahaya.Â
Akhirnya kucing itu pergi. Ipik nampak mau nangis. Sepertinya ia tadi menahan diri agar tak nampak ketakutan setengah mati.Â
Aku pun masuk kamar. Eh ada kucing bundel yang bersembunyi. Kucing itu sudah pulas dan mendengkur di lantai. Duh bunyi dengkurannya membuatku mengantuk. Aku tertular kantuk.Â