Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Jelajah Situs Heritage Jepara: Benteng Portugis dan Pertapaan Kalinyamat

7 Juni 2023   10:20 Diperbarui: 7 Juni 2023   19:22 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benteng Portugis yang miskin papan informasi (dokumen pribadi) 

Aku bergegas masuk ke bangku depan setelah memasukkan koper dan tas-tas berisi pakaian dan makanan ke dalam bagasi dan bangku tengah. Baru pukul sepuluh, tapi sinar matahari begitu terik menyengat seperti sudah tengah hari saja. Dari penginapan di sekitaran Pantai Bandengan, kami hendak melanjutkan perjalanan menuju berbagai destinasi budaya dan sejarah. 

"Jadi tujuan kita berikutnya ke Jawa Tengah bagian utara?" Aku memastikan rute perjalanan kami ke pasangan. Akhir Mei ini ada libur panjang akhir pekan. Kami juga belum sempat sowan ke ibu di Malang. Setelah pulang kampung menyapa dan bersilaturahmi ke sanak saudara dan ke makam ayahanda, kami berencana melanjutkan perjalanan kami berkeliling Jawa menuju berbagai destinasi budaya dan sejarah. 

Museum selalu menjadi daftar perjalanan kami. Selain museum, kami juga menuju tempat-tempat bernilai sejarah seperti candi, benteng, masjid tua, dan bangunan yang bernilai budaya sejarah lainnya. Tentu saja kami juga singgah ke tempat-tempat wisata menarik di daerah tersebut, sekaligus icip-icip kuliner khasnya. 

Situs Trowulan, benteng Pendem di Ngawi, Keraton Sumenep, sebagian candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta telah kami singgahi, begitu juga dengan berbagai museum di berbagai kota di Jawa. Namun daftar situs bersejarah masihlah panjang. Masih banyak yang belum kami kunjungi. 

Ya, kota-kota di Jawa Tengah bagian utara seperti  Jepara dan Kudus belum banyak kami eksplorasi. Kenangan tentang dua kota ini hanya sebagai tempat transit menuju Kepulauan Karimunjawa dan tempat bersantai menyantap soto kerbau ketika kami kembali ke Jakarta setelah menyeberang dari Karimunjawa. 

Kini kami punya misi untuk singgah ke berbagai destinasi wisata budaya dan sejarah atau yang dikenal sebagai heritage tourism. 

Ketika menuju Museum R.A. Kartini, aku teringat dengan perjalanan hari sebelumnya, dari Malang menuju Jepara.  Ini perjalanan kami pertama dari Malang menuju daerah tersebut. Sebelumnya perjalanan dari Jakarta ke Jepara terjadi belasan tahun silam melewati Pantura. Kini kami menikmati tol dari Semarang hingga Demak. 

Selama perjalanan menuju Jepara, kami merasa agak was-was. Hari sudah malam dan kami tak tahu banyak tentang daerah tersebut. Alhasil kami mengandalkan Google Maps. Beberapa kali perjalanan terhambat oleh perbaikan jalan sehingga satu ruas jalan ditutup dan ruas jalan yang ada digunakan bergantian. 

Di tempat lain, kami salah berbelok sehingga harus berputar cukup jauh. Eh ketika dekat tempat penginapan, sedang ada hajatan, sehingga kami kesusahan menerobos kerumunan. Rupanya penginapan kami ada di dalam kompleks Pantai Bandengan. 

Oh iya tulisan ini akan terbagi menjadi tiga karena lumayan panjang. Ada sekitar 2700-an kata. 

Menuju Benteng Portugis dan Pertapaan Kalinyamat
Tak di Malang tak di Jepara, bulan ini panas begitu menyengat. Aku hanya beberapa saat menikmati Pantai Bandengan, kemudian sarapan sekaligus makan siang di Pantai Kampung Prau berupa makanan khas Jepara, Pindang Serani. 

Pantai Bandengan itu bagus, hanya kurang tertata rapi (dokumen pribadi) 
Pantai Bandengan itu bagus, hanya kurang tertata rapi (dokumen pribadi) 

Masakan ikan ini gurih asam segar dengan serai, kunyit, dan aneka bumbu lainnya. Pas disantap di cuaca yang panas. Daging ikan kakap yang tebal pas sebagai bahan kuah bumbu kuning ini. Cumi goreng tepung dan terung balado turut jadi teman nasi. Sebagai penutup adalah rujak buah dan es jeruk. Segar. 

Tapi rasa sejuk di badan ini tak bertahan lama. Aku bergegas menuju kendaraan. Kami selama satu jam kemudian menuju Benteng Portugis. Di Desa Banyumanis Kecamatan Donorojo, letaknya. 

Selama perjalanan, kami menjumpai penjual tape,   hutan karet, dan makam tokoh daerah, sawah-sawah serta melewati jalan menuju Petilasan Syekh Siti Jenar. 

Lokasi Benteng Portugis relatif agak sepi  pengunjungnya saat itu yang naik sampai ke atas bisa dihitung dengan jari. Kompleksnya lumayan besar dengan gerbang masuk yang anggun dan apik.  Pilar-pilar yang tangguh dan gaya bangunan Eropa lama dipertahankan, meski sebenarnya nampak jelas gerbang ini bangunan anyar. 

Tak lengkap ke Jepara tanpa pindang serani (dokumen pribadi) 
Tak lengkap ke Jepara tanpa pindang serani (dokumen pribadi) 

Di dalam kompleks ada beberapa replika meriam dan bekas dermaga. Di seberang terlihat sebuah pulau yang tak berpenghuni, Pulau Mandalika. 

Tak banyak yang bisa dijumpai di bawah. Kulihat beberapa pengunjung memilih untuk piknik, dengan menggelar tikar dan bersantap di bawah pohon. Di sini sebenarnya juga ada warung, toilet, dan mushola. 

Karena masih penasaran, kami pun menuju bagian atas. Ternyata memang tak banyak yang tersisa. Hanya reruntuhan tembok dan replika meriam. 

Aku terus berkeliling sekitar area. Ada replika rumah pohon Portugis. Tak ada papan informasi dan juga pemandu yang bisa bercerita. 

Replika meriam menghadap ke perairan. Ada Pulau Mandalika di seberang (dokumen pribadi) 
Replika meriam menghadap ke perairan. Ada Pulau Mandalika di seberang (dokumen pribadi) 

Aku kecewa. Jauh-jauh ke sini aku tak mendapatkan apa-apa. Tak masalah situsnya hanya berupa reruntuhan, tapi tak ada papan informasi dan apapun yang bisa memberikan wawasan. 

Ooh aku sudah kecewa beberapa kali dengan Jepara. Pantai-pantai yang cantik dan potensial seperti Pantai Bandengan, Pantai Kampung Prau, dan Pantai Kartini dibiarkan semrawut dan nampak kumuh, kini situs sejarahnya juga dibiarkan mangkrak, hanya sebatas lokasi piknik dan berfoto-foto. 

Akhirnya informasi kudapatkan dari browsing internet. Rupanya benteng ini didirikan pada abad ke-17 semasa Sultan Agung berkuasa. Ia berniat mengalahkan VOC dan meminta bantuan pasukan Portugis untuk mengawasi pantai utara Jawa Tengah. Seperti halnya benteng pada umumnya, ada meriam, menara pengawas, dan ruang untuk menyimpan mesiu. 

Ada rumah pohon yang juga sudah kurang terawat (dokumen pribadi) 
Ada rumah pohon yang juga sudah kurang terawat (dokumen pribadi) 

Dari info yang kudapat, pasukan Portugis kalah oleh VOC, sehingga benteng pun ditinggalkan. Selanjutnya benteng ini sempat digunakan oleh Jepang. Tapi entah kenapa benteng ini rusak sedemikian parah. 

Kami tak berlama-lama di sini. Tujuan berikutnya ke Pertapaan Ratu Kalinyamat yang lokasinya tak jauh dari benteng. Tak sampai 30 menit kami sudah tiba.Pertapaan ini juga disebut sebagai Pertapaan Sonder karena lokasinya di Dukuh Sonder. 

Lagi-lagi kami tertegun. Kompleks pertapaan ini nampak kurang terawat. Namun tempatnya yang adem dan dekat dengan sungai membuatku teringat dengan Candi Sumberawan dan Malam Tuanku Imam Bonjol. Seandainya lebih tertata, maka kompleks pertapaan ini akan asri dan jauh dari kesan 'singup'. Apalagi bakal didirikan mushola di kompleks tersebut. 

Nampak singup lokasi pertapaannya (dokumen pribadi) 
Nampak singup lokasi pertapaannya (dokumen pribadi) 

Kami mengobrol dengan penjaga di sana. Ia memperbolehkan kami untuk berkeliling melihat-lihat seisi kompleks. Ada ruangan yang dulu digunakan Ratu Kalinyamat untuk bertapa, lalu ada tempat yang digunakan peziarah untuk berdoa kepada Tuhan YME, sungai, kamar mandi, dan tempat berwudhu. 

Selanjutnya kami masuk ke sesi yang kusukai, yakni mendengarkan cerita.Tak ada papan informasi, hanya papan berisi silsilah sang ratu dari Majapahit, Campa, dan Nabi Muhammad SAW. 

Sebenarnya aku lupa-lupa ingat dengan Ratu Kalinyamat. Aku hanya ingat beliau bertapa karena sangat berduka karena kepergian saudara dan suaminya yang dibunuh oleh Arya Penangsang. Dari sang penjaga, aku kembali diingatkan kembali oleh kekisruhan karena perebutan tahta pasca Pati Unus gugur dalam penyerbuan mengusir pasukan Portugis di Malaka. Arya Penangsang merasa tahta itu miliknya karena ayahnya yang meninggal adalah anak pertama dari Raden Patah. 

Silsilah Ratu Kalinyamat (dokumen pribadi) 
Silsilah Ratu Kalinyamat (dokumen pribadi) 

Singkat kata Arya Penangsang kemudian tewas. Sang ratu pun kemudian kembali ke keraton kali ini sebagai Ratu Jepara. 

Nah bagian cerita ketika sang ratu kembali ini yang tak kuketahui. Aku tertegun mendengar cerita si penjaga ketika ia bercerita dengan nada kagum bahwa sang ratu berhasil memerintah Jepara dengan baik. Ia meneruskan perjuangan Pati Unus untuk menyerbu Portugis sebanyak dua kali. Ia juga dikenal sebagai pemimpin perempuan yang tangguh dan disegani, serta visioner dengan cita-citanya menjadikan Jepara sebagai poros maritim. 

Sekembalinya dari tempat tersebut aku mencari informasi tentang Ratu Kalinyamat. Rupanya memang benar cerita penjaga bahwa Ratu Kalinyamat adalah pemimpin Jepara yang patriotismenya tinggi. Putri dari Sultan Trenggono ini bersekutu dengan kerajaan Johor, Aceh, Maluku untuk mengusir pasukan Portugis dari Maluku. Ia pernah mengarahkan belasan ribu prajurit Jepara pada serangan kedua tahun 1573, namun kalah. 

Sungai untuk mandi dan bersuci dulu (dokumen pribadi) 
Sungai untuk mandi dan bersuci dulu (dokumen pribadi) 

Meski gagal merebut kembali Malaka, namun Portugis sangat salut kepada keberanian pemimpin perempuan ini. Mereka menjuluki Ratu Kalinyamat sebagai Rainha de Japara, Senhora Poderosa Acade Kraige Dame (Ratu Jepara, seorang perempuan yang kaya dan  berkuasa, juga seorang perempuan gagah berani). 

Dengan demikian ada tiga sosok perempuan tangguh dari Jepara. Ketiganya adalah Raden Ajeng Kartini, Ratu Kalinyamat, dan Ratu Shima yang lokasi Kalingga saat ini diduga di Jepara. 

Kami batal menuju Petilasan Syekh Siti Jenar karena sudah sore. Kami tak ingin kemalaman kembali ke penginapan. Akhirnya hari berikutnya kami menuju Museum R. A. Kartini sekaligus menuju Kota Kudus. 

Bagian untuk bertapa sang Ratu  Kalinyamat (dokumen  pribadi) 
Bagian untuk bertapa sang Ratu  Kalinyamat (dokumen  pribadi) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun