Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

All Quiet on the Western Front, Film tentang Horornya Perang Dunia Pertama bagi Serdadu Jerman

4 Februari 2023   22:37 Diperbarui: 5 Februari 2023   21:35 2055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perang Dunia Pertama juga menakutkan bagi para serdadu Jerman seperti yang disampaikan dalam film All Quiet on the Western Front (sumber: IMDb)

Perang bukan sesuatu yang romantis, juga bukan tempat untuk mencari kejayaan. Perang adalah medan menakutkan dan membuat trauma mereka semua yang terlibat di dalamnya, termasuk yang selama ini sering dianggap pihak antagonis. 

All Quiet on the Western Front bercerita tentang pertempuran pada masa Perang Dunia Pertama. Namun, sudut pandang cerita di sini bukan dari kalangan Sekutu, melainkan pihak yang selama ini sering dianggap sebagai pihak antagonis, yakni serdadu Jerman. Apabila kalian telah menyaksikan film 1917, maka film ini ibarat pelengkapnya, karena sama-sama ber-setting di Western Front, namun dari sudut pandang pihak yang berbeda. 

Dikisahkan di awal film, setelah mendengar pidato propaganda perang yang patriotik, pemuda bernama Paul Bumer (Felix Kammerer)  makin mantap untuk bergabung bersama teman-temannya mendaftar sebagai serdadu. Ia silau oleh bayangan romantisme dan keinginan untuk mendapatkan penghargaan dan kejayaan. 

Namun nyatanya , dalam perjalanan menuju medan perang, sebenarnya mereka telah melepas semua atribut kenyamanan duniawi. Mereka harus berjalan cepat, belajar mengenakan masker gas, dan kemudian berjaga di parit untuk menghadapi musuh.

Seniornya, Stanislaus Katczinsky alias Kat(Albrecht Schuch) meminta mereka untuk segera beradaptasi dan bersikap sebagai seorang serdadu. 

Hari pertama di medan pertempuran, kawan Paul telah tewas dengan kondisi mengerikan. Serangan lawan tak kunjung berhenti. Paul dan para serdadu muda lainnya begitu ketakutan. Hidup mereka tak lagi sama. Sejak itu hidup mereka penuh suasana horor dan teror. 

Tak ada kebaikan yang bisa diperoleh dari perang. Yang ada ketakutan, kecemasan, dan perasaan bersalah ketika membunuh. Paul mengalami semua emosi tersebut dan ingin perang segera berlalu. 

Film ini raih sembilan nominasi Oscar, salah satunya nominasi film terbaik (sumber gambar: Netflix dalam IMDb) 
Film ini raih sembilan nominasi Oscar, salah satunya nominasi film terbaik (sumber gambar: Netflix dalam IMDb) 

Sebuah Film yang Muram dan Suram

All Quiet on the Western Front diangkat dari novel  berjudul sama karya Erich Maria Remarque. Novel ini dirilis tahun 1929 dan menarik perhatian banyak pembaca dari berbagai negara. 

Setahun kemudian novel ini dilayarlebarkan oleh Lewis Milestone dan meraih Oscar untuk sutradara terbaik dan film terbaik (outstanding production).

Pada tahun 1979, novel ini diangkat ke layar gelas  oleh Delbert Mann. Ini berarti sudah ketiga kalinya novel ini diadaptasi. Tiap adaptasi, ceritanya tidak persis sama dengan cerita di versi novelnya. Terutama, versi film tahun 2022.

Di film versi tahun 1930, film ini raih dua Oscar untuk film dan sutradara terbaik (sumber gambar: IMDb) 
Di film versi tahun 1930, film ini raih dua Oscar untuk film dan sutradara terbaik (sumber gambar: IMDb) 

Dalam versi film tahun 2022 yang dibesut oleh Edward Berger, ada dua kisah yang berjalan paralel. Yang pertama adalah kisah Paul dan kawan-kawannya di medan pertempuran.

Dan yang kedua adalah upaya politisi Matthias Erzberger (Daniel Brhl) sebagai anggota delegasi perundingan gencatan senjata yang nantinya dikenal dengan Armistice of 11 November 1918. Ia begitu kuatir melihat kekalahan demi kekalahan yang dihadapi negaranya. Ia cemas negaranya akan segera kehabisan prajurit. 

All Quiet on the Western Front adalah sebuah film yang berhasil menangkap trauma dan rasa putus asa para serdadu Jerman. Ini adalah film yang melengkapi cerita perang dunia pertama.

Apabila selama ini ada banyak film dari sisi pihak sekutu, maka di sini, cerita perang diambil dari sisi serdadu Jerman. Apakah mereka sebrutal seperti yang dikisahkan film-film perang pada umumnya, atau sebenarnya mereka hanya serdadu biasa yang juga takut akan kematian? 

Film All Quiet on the Western Front ini melengkapi film 1917 dengan sudut pandang berbeda (sumber gambar: IMDb) 
Film All Quiet on the Western Front ini melengkapi film 1917 dengan sudut pandang berbeda (sumber gambar: IMDb) 

Apabila kalian sudah menyaksikan film 1917, maka film ini ibarat komplementer, pelengkap cerita, dengan sudut pandang yang berbeda. Sama dengan tokoh utama film 1917, tokoh utama dalam film ini, Paul, adalah serdadu muda biasa.

Ia awalnya bergabung karena terbujuk oleh romantisme dan heroisme peperangan. Keduanya adalah tokoh fiktif, tak ada di dunia nyata. Di film All Quiet on the Western Front, tokoh yang nyata dan tercatat di sejarah adalah Matthias Erzberger dan Jenderal Ferdinand Foch. 

Kedua film ini juga sama-sama berlokasi di western front, di dekat perbatasan Prancis. Latar waktunya juga berkisar tahun 1917. Namun, Paul terus bertahan di medan peperangan hingga tahun 1918. 

Apabila dalam film tahun 1917, penonton seolah-olah diajak untuk ikut terus berlari mengikuti tokoh utamanya yang berlomba dengan waktu untuk menyampaikan pesan, maka dalam film tentang serdadu Jerman ini penonton seolah-olah ikut merasa putus asa dan was-was melihat kekuatan musuh. Penonton seolah-olah ikut merasai betapa horornya medan pertempuran. 

Tone-nya sungguh suram dan pahit (sumber gambar: Netflix dalam IMDb) 
Tone-nya sungguh suram dan pahit (sumber gambar: Netflix dalam IMDb) 

Sedari awal tone film ini muram dan pahit. Penonton ditunjukkan adegan seragam yang diambil dari prajurit yang tewas. Seragam itu dicuci, dibersihkan dari darah, dan dikeringkan. Seragam bekas itu kemudian diberikan ke prajurit yang baru bergabung, tanpa mereka sadari seragam itu memiliki sejarah yang mengenaskan. 

Di sini ancaman peperangan bukan hanya serangan gas beracun, berondongan peluru, ledakan bom, semburan api, ataupun dilindas tank, melainkan juga ancaman kelaparan. Paul dan Kat terpaksa beberapa kali ke desa untuk mencuri ternak karena kelaparan. 

Ketakutan, kecemasan, kelelahan, dan ancaman kelaparan membuat Paul dan kawan-kawannya menantikan kapan perang berakhir. Wajah-wajah mereka suram dan menyiratkan rasa putus asa. Ada sebuah adegan yang menunjukkan bagaimana Paul merasa begitu bersalah kepada musuhnya. Meski ia seorang serdadu, ia juga manusia biasa, yang merasa bersalah ketika menyakiti seseorang. 

Memang masih ada kehangatan dalam film, tak melulu muram. Persahabatan antara Paul dan rekan-rekan prajurit, terutama dengan Kat, ibarat cahaya di tengah mendung yang tak kunjung berlalu. 

Wajah Paul nampak suram dan putus asa (sumber gambar: Netflix) 
Wajah Paul nampak suram dan putus asa (sumber gambar: Netflix) 

Film ini didominasi visual yang suram, namun sekaligus indah. Warna-warnanya cenderung muram, biru pucat, keabuan, menggambarkan situasi peperangan yang menyedihkan dan menyeramkan. Lanskap yang luas di tempat bersalju seperti menggambarkan kekosongan dan kesunyian, kontras dengan gambar-gambar yang memperlihatkan situasi di garis depan pertempuran.

Set dan desain produksinya rapi dan detail. Jajaran pemerannya ekselen. Di sini ada Daniel Brhl yang namanya populer sejak memerankan Helmut Zero di film-film Marvel. 

Skoring film yang digarap oleh Volker Bertelmann juga pas dalam men dramatisasi adegan. Ada 24 nomor dalam album soundtrack-nya yang total durasinya 53 menit dan 5 detik. Di nomor Remains, pendengar akan merasai suasana yang mendebarkan. Judul lagu-lagunya menggambarkan elemen perang dan nama tokoh, ada Tanks, War Machine, Dog Tags, Fear of What is Coming, Kat, Paul, dan Last Combat. 

Lantas apa yang dimaksud all quiet on the western front? Kalian akan tahu jawabnya setelah menuntaskan film ini. 

Film ini meraih sembilan nominasi Oscar. Nominasi tersebut untuk kategori film terbaik, sutradara, skoring naskah adaptasi, film berbahasa asing, sound, makeup dan tata rambut, sinematografi, visual effect, dan desain produksi. Film yang diproduksi oleh Amusement Park ini tayang di Netflix sejak 28 Oktober 2022.

Paul hanya ingin perang segera berakhir (sumber gambar: Netflix dalam TIFF) 
Paul hanya ingin perang segera berakhir (sumber gambar: Netflix dalam TIFF) 

Sebuah film yang menggambarkan perjuangan serdadu biasa dengan sifat yang manusiawi dan terasa emosional. Film yang berhasil menangkap horornya peperangan. Seusai menonton, kalian mungkin merasa patah hati. Skor: 8/10.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun