"Before he can save them, he has to forgive himself".
Adalah Hannes Fuchs alias Fox yang ditunjuk sebagai guru pengganti sekolah di lembaga pemasyarakatan khusus remaja. Selama berhari-hari ia menjadi asisten dari guru yang akan digantikannya.Â
Kisah guru dan murid yang terkukung trauma dan amarah di lembaga pemasyarakatan ini tersaji dalam film Austria berjudul "Fox in a Hole" alias "Fuchs im Bau". Film ini tayang mulai hari ini di Europe on Screen 2021.
Elisabeth Berger (Maria Hofsttter), guru yang akan digantikan oleh Fuchs (Aleksandar Petrovi), adalah seorang perempuan berumur yang memiliki gaya mengajar yang tidak konvensional. Ia suka menghadiahi murid-muridnya dengan apel dan kopi bila mereka berusaha menjawab pertanyaannya.
Di lain waktu ia mengajak murid-muridnya menggambar dan belajar memasak strudel. Murid-muridnya yang badung tersebut sebelumnya merupakan pelaku tindak kriminal seperti pelaku percobaan pembunuhan, perampok, pencuri, dan sebagainya.Â
Meski bandel, di kelas mereka menghormati guru tua tersebut. Sementara Fuchs merasa dirinya hanya sebagai asisten, disuruh ini itu oleh Elisabeth dan direndahkan para siswa.
Elisabeth sendiri sering mendapat peringatan dari petugas LP, terutama kepala departemen. Mereka was-was para remaja tersebut kabur atau melakukan tindakan yang membahayakan dirinya sendiri. Hingga suatu ketika seorang napi remaja perempuan, Samira (Luna Jordan) melakukan percobaan bunuh diri dengan benda yang ada di kelas seni.
Film yang dibesut oleh Arman T. Riahi ini menarik berkat jalan cerita yang tak biasa, pengambilan gambar yang menawan dan jajaran pemain yang apik. Dialog-dialognya pun bernas.
Film ini multikultural, menggambarkan para remaja dari berbagai etnis dan negara, seperti Turki dan Bosnia. Juga ada murid yang merupakan muslim.Â
Apabila pada film tentang guru pada umumnya guru muda dan baru yang melakukan terobosan dan anti mainstream, di sini malah sebaliknya. Elisabeth yang lebih senior dan masuk ke generasi tua malah lebih suka mengajar dengan caranya sendiri yang suka-suka.
Sedangkan Fuchs merasa frustasi karena pekerjaan barunya tak sesuai harapannya. Ia lebih suka metode mengajar yang terstruktur. Ia berharap murid-murid dapat sertifikat yang bermanfaat nantinya bila mereka telah berada kembali di dunia luar.
Tema utama di sini adalah kukungan, trauma, dan rasa amarah. Baik yang dialami para siswa yang sebelumnya merupakan pelaku tindak kriminal, maupun pengajarnya sendiri yang merasa terkukung oleh beragam aturan dan masih dihantui trauma. Fuchs di sini digambarkan belum berdamai dengan masa lalunya.
Si sutradara tak serta-merta menampilkan alasan Fuchs menerima pekerjaan sebagai guru di LP. Trauma dan kemarahan yang masih dipendam oleh Fuchs disampaikan sedikit demi sedikit hingga akhir film.
Ini bukan sebuah film dengan alur seperti yang pada umumnya dijumpai di film Hollywood. Film Austria ini lebih menggambarkan realitas dengan alur yang relatif lambat untuk menunjukkan dinamika emosi dan perkembangan pelakunya.Â
Melakukan perubahan itu tak mudah, demikian pula dengan mengatasi trauma.