Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan Tahun Ini Mulai Berwarna, Tak Lagi seperti Kota Mati

14 April 2021   22:09 Diperbarui: 14 April 2021   22:27 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadan tahun ini mulai berwarna tak sesepi tahun lalu (sumber gambar: Tribunnews.com/freepik)

"Warna seperti menghilang di kota ini
Hitam dan putih masa lalu
Telah membisu..." ("Kota Mati, Peterpan)

Malam ini aku tergelitik mendengarkan salah satu tembang favoritku dari Peterpan alias Noah, "Kota Mati". Ramadan tahun lalu lingkungan tempat tinggalku seperti kota mati. Sepi aktivitas. Jalanan begitu lengang, demikian pula dengan suasana di masjid. Suasana mulai berbeda saat ini. Ia mulai kembali berwarna kini.

Tahun lalu Ramadan tiba sekitar bulan ketiga setelah pemerintah mengumumkan Indonesia masuk sebagai negara pandemi. Jumlah penderita terus meningkat dan belum ada tanda-tanda pandemi akan berakhir. Alhasil Ramadan tahun lalu pun dilalui dengan sunyi. Tak ada pawai jelang Ramadan di mana biasanya anak-anak kecil berpawai sambil menyenandungkan lagu-lagu religi, berkeliling kompleks kami. Saat itu hanya ada spanduk bulan Ramadan yang mengingatkan kami sudah memasuki bulan suci.

Tahun ini suasana Ramadan masih mending, tak terlalu sepi karena masjid di kompleks kami mengadakan sholat tarawih. Saat Maghrib juga diwarnai dengan bersantap takjil yang dikirimkan warga secara bergilir. Setiap hari sekitar 80 porsi, menunjukkan masjid tak sepi. Setidaknya ini membuktikan situasi Ramadan mulai membaik kini, meski masih masuk masa pandemi.

Ibadah Ramadan yang Terasa Lebih Personal

Pada saat pandemi, Ramadan memang terasa sepi, nuansanya seperti hari-hari biasa kecuali aku jalan-jalan ngabuburit ke luar rumah menuju jalan utama dan mendapati masih banyak penjual jajanan dan minuman aneka rupa untuk takjil.

Sedangkan Ramadan pada sebelum pandemi terasa sekali nuansanya. Ia dirayakan sebagai bulan untuk lebih banyak beribadah, juga bulan untuk bersilaturahmi dan berkumpul. Biasanya ada banyak undangan berbuka puasa bersama. Di lingkungan kerja juga biasanya kerap diadakan ceramah dan pengajian. Masjid pun ramai saat siang. Hanya kadang-kadang terlampau semarak hingga agak berkurang esensinya.

Seandainya hari ini bukan lagi masa pandemi, aku lebih menyukai suasana Ramadan yang seperti tahun ini, tenang. Tidak begitu sepi seperti tahun lalu, tapi juga tidak semeriah biasanya. Ibadahnya jadi terasa lebih personal, bukan komunal. Suasana yang tenang membuat lebih terasa ibadah antara tiap individu dan Sang Pencipta.

Waktu Bersama Keluarga Lebih Banyak

Tak ada undangan berbuka puasa bersama tahun lalu dan kini. Biasanya minggu kedua bulan Ramadan, undangan datang hampir tiap hari. Ada undangan bulan Ramadan sekaligus reunian, juga ada undangan bersama komunitas, undangan buka puasa bersama bersama rekan kantor, tetangga, dan lain-lain. 

Undangan buka puasa bersama memang menyenangkan. Tapi jika kebanyakan undangan malah membuat lelah dan Ramadan seperti sebuah seremonial. Yang seharusnya waktu bisa digunakan tarawih berjamaah akhirnya masih berkutat macet di perjalanan dan ibadah pun tertunda. Waktu bersama keluarga pun terasa berkurang.

Tak ada buka puasa bersama tahun ini juga. Aku pun bisa berbuka puasa bersama pasangan dan para kucing di rumah setiap harinya.

Jika salah satu dari kami ada undangan berbuka puasa, biasanya kami pun berbuka puasa sendirian dan makan seadanya. Aku jadi tak antusias memasak dan menyantap hidangan. 

Kini waktuku bersama keluarga lebih banyak. Kami berbuka puasa dan menjalankan sholat tarawih bersama. Ada kalanya ketika pasangan WFH, kami bisa sama-sama memasak dan menyiapkan hidangan berbuka. Terasa lebih hangat dan menyenangkan meski kadang-kadang menunya sederhana. 

Lebih Esensial, Lebih Hemat

Jalan di kompleks kami masih tertutup portal. Tak ada penjual makanan berlalu lalang. Demikian juga dengan pengantar pesanan makanan. Semua paket ditaruh di pos satpam depan.

Kondisi ini membuatku malas memesan makanan. Toh ujung-ujungnya aku masih harus berjalan kaki cukup jauh ke depan. Akhirnya aku lebih sering memasak. Memasak untuk sahur dan waktu berbuka. Makanan yang kami santap memang sederhana, rata-rata hanya nasi, sayuran, lauk, dan sambal. Takjil pun paling hanya tes manis hangat. Setidaknya lebih sehat dan lebih hemat. Dana yang kuhemat bisa buat pos pengeluaran lainnya. 

Belajar dari pengalaman berpuasa pada masa pandemi tahun lalu, rupanya menjalani Ramadan di situasi saat ini tidak begitu buruk. Suasananya mulai lebih semarak dibanding tahun lalu dan ada sisi plusnya, ibadah bisa lebih khusyuk dan waktu bersama keluarga pun cukup. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun