Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Belanja TI di Era Ketidakpastian dan Godaan Berpindah ke Sistem Cloud

7 Januari 2021   11:42 Diperbarui: 9 Januari 2021   13:45 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagaimana cara berhemat di pos TI (dok. Cloud raya)

Selama pandemi 2020, proyek-proyek TI menurun. Sejumlah perusahaan termasuk instansi pemerintahan mengerem belanja TI, kecuali untuk hal-hal yang terkait dengan pengeluaran seperti pemeliharaan, juga untuk training, serta penyusunan cetak biru dan peta jalan (IT blueprint dan IT roadmap). Namun untuk belanja TI yang nilainya besar mereka masih melihat-lihat kondisi bisnis dan juga tren teknologi ke depannya.

Belanja TI rata-rata nilainya besar. Bahkan tak sedikit perusahaan yang menggelontorkan dana hingga ratusan milyaran untuk belanja TI. Umumnya perusahaan-perusahaan besar memiliki cetak biru dan peta jalan yang berlaku 3-5 tahunan yang juga dievaluasi tiap tahunnya. 

Dari cetak biru dan peta jalan TI tersebut mereka mengevaluasi kondisi bisnis dan apa saja komponen TI yang bisa digunakan untuk membantu mempermudah dan melancarkan operasional bisnis, serta memberikan keunggulan kompetitif.

Sebelum pandemi, biasanya perusahaan tak segan-segan untuk dibuatkan rencana berdasarkan tren teknologi yang sedang hits waktu itu. Misalnya ketika ramai dibahas big data dan data mining mereka ingin tahu bagaimana cara menerapkannya. 

Demikian pula ketika mulai ramai tentang sistem berbasis cloud. Mereka juga ingin tahu bagaimana cara mengimplementasikannya, serta poin plus dan minusnya dengan kondisi saat ini dari sisi praktisi dan akademis.

Namun karena bujet perusahaan pada masa pandemi difokuskan untuk hal-hal yang sangat penting, maka belanja TI pun ditekan, yang tidak masuk prioritas dan tidak strategis ditunda dulu. Bahkan training SDM TI pun kalau bisa ditunda dulu. 

Yang tak bisa ditunda dan harus rutin dibayar umumnya adalah biaya perawatan dan pemeliharaan sistem, misalnya biaya perawatan server, biaya perbaikan sistem software, dan sebagainya. Belum lagi biaya langganan sistem ERP dan sistem software lainnya.

Virtualisasi dengan Sistem Cloud
Jangan heran apabila biaya perawatan dan biaya pemeliharaan TI ini nilainya sungguh besar. Bahkan ada yang nilainya mencapai 50-70 persen dari bujet TI tahunan. Itulah mengapa perlu kehati-hatian dan rencana yang sangat matang ketika berbelanja TI. 

Jangan sampai kemudian sistem cepat usang, susah cari tenaga ahlinya jika rusak, dan sebagainya. Jangan sampai juga bolak-balik ganti sistem karena mubadzir dan merupakan pemborosan.

Kini banyak yang melirik sistem berbasis komputasi awan (cloud computing) untuk infrastruktur mereka. Mereka tak perlu modal besar untuk membeli perangkat TI yang nilainya memang mahal-mahal. Mereka juga tak perlu pusing dengan biaya pemeliharaannya dan memikirkan skalabilitas pertumbuhan data. Jika data tumbuh ya tak perlu nambah beli server lagi.

Sekarang sistem sewa dan outsource memang sedang tren di kancah TI. Laptop pun bisa sewa. SDM TI untuk operasional, bikin koding dan lain-lain juga bisa outsource.

Tapi benarkah cloud dan sistem sewa/outsource itu bisa menyelesaikan masalah TI?

Bisa ya dan tidak. Untuk perusahaan kecil yang baru tumbuh maka memang bakal lebih mudah menggunakan sistem sewa dan cloud. Biayanya bisa disesuaikan dengan kebutuhan bisnis. Tak perlu pusing belanja server, biaya pemeliharaan, dan lainnya, cukup dengan jasa layanan cloud.

Namun, untuk perusahaan besar memang tak serta-merta bisa berpindah ke cloud. Apalagi jika mereka telah berinvestasi di sistem yang mahal dan bisa digunakan bertahun-tahun. 

Proses migrasi data itu juga berat dan berdarah-darah. Apalagi layanan operasional bisnis yang harus didukung sistem TI tersebut beroperasi 24 jam. Benar-benar perlu perencanaan yang matang, apabila berpindah ke basis cloud.

Dan yang tak kalah penting dari soal biaya adalah masalah kerahasiaan dan keamanan data. Ini adalah hal yang sangat utama, bukan hanya soal uang. Jika data bocor maka pastinya nama perusahaan itu yang jelek bukan penyedia jasa layanan cloud-nya.

Mereka yang ingin menekan biaya dengan cloud tentunya harus mempertimbangkan masak-masak, mana data yang masuk penting, strategis, dan rahasia. Sebaiknya juga penyedia cloud juga memiliki kantor di Indonesia karena lagi-lagi soal data itu sangatlah vital.

Demikian halnya dengan sistem sewa misal sewa laptop dan outsource pegawai. Sebaiknya sebelum laptop dikembalikan juga ada proses untuk memastikan data di laptop tersebut benar-benar bersih dan datanya tak bisa dikembalikan, serta pegawai outsource tak mengurusi hal-hal yang bersifat rahasia dan strategis, misalnya sebagai admin sistem, admin database dan sebagainya, karena hal ini juga berkaitan dengan kerahasiaan dan keamanan sistem.

Lantas bagaimana belanja TI untuk era ketidakpastian ini? Sebaiknya jangan belanja komponen TI yang mahal dulu kecuali sudah masuk cetak biru dan peta jalan. Bujet TI yang terbatas bisa digunakan untuk pemeliharaan dan juga perencanaan pengembangan sistem. 

Apabila ingin beralih ke sistem cloud maka pertimbangkan masak-masak, termasuk dari sisi keamanan sistem di layanan cloud tersebut. Pilih yang benar-benar terpercaya dan andal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun