Sejak membaca sinopsisnya dan melihat  posternya,  tanpa menonton video trailer-nya, aku langsung jatuh cinta pada film The Girl Without Hands. Film ini langsung kujadikan salah satu target dalam menikmati ajang Europe on Screen 2018. Aku tak menyesal  jalan ceritanya tak biasa, bikin pengalaman yang berbeda.
Ceritanya berpusat pada sebuah keluarga yang miskin. Mereka, bapak ibu dan anak perempuannya yang beranjak menjadi gadis belia tinggal di sebuah hutan. Mereka bertanam apel.
Si gadis suka naik ke atas pohon, menikmati hawa sejuk dari atas pohon apel. Hingga suatu ketika sungai mengering. Si ayah yang kelelahan menebang pohon merasa lapar dan haus. Ketika mengetahui kehadiran seekor babi, ia pun memburunya. Rupanya babi itu bukan sembarang hewan hutan.
Babi itu punya teman. Sesosok iblis. Iblis itu menawarkan kekayaan. Si ayah langsung setuju. Ia lupa yang ia jual adalah anak gadisnya.
Si ayah, Miller, yang telah dirasuki ketamakan pun berbuat  sedemikian rupa agar si anak perempuannya berhasil diserahkan ke iblis. Hingga suatu saat ia diminta menyerahkan kedua tangan anak perempuannya. Si anak perempuan yang melihat ayahnya sudah demikian terpengaruh iblis pun melarikan diri. Ia pun mengalami berbagai petualangan ajaib. Sementara si iblis terus memburunya.
Film animasi ini kutonton petang tadi di Institut Francais d'Indonesie (IFI) Thamrin dalam rangkaian Europe on Screen 2018 Peminat film ini lumayan banyak, sekitar duapertiga studio yang berkapasitas 160 tempat duduk pun penuh.
Sejak film dibuka dengan cuplikan adegan intro, aku langsung merasa film ini bakal menarik. Gambarnya tidak lazim, tidak seperti animasi pada umumnya yang kutonton. Coretan gambar karakternya itu sebagian di antaranya transparan. Warna-warnanya dalam animasi ini juga dominan cerah, tidak pekat, juga berlapis-lapis seolah-olah menggunakan lukisan cat air.
Pesan moral dalam film ini menarik bagaimana agar tidak mudah terbujuk rayu oleh iming-iming kekayaan. Pesan untuk berpegang teguh pada harapan  meskipun dalam kondisi terburuk pun juga disampaikan lewat sosok si gadis.
Penggambaran sosok iblis dalam film ini menohok. Kadang-kadang ia menyamar sebagai kakek yang bijak. Di tempat lain ia berpura-pura seperti anak kecil yang polos. Penampilan memang bisa menipu.
Satu lagi yang kusukai dari film ini adalah lagu-lagunya. Pas menggambarkan turun naik emosi dalam film ini. Oh ya meskipun jenis filmnya animasi, The Girl Without Hands tergolong film dewasa. Ada adegan kekerasannya di sini yang tidak cocok ditonton anak-anak dan remaja.
Ramenya Antrian Movie Surprise, Apes Tidak Dapat Tiket
Usai menonton aku bergegas keluar studio. Jam 19.30 bakal tayang Movie Surprise di tempat yang sama. Seperti sebelumnya kami harus mengantri terlebih dahulu untuk mendapatkan tiketnya.
Aku kemudian tertegun. Antrian begitu mengular. Ooh itu alasan para penonton animasi tadi banyak yang tidak menonton hingga selesai. Astaga panjangnya antriannya. Aku tidak mengira animonya seperti ini.
Dasar apes. Ketika panitia menghitung jumlah pengantri. Dua antrian di depanku sudah masuk angka 160. Itu berarti aku kehabisan tiket. Waduhhhh sedihnya. Padahal jam tadi baru menunjukkan pukul 18.20 dan film baru tayang pukul 19.30. Tapi tiket sudah ludes. Jadi penasaran seperti apakah film kejutan yang diputar tersebut.
Oh ya besok adalah hari terakhir pemutaran Europe on Screen 2018. Total ada 93 film yang diputar. Besok Kalian masih bisa menikmatinya di berbagai tempat seperti IFI Thamrin, GoetheHaus, Erasmus Huis dan sebagainya. Ajang ini juga digelar di enam kota. Mumpung masih ada waktu hingga besok sayang untuk dilewatkan karena hanya setahun sekali, gratis lagi hihihi.