Aku menunggu. Biasanya Ia akan muncul dihadapanku, saat matahari benar-benar telah menghilang menyisakan gelap yang pekat. Aku bersandar santai pada batang pohon besar. Menghitung napas yang kuhela saat menanti kemunculannya.
Mataku hampir terpejam, ketika kulihat kerlip yang kurindu. Akhirnya Ia datang juga.
"Hai." Sapaan lembut serupa bisik angin.
"Halo. Kau datang..." Jawabku sembari tegak, menyambutnya.
"Hahaha... tentu saja aku datang. Aku merindukanmu. Oh, bungamu mekar."
Sorot matanya berbinar saat memandang bunga yang menghiasiku. Beberapa bunga ungu kecil yang cantik. Aku bangga pada bunga-bunga itu. Dan semakin bangga saat kulihat Ia mengagumi mereka.
Ia mengelilingiku, menikmati bunga-bunga itu dari dekat. Kerlip cahaya menyinari tubuhku. Â Oh... suasana yang sungguh indah. Ia, dengan kerlip indah yang menyilaukanku, ada di sini bersamaku. Aku hanya mampu diam. Membiarkannya menikmati bagian dari diriku, yang Ia kagumi.
"Kurasa, akan lebih cantik jika bunga-bunga itu berwarna putih."
Aku terhenyak. Tak sukakah Ia pada bunga unguku? Melihat reaksiku, Ia melanjutkan.
" Ah, Kau jangan bersedih. Biarkanlah saja warna bungamu ungu. Kau tak dapat merubahnya jadi putih, bukan?" Suara lembut itu... aku menyukainya.
"Tak perlu kau risaukan apa pun yang tidak bisa kau ubah. Cukup kau terima, nikmati dan berbahagia."