Mohon tunggu...
Sridewanto Pinuji
Sridewanto Pinuji Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Blog

Penulis untuk topik kebencanaan dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konflik dan Perubahan Iklim Mengancam Ketahanan Pangan

20 Oktober 2017   11:34 Diperbarui: 20 Oktober 2017   12:05 1967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setelah bertahun-tahun mengalami penurunan, laporan PBB menunjukkan bahwa bencana kelaparan kembali meningkat. Di tahun 2016, 815 juta orang atau 11 persen dari populasi dunia mengalami kelaparan.

Banyaknya bencana seperti banjir, kebakaran lahan dan hutan, pengungsi, dan konflik menunjukkan ketidakstabilan planet Bumi serta makin sulit diprediksi geliatnya. Pemberitaan berbagai bencana itu memenuhi media. Akibatnya, pemberitaan mengenai mereka yang miskin dan kelaparan tidak terlalu banyak dan menghalangi mereka untuk mengakses bantuan pangan yang layak.

Upaya mandiri oleh petani dan peternak untuk memenuhi pangan mengalami kendala. Para petani tidak memiliki akses yang cukup ke layanan perbankan, pasar, atau kredit. Hal ini kerap terjadi karena pemerintahan yang buruk, atau kebijakan yang tidak tepat. Selain itu, faktor suku, jenis kelamin, dan halangan pribadi juga memengaruhi kemampuan petani tersebut.

Penyebab bencana kelaparan lainnya adalah konflik dan ketidakstabilan politik yang meningkat di dunia. Berdasarkan laporan PBB tersebut, 489 juta orang yang kelaparan hidup di wilayah yang mengalami konflik. Sementara itu, lebih dari tiga perempat atau 122 juta anak yang kekurangan gizi hidup di negara yang berkonflik.

Tidak ketinggalan, perubahan iklim juga memperparah konflik dan bencana kelaparan. Dampak perubahan iklim yaitu meningkatnya kejadian bencana topan, makin lama dan seringnya kekeringan, serta hujan yang makin lebat memperparah pertentangan dan kekurangan makan yang terjadi. Di sini terlihat jelas pengaruh perubahan iklim pada kegagalan panen yang pada gilirannya menyebabkan konflik.  

Petani yang tinggal di daerah konflik harus menghadapi tantangan yang sangat hebat. Mereka bisa terusir dari tanahnya, tanaman pangan di lahan-lahan mereka pun bisa rusak, menjadi hambatan untuk mengakses benih, pupuk, dan menjual produk pertaniannya. Lebih lanjut, perang menghalangi petani untuk memperoleh air dan makanan untuk ternak. Akibat lanjutannya adalah terganggunya siklus menanam.

Konflik, perubahan iklim, bencana, ditambah ketiadaan pangan kemudian memicu terjadinya migrasi. Berdasarkan laporan dari PBB tersebut, 64 juta orang terusir dari tempat tinggalnya. Dari jumlah tersebut, lebih dari 15 juta terkena dampak dari konflik yang menyebabkan krisis pangan seperti Syria, Yemen, Iraq, Sudan Selatan, Nigeria, dan Somalia.

Langkah-langkah konkrit perlu dilakukan untuk mengurangi kelaparan yang terjadi di dunia. Misalnya penduduk di perdesaan perlu memiliki cara yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri pada saat krisis. Hal ini berarti perlunya strategi untuk mendukung mata pencaharian penduduk perdesaan yang tangguh, bervariasi, dan terkoneksi.

Berbagai upaya untuk mencapai ketahanan pangan para petani dilakukan dengan meningkatkan varietas tanaman atau ternak, penambahan pupuk, dan berbagai produk lain yang diperlukan. Pendekatan ini penting, namun dapat mendorong petani untuk berfokus pada produk tertentu seperti gandum dan padi. Hanya berfokus pada produk tertentu ini berisiko karena jika petani tidak memiliki benih, pupuk, atau terjadi hujan yang lebat, maka dia tidak memiliki lagi cadangan pangan.

Menghadapi tantangan tersebut, maka berbagai badan pembangunan, NGOs, dan lembaga bantuan bekerja untuk mendukung sistem pertanian tradisional yang beragam. Mereka menyediakan bantuan pembiayaan, keilmuan, dan kebijakan untuk produksi dan pemasaran produk-produk pertanian yang dihasilkan. Tindakan yang memperhatikan kearifan lokal termasuk pangan lokal ini diharapkan dapat menyediakan berbagai nutrisi yang diperlukan oleh penduduk lokal serta mengurangi risiko terganggunya tanaman atau ternak oleh ancaman bencana atau konflik.

Tidak kalah penting, petani perlu diberikan tambahan keahlian agar memiliki mata pencaharian lain selain bertani. Sumber pendapatan lain selain bertani itu bisa menjadi cadangan untuk membeli bahan makan manakala terjadi kegagalan panen. Dengan demikian, maka ketahanan pangan keluarga petani pun tercipta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun