The Centers for Disease Control mendefinisikan Bullying merupakan salah satu bentuk “youth violence” terhadap korban yang melibatkan perilaku agresif yang tidak diinginkan dari seorang pelaku bullying (individu atau kelompok). Inti dari penindasan adalah ketidakseimbangan kekuatan baik yang dirasakan maupun aktual dari status sosial, kekayaan, kekuatan fisik, atau ukuran. Penindasan dapat berulang selama periode waktu tertentu, yang mengakibatkan bahaya fisik, psikologis, sosial, atau pendidikan.
Kriteria bullying yang berkepanjangan membuat korban mengalami perubahan perilaku. Yang berarti psikisnya juga mengalami perubahan. Perilaku bullying meliputi:
1. Bullying atau cedera fisik yaitu berupa mendorong, memukul, atau meludahi korban
2. Pengucilan sosial, mengolok-olok korban, menggoda, menyebut nama dan / atau menghina
3. Ancaman , perusakan properti, membuat korban melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukannya
4. Menyebarkan rumor atau kebohongan tentang korban
Pelaku bullying menyiksa korbannya secara terang-terangan, pribadi, meneror di berbagai platform. Berbagai penyerangan seperti pencemaran nama baik adalah senjata biasa mereka, tetapi media sosial memungkinkan penindas dunia maya mengirim gambar eksplisit kepada korban, atau mengirim gambar korban kepada orang lain. Mereka juga dapat membombardir korban dengan caption pertanyaan macam-macam serta terus-menerus.
Fenomena bullying terjadi di mana saja, entah itiu di kota besar maupun kepelosok kampung, nyatanya ada sebuah kejadian dimana anak SMP yang di bully kakak kelas lantaran masalah pacaran. Dimana pelaku mengajak korban ke tempat yang sepi, lalu pelaku menghabisi korban hingga korban terluka secara fisik hinggal mentalntya. Pelaku melakukan aksinya beramai-ramai bersama teman-temannya. Kejadian itu menjadi viral karena ada salah satu teman pelaku yang bertugas memvideokan aksi pelaku bullying.
Dengan demikian perilaku bullying dapat dikatakan sebagai perilaku yang agresif dikarenakan hal ini sangat melukai hati korban. Efek yang terjadi pada korban yakni : trauma, stress, cemas, merasa tidak berharga, dan gangguan-gangguan mental yang lain. Dimana selalu ada kondisi fisik tidak produktif ketika kondisi mental individu tidak
Kemudian secara perspektif Islam, Tidak ada istilah seperti Pelaku Bullyingyang didiskusikan panjang lebar oleh ilmuwan Muslim tradisional atau modern. Namun diskusi mereka berada pada masalah orang-orang yang tertindas dan tidak diberikan hak-haknya sebagai akibat dari praktik budaya yang merugikan. Bullying adalah bentuk mengganggu atau menindas atau mengambil hak orang lain. Ini juga dapat dianggap sebagai Zulm dalam kata Arab yang digunakan secara bergantian untuk tindakan eksploitasi, penindasan, dan perbuatan salah yang kejam atau tidak adil, di mana seseorang merampas hak orang lain atau tidak memenuhi kewajibannya terhadap mereka sebagai sesama manusia.
Menurut Zaydan (1986) dalam bukunya menyatakan bahwa orang yang melakukan zulm disebut zalimin atau orang yang salah. Dalam fiqh (fiqih) Zalim sering dianggap berlawanan dengan konsep Adl (keadilan) yang menekankan pada perlindungan kebutuhan dasar manusia yaitu agama, kehidupan, garis keturunan, harkat, akal budi dan harta benda. Perlindungan kepentingan ini diakui oleh semua ahli hukum yang juga berpendapat bahwa setiap pelanggaran terhadap kepentingan ini dianggap melanggar hukum dan mungkin merupakan pelanggaran yang dapat dihukum.
Karena itu, pelaku bullying dikaitkan dengan penyerangan dan gangguan terhadap hak orang lain melalui berbagai media online yang dibahas sebelumnya. Islam memberikan pedoman yang jelas dalam kaitannya dengan interaksi dan relasi sosial manusia. Prinsip umum ini disebut Daruriyyat al Khamsah yang mengharuskan setiap Muslim untuk melindungi agamanya (deen), hidup (nafs), akal atau akal (Aql), garis keturunan (Nasl) dan harta (Mal).
Perlindungan prinsip-prinsip ini akan membawa perdamaian dalam masyarakat manusia termasuk perdamaian dalam individu, keluarga dan komunitas pada umumnya. Setiap tindakan mengganggu hak orang lain melalui email, atau pesan dilarang. Sebagaimana Nabi (saw) menyebutkan
“Seorang muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah” (Al-Bukhari).
Hadits ini dengan jelas menggambarkan siapa Muslim sejati. Mereka adalah orang-orang yang aman dan terpercaya, sehingga Muslim lain bisa berpaling dari mereka tanpa keraguan atau kecurigaan. Mereka dapat menitipkan anggota keluarga kepada orang-orang tersebut tanpa rasa takut, karena orang tersebut akan benar-benar aman dari tangan dan lidah orang Muslim.
Kemudian, Jika mereka menghadiri atau bergaul dengan sesama pria dalam pertemuan, orang tersebut dapat pergi dengan keyakinan penuh bahwa tidak ada yang akan membicarakan dia, dan dia juga tidak akan mendengarkan gosip tentang orang lain. Mereka bahkan akan mengorbankan kesenangan spiritual untuk orang lain. Ciri-ciri tersebut membedakan mereka yang bertindak sebaliknya termasuk menyerang hak orang lain dan tidak peka terhadap martabat dan kehormatan orang lain. Jadi tidak ada tempat untuk Pelaku Bullyingdalam konteks ini karena bertentangan dengan nilai-nilai positif yang disebutkan dan diberikan oleh Islam.
Referensi
Che Hasniza Che Noh. (2013). Cyber bullying: A general islamic outlook and response. Advances in Natural and Applied Sciences, 7(3): 215-220.
Dryden-Edwards, R. (2019, July 15). Bullying. Retrieved from MedicineNet: https://www.medicinenet.com/bullying/article.htm
Lubis, L. T., Sati, L., Adhinda, N. N., Yulianirta, H., & Hidayat, B. (2019). Peningkatan Kesehatan Mental Anak dan Remaja Melalui Ibadah Keislaman. Al-Hikmah:Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan, 16(2), 120–129.
Novyarni, N. (2021). The Bullying dan Mental Siswa: Peran Keluarga Dalam Pandangan Islam. BERDAYA : Jurnal pendidikan dan pengabdian kepada Masyarakat , Vol. 3 No. 1.
Rezi, P. (2020). Mental Health And Adolescents Character Development Islamic Perspective. European Journal of Molecular & Clinical Medicine, Volume 7, Issue 11.
Suhaimi. (2015). Gangguan Jiwa dalam Perspektif Kesehatan Mental Islam. An-Nida’: Jurnal Pemikiran Islam, 40(1), 23–30