Mohon tunggu...
Devi Ervika
Devi Ervika Mohon Tunggu... Pacitan ~ Surakarta

My random brain dump with real facts. Happy reading!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lulusan Sarjana Kok Cuma Jadi Tukang Sayur?

15 Juli 2025   23:19 Diperbarui: 15 Juli 2025   23:19 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.forbes.com/sites/michaeltnietzel/2021/02/22/new-from-us-census-bureau-number-of-americans-with-a-bachelors-degree-continues-to-grow/

"Lulusan sarjana kok cuma jadi tukang sayur?"
Kalimat ini saya dengar sore tadi, keluar dari mulut salah satu ibu-ibu komplek yang lagi asik rumpi sambil duduk-duduk depan rumah. Yang mereka bicarakan bukan saya, tapi seseorang yang katanya lulusan S1 tapi sekarang jualan sayur keliling. Saya cuma lewat waktu itu, tapi jujur, kalimat itu langsung nancep di kepala saya.

Nggak tahu kenapa, saya ngerasa nggak nyaman dengernya. Mungkin karena saya juga pernah ngerasain gimana sulitnya cari kerja setelah lulus. Atau karena saya tahu, jadi tukang sayur itu bukan hal hina, apalagi kalau itu yang bikin seseorang bisa tetap hidup, bahkan sukses.

Realita Lapangan Kerja Nggak Semulus Harapan

Saya lulus kuliah juga dengan harapan bakal kerja kantoran, punya gaji tetap, dan bisa banggain orang tua. Tapi kenyataan di lapangan jauh banget dari yang dibayangkan. Lowongan banyak, tapi saingannya lebih banyak lagi. Ada yang cocok sama jurusan saya, tapi gajinya nggak cukup buat hidup layak. Ada juga yang gajinya lumayan, tapi syaratnya mustahil banget dipenuhi.

Itulah kenapa waktu dengar ada sarjana yang akhirnya memilih jualan sayur, saya nggak kaget. Justru menurut saya itu langkah realistis. Kalau kerja kantoran gajinya pas-pasan, sedangkan jualan sayur bisa bawa pulang penghasilan lebih besar, kenapa harus gengsi?

Jualan Sayur Bukan Pilihan Terpaksa, Tapi Jalan yang Layak Dihargai

Orang sering mikir, kalau lulusan sarjana ujung-ujungnya dagang, berarti dia gagal. Padahal nggak semua orang punya jalur sukses yang sama. Ada yang pakai jas di gedung tinggi, ada yang pakai celemek di pasar, dan yaa dua-duanya tetap kerja keras. Dan saya yakin, orang yang jualan sayur itu juga bukan tiba-tiba milih jalan itu tanpa usaha lain. Pasti udah banyak hal yang dicoba sebelumnya.

Yang lebih penting, dia nggak nganggur, nggak nyusahin siapa-siapa, dan bisa mandiri. Harusnya itu udah cukup buat dapat respek.

Gelar Sarjana Bukan Jaminan, Bukan Juga Batasan

Sering banget orang nganggep gelar sarjana itu kayak stempel "harus sukses versi mainstream". Padahal, gelar itu cuma salah satu alat. Mau dipakai buat kerja kantoran, buka usaha, ngajar, atau dagang, semuanya sah dan layak dihargai. Menjadi tukang sayur setelah lulus S1 bukan berarti ilmunya sia-sia. Bisa jadi, justru dengan ilmu itu dia ngatur stok lebih rapi, ngerti pemasaran lebih baik, dan akhirnya usahanya lebih berkembang.

Jadi kalau ada yang nyinyir, mungkin mereka belum pernah ngerasain rasanya mikirin besok makan apa kalau hari ini nggak dapet uang. Atau bisa jadi ya mereka tutup mata sama realita dunia.

***

Saya nggak kenal sama tukang sayur yang ibu-ibu omongin sore itu. Tapi kalau suatu hari saya ketemu dia, mungkin saya akan bilang "Kamu keren, Mas/Mbak." Karena bisa berdiri di tengah realita yang keras, dan tetap berusaha cari jalan hidup yang halal, itu nggak semua orang bisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun