Mohon tunggu...
deviana
deviana Mohon Tunggu... Guru

Pikiran adalah samudra yang luas, dan penjelajah pikiran adalah mereka yang berani menyelam ke dalamnya, menemukan inspirasi, dan mengubahnya menjadi cerita yang memikat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu Yang Tak Sampai

14 Mei 2025   23:00 Diperbarui: 14 Mei 2025   23:09 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah kota kecil yang dikelilingi perbukitan hijau, hidup seorang gadis yang bernama Rena. Ia seorang pelukis yang dikenal dengan karya-karyanya yang penuh warna dan kehidupan. Setiap guratan kuasnya mampu menceritakan kisah, seolah-olah ia menuangkan jiwanya ke dalam setiap lukisan. Namun, ada satu hal yang tak pernah ia ceritakan kepada siapapun, satu bagian dari hatinya yang ia sembunyikan di balik senyumnya yang cerah.

Rena tinggal bersama neneknya, seorang wanita tua yang penuh kasih sayang dan perhatian. Sejak kecil, Rena tak pernah mengenal kedua orang tuanya. Ia hanya tahu bahwa ibunya meninggalkannya ketika ia masih bayi, dan ayahnya pergi entah kemana tanpa pernah kembali. Neneknya selalu berkata, "Mereka pasti punya alasan, Rena. Jangan pernah membenci mereka"

Namun, bagaimana mungkin ia tidak merasa kosong? setiap kali melihat teman-temannya datang ke sekolah bersama orang tua mereka, ia hanya bisa menunduk, berpura-pura tidak peduli. Setiap malam, ia sering kali menatap langit dari jendela kamarnya bertanya-tanya apakah ibunya pernh memikirkannya, apakah ayahnya masih mengingat namanya.

Rena tumbuh menjadi remaja yang mandiri, tapi ada sesuatu yang terasa hilang. Ia mencoba mengisi kekosongan itu dengan melukis. Ia melukis langit senja, wajah-wajah bahagia, hingga pemandangan yang ia impikan. Tapi, di dalam hatinya, ada satu lukisan yang tak pernah ia buat. Sebuah lukisan yang ia takutkan_wajah ibunya.

Suatu hari, ketika ia sedang membersihkan loteng rumah neneknya, Rena menemukan sebuah kotak kayu tua yang tersembunyi di sudut. Kotak itu penuh dengan debu, tapi ada sesuatu yang membuatnya ingin membuka. Ketika ia membuka tutupnya, ia menemukan kumpulan surat yang usang, surat-surat yang di tulis oleh ibunya 

Tangannya gemetar saat membaca surat pertama. Tulisan tangan ibunya rapi, tapi penuh dengan emosi.

"Untuk anakku, Rena.

maafkan aku karena meninggalkanmu. Aku tidak pernah ingin ini terjadi, tapi hidup terkadang memaksaku mengambil pilihan yang sulit. Aku mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini. Tapi aku tidak bisa memberimu kehidupan yang layak, dan itulah mengapa aku pergi, berharap nenekmu bisa merawatmu lebih baik daripada aku."

Air mata Rena jatuh tanpa suara. Ia membaca surat demi surat, semuanya penuh dengan penyesalan, cinta, dan rindu. Ibunya menulis tentang bagaimana ia selalu memikirkan Rena setiap hari, bagaiman ia berharap bisa memeluknya lagi suatu saat nanti. 

Namun, di surat terakhir, ada sesuatu yang berbeda.

"Rena,

Aku tidak tahu apakah aku punya cukup keberanian untuk menulis ini, tapi aku harus melakukannya. Aku sedang sakit, dan aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan. Jika suatu hari kau membaca ini, aku ingin kau tahu bahwa aku tidak pernah berhenti mencintaimu. Kau adalah harapanku, bahkan ketika aku tak bisa ada di sisimu. Terima kasih telah datang kedalam hidupku, meski hanya sebentar. Aku berdoa agar kau tumbuh menjadi wanita yang kuat dan penuh kasih. Selalu ingat, kau adalah bagian terbaik dari diriku.

Ibumu".

Rena menangis sejadi-jadinya. Hatinya hancur, tapi juga penuh dengan kehangatan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia memeluk surat-surat itu, seolah-olah bisa merasakan ibunya di sana, di sampingnya.

Hari-hari setelah itu, Rena mulai melukis sesuatu yang berbeda. Ia melukis sosok seorang wanita dengan wajah lembut dan senyuman hangat. Ia melukis ibunya, bukan dari foto atau ingatan, tapi dari setiap kata yang ia baca dalam surat-surat itu. Ia melukis dengan air mata, dengan cinta, dengan rindu yang tak pernah sampai.

Lukisan itu menjadi karyanya yang paling indah. Orang-orang yang melihatnya selalu bertanya, "Siapa dia?"

Rena hanya tersenyum dan menjawab, "Dia adalah seorang yang selalu ada,  meski tidak pernah di sini."

Dan setiap kali ia memandangi lukisan itu, ia merasa bahwa ia tidak pernah benar-benar sendiri. Cinta ibunya selalu ada, tersembunyi di balik waktu yang tak pernah berpihak, tapi tetap hidup dalam setiap detak jantungnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun