Mohon tunggu...
DEVA SEPTANA
DEVA SEPTANA Mohon Tunggu... Journalist

dseptana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary

Zodiak Bukan Takdir Hidupmu

8 Mei 2025   19:44 Diperbarui: 8 Mei 2025   19:44 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Jika kamu hari ini sempat cek ramalan zodiak lalu batal nembak gebetan karena "Venus sedang retrograde," tenang---kamu tidak sendirian. Olivia (27), seorang pengguna setia aplikasi astrologi Co-Star, sudah menjadikan horoskop sebagai kompas hidup. Bukan karena dia tak tahu bedanya Pluto dan Plutok, tapi karena---katanya---deskripsi zodiaknya "aku banget."

Fenomena ini tidak cuma milik Olivia. Berdasarkan data Pew Research Center dan Ipsos, lebih dari 80% orang dewasa global tahu zodiaknya, dan hampir separuh Gen Z serta milenial di AS pernah membaca ramalan bintang dalam tiga bulan terakhir. Bahkan, industri astrologi digital bernilai lebih dari USD 2,2 miliar per tahun menurut laporan dari IBISWorld (2024). Astrologi bukan cuma hidup---dia hidup sehat, langsing, glowing, dan sering masuk FYP.

Zodiak, tarot, MBTI, hingga garis tangan kembali nge-hits di kalangan muda yang hidup dalam dunia penuh tekanan: dari skripsi mangkrak, atasan micromanage, harga kopi yang naik terus, sampai ketidakpastian romansa pasca ghosting berjamaah. Siapa yang tak butuh pencerahan saat hidupmu lebih misterius dari ending film Nolan?

Kenapa Bisa Sebegitu Laris?
Alasan paling utama: cocoklogi. Olivia merasa horoskopnya pas banget menggambarkan dirinya: sensitif, menghindari konflik, dan people pleaser. Padahal, menurut psikologi, itu namanya Barnum Effect---ketika seseorang merasa deskripsi umum terasa sangat personal. Siapa sih yang tidak pernah merasa dirinya "unik tapi pengertian", "mandiri tapi sayang keluarga", atau "kadang introvert kadang ekstrovert tergantung mood dan cuaca"?

Selain itu, ada juga bias konfirmasi, seperti yang dialami Esti (27). Ia merasa MBTI-nya (INFJ katanya) sangat menggambarkan dirinya. Padahal, hari ini INFJ, besok bisa ENFJ. Sama seperti mood, hasil MBTI juga bisa berubah tergantung kapan kamu tidur, seberapa stres kamu, atau apakah kamu baru saja bertengkar dengan tukang parkir.

Tapi kenapa tetap percaya? Jawabannya: manusia suka banget merasa dimengerti, bahkan oleh bintang-bintang yang jaraknya 3.000 tahun cahaya dari Jakarta Selatan.

Apakah Ini Salah?
Ya dan tidak. Ada spektrum kepercayaan. Ada yang percaya penuh, ada yang pakai untuk hiburan. Seperti Esti yang bilang, "Buat seru-seruan aja." Tapi ada juga seperti Izad (25), yang langsung mengernyit begitu dengar kata "zodiak". Bagi dia, kepribadian dibentuk oleh banyak faktor lain: lingkungan, kelas sosial, pendidikan, hingga pengalaman hidup. "Masa karena saya Gemini langsung dibilang dua muka?" tanyanya sambil mengunyah keripik pisang dengan kesal.

Izad punya poin valid. Menurut teori psikologi sosial, kepribadian seseorang dipengaruhi oleh faktor genetik (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Artinya, waktu lahir kamu mungkin hanya berpengaruh ke siapa presiden saat kamu lahir, bukan ke apakah kamu akan cocok jadi content creator atau PNS.

Apakah Berbahaya?
Jika kamu hanya sekadar membaca horoskop sebagai motivasi pagi (atau pengingat untuk tidak mengirim chat panjang ke mantan), mungkin tidak masalah. Tapi saat kamu mulai menolak vaksin karena "Mars sedang tidak harmonis", di situlah masalahnya.

Studi dari Yoshimasa Majima (2020) menunjukkan bahwa mereka yang percaya pada pseudosains lebih cenderung menggunakan sistem berpikir cepat (Tipe 1)---otomatis, intuitif, dan rentan terhadap bias. Bandingkan dengan sistem berpikir lambat (Tipe 2) ala Daniel Kahneman: analitis, kritis, dan lebih tahan hoaks.

Dan ternyata, cara berpikir astrologis ini bisa membawa dampak panjang. Filsuf Jerman Theodor Adorno dalam studinya soal The Authoritarian Personality menyebut bahwa astrologi mendorong pola pikir konformitas, pasrah pada nasib, dan "ditakdirkan begini"---pola pikir yang menurutnya bisa membuka jalan bagi otoritarianisme. Serem, kan? Dari baca zodiak bisa nyasar ke fasisme!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun