Mohon tunggu...
Desy Putri Ratnasari
Desy Putri Ratnasari Mohon Tunggu... Ilmuwan - Researcher

Research Assistant at Center for Bioethics & Medical Humanities FKKMK UGM.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menjadi Bioethicist Muda di Indonesia itu Tidak Mudah

19 Juli 2021   16:43 Diperbarui: 22 Juli 2021   13:55 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bioethicist. Sumber: Freepik.com

Dunia saat ini adalah dunia kolaborasi, bukan dunia kompetisi. Begitupun dengan ilmu pengetahuan yang sudah ada sejak jaman dahulu kala dan berkembang menjadi ilmu-ilmu terapan yang dapat menjawab tantangan zaman yang sebetulnya ujung daripada kebermanfaatan itu adalah untuk umat manusia. Berbicara konteks manusia memang tidak mudah, tetapi tujuan yang dibicarakan adalah manusia yang satu dan sama. 

Oleh karena itu, diperlukan suatu disiplin ilmu yang menghubungkan nilai-nilai etis, agama, budaya, hukum, dan sebagainya dan tentunya pemahaman biologis-medis. 

Kita sudah memiliki banyak pakar bioethicist senior yang telah memprakarsai dan memulai kajian ataupun workshop bioetika sejak tahun 2000-an, tetapi untuk menjadi the youngest bioethicist itu bukanlah hal yang mudah. 

Bioetika sebagai kajian cross-cutting issue yang nantinya diharapkan dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang yang sudah semakin canggih terlebih dengan beberapa contoh teknologi Artificial Intteligence (AI), Clusteres Regularly Interspaced Short Palindromic Repeat (CRISPR) Cas-9 gene editing untuk mendesain bayi dan penyakit genetik, microchip yang ditanamkan di otak manusia, dan lain sebagainya.

Sebagai seorang saintis, saya memiliki kewajiban untuk memberikan ilmu pengetahuan yang saya ketahui. 

Melalui tulisan ini saya ingin mengatakan bahwa menjadi bioethicist muda dan terkendala sumber daya manusia untuk menjadi bioethicist atau sekdar menjadi ilmuwan yang terbaik di bidangnya masih sangat sulit berkontribusi untuk negerinya walaupun pada kenyataannya Indonesia memiliki anak-anak muda ilmuwan yang mumpuni tetapi seringkali tidak dihargai yang katanya di negerinya sendiri, sehingga saat pandemi seperti ini, orang-orang kelimpungan, mereka yang bukan terbaik di bidangnya malah menjadi seolah-olah ‘ahli’ di bidangnya dan memimpin apa yang seharusnya bukan menjadi bagiannya. 

Miris memang. Berkata ilmuwan sederhana saja tidak usah muluk-muluk menjadi bioethicist masih sangat diragukan di tanah airnya sendiri, lalu bagaimana dengan nasib bioethicist yang masih abstrak di negeri kita ini?

Sudah seharusnya, pada masa sekarang ini, pendekatan interdisipliner dan multikultural harus semakin masif dijalankan oleh berbagai pihak sebab manusia pada dasarnya adalah makhluk yang multidimensi sehingga pendekatan hanya dari satu sisi saja tidak akan cukup dan memuaskan, dan orang-orang yang seharusnya profesional di bidangnya adalah yang dapat merawat kekayaan bangsa kita ini. 

Semakin ke sini, kehidupan manusia semakin kompleks sehingga dibutuhkan duduk bersama antara para ilmuwan dan pemangku kebijakan untuk dapat memecahkan permasalahan bangsa yang juga harus melibatkan berbagai macam pendekatan. 

Menjadi bioethicist muda adalah salah satu langkah sekaligus peluang untuk melihat berbagai persoalan secara holistik dengan saling membutuhkan dan menyumbang agar saling memperkaya sampai kepada tujuan kebaikan manusia dan juga dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun