Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Tren Tagar #KaburAjaDulu Cermin Ketidakhadiran Negara

21 Februari 2025   02:31 Diperbarui: 21 Februari 2025   02:31 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan jagad maya diramaikan dengan tagar #KaburAjaDulu yang dilakukan oleh anak muda Indonesia.  Hastag ini muncul seiring sejumlah kebijakan pemerintah yang belakangan ini tidak terlihat memihak kepada rakyat.  Bentuk kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan keadilan di dalam negeri.

Ironisnya, ada pejabat di negeri ini merespon nyeleneh dan mempertanyakan rasa nasionalisme.  Bahkan ada juga yang mengatakan untuk tidak kembali.  Terakhir seorang influencer yang kini menjabat sebagai staf khusus yang notabene dari golongan muda justru datang dengan solusi mengganti hastag menjadi #PergiJadiMigranPulangJadiJuragan.  Menurutnya ini lebih positif.  Tragis kalau ini menjadi solusi, karena bukan itu esensinya.

Perlu diketahui bahwa bekerja di luar negeri tidak menjadikan kita tidak nasionalis.  Nasionalis tidak diukur dari kewarganegaraanya atau bendera merah putih.  Tetapi dari apa yang dilakukan dan dibuat untuk Indonesia.  Meskipun keberadaannya tidak di tanah air, atau bahkan secara hukum "passport" tidak lagi seorang warga negara Indonesia karena alasan tertentu sekalipun.

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah satu bukti nasionalisme yang nyata.  Mereka dijuluki pahlawan devisa.  Menurut antara.com TKI menjadi penyumbang devisa terbesar kedua di Indonesia dengan angka Rp159,6 triliun per tahun.  Devisa yang membantu roda perekonomian di tanah air ini berputar.  Lalu apakah kita akan mengatakan mereka tidak nasionalis?  Sementara secara tidak langsung pembangunan di negeri ini juga karena peran mereka. 

Gaung #KaburAjaDulu yang ramai dikalangan muda seharusnya menjadi alarm para petinggi yang dipercaya rakyat di negeri untuk berpikir, "Apa yang harus dikoreksi" dari kami?  Ketimbang meresponnya dengan sinis.

Tagar #KaburAjaDulu adalah sikap kritis dan sindiran generasi muda terhadap situasi sosial politik yang terjadi di tanah air.  Mereka menangkap negara "tidak" hadir di dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi rakyat.  Ini yang menjadi esensi!  Jadi bukannya dengan mengganti hastag ataupun "mengusir" halus golongan muda ini.

Pengetahuan dan wawasan mereka mencerna pada kekhawatiran bahwa efisiensi anggaran akan menyebabkan masa depan pendidikan terancam.  Bahwa gaung efisiensi nyatanya tidak terlihat pada kabinet pemerintahan yang sekarang.  Bahkan cenderung semakin gemuk.  Kemudian korupsi dibiarkan tumbuh subur, PHK, pajak, kenaikan bahan pokok, penggangguran dan banyak hal lainnya yang semuanya ujung-ujungnya rakyat dikorbankan.  Singkatnya, situasi yang terbaca adalah dijajah oleh bangsanya sendiri.  Serta fakta kehidupan di Indonesia terancam stagnan.

 

Padahal negeri ini, Indonesia adalah negara demokrasi.  Artinya, menempatkan kekuasaan atau kedaulatan berada di tangan rakyat.  Ironisnya, justru rakyat kehilangan tempat di negerinya sendiri.  Inilah kenapa gaung #KaburAjaDulu menjadi nyaring karena golongan muda khususnya melihat tidak ada masa depan di negeri ini.  Maka jika kondisi ini dibiarkan berlanjut, impian Indonesia emas hanya isapan jempol.

Padahal sebagai golongan muda, mereka mempunyai mimpi untuk hidup lebih baik yang harus diwujudkan pastinya.  Katakanlah setidaknya untuk diri dan orang tuanya.  Buat apa bertahan di negeri sendiri kalau tidak membuat kehidupan diri dan keluarganya menjadi lebih baik.  Lalu apakah menjadi bijak dan nasionalis memilih menganggur asal di Indonesia?  Sementara kehidupan di negeri ini semakin mencekik rakyatnya.  Sesederhana itu saja harusnya disikapi oleh mereka yang telah berkomentar sinis.

Mereka golongan muda ini sadar di luar negeri kualitas hidup lebih baik dalam hal jaminan sosial, pendidikan, kesempatan kerja dan juga kebebasan dalam berekspresi.  Harusnya di sini negara hadir, karena mereka adalah generasi emas yang diharapkan mewujudkan Indonesia emas nantinya.  Tetapi yang terjadi negeri ini membiarkan kehilangan talenta-talenta yang harusnya dapat membawa Indonesia menjadi lebih maju.  Ketidakpastian di dalam negeri telah mendorong golongan muda mencari kehidupan lebih baik di negeri orang.

Lalu apakah menjadi soal jika menjadi warga kelas dua di negeri orang seperti komentar salah satu petinggi negeri ini?  Rasanya tidak perlu sesinis itu, karena di Indonesia pun tidak menjadi warga kelas satu.  Di negeri ini kelas satu hanyalah milik petinggi, orang pemerintahan dan oligargi.

Tetapi dengan menjadi guru, buruh atau pekerja di kebun sekalipun nyatanya kehidupan mereka di negeri orang banyak yang jauh lebih baik.  Tidak menutup juga ada lapangan pekerjaan untuk kalangan profesional dengan keahlian khusus misalnya.  Tanpa harus menjadi warga negara kelas satu sekalipun.

Lalu bagaimana dengan nasionalisme?  Faktanya, mereka yang bekerja di luar tidaklah melupakan tanah air.  Kebanyakan dari mereka bekerja di luar, mengirim uang untuk keluarganya.  Kiriman inilah yang kemudian membantu untuk biaya pendidikan keluarganya, membeli tanah, memperbaiki kehidupan keluarga di tanah air, bahkan membuka lapangan pekerjaan di tanah air.

Belum lagi jika bicara tentang prestasi ataupun pencapaian mereka yang bekerja di luar negeri.  Kita sebut nama Damar Canggih Wicaksono, anak pelawak mendiang Dono Warkop yang kini bekerja di Jerman sebagai ahli nuklir.  Apakah ini tidak mengharumkan nama Indonesia?  Kemudian kita juga mengenal Anggun C. Sasmi penyanyi Indonesia yang telah berganti kewarganegaraan Prancis sekalipun tetapi selalu bangga mengatakan pada dunia "Saya orang Indonesia."  Apakah ini tidak nasionalis?

Oooo..... mereka itu nama-nama besar!  Baik, kebetulan saya pernah mengenyam pendidikan dan bekerja di luar negeri.  Berbekal kemampuan menari tradisional, saya bangga memperkenalkan budaya Indonesia ketika itu.  Saya mengetahui pasti banyak keluarga Indonesia dan anak Indonesia yang belajar dan bekerja di negeri orang selalu bangga mengatakan "Saya orang Indonesia, I am Indonesian."  Menurut saya, menjaga nama baik dengan berprilaku baik selama berada di negeri orang adalah satu bentuk nyata nasionalisme.  Nasionalisme adalah dengan tidak melukai Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun