Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Korupsi dan Kegagalan Dunia Pendidikan

29 Agustus 2022   19:19 Diperbarui: 29 Agustus 2022   19:42 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://osc.medcom.id/

Kasus suap Rektor Unila senilai total Rp 7,5 miliar dalam seleksi masuk perguruan tinggi ibaratnya apes karena ketahuan.  Serupa tapi tak sama, penyimpangan dalam institusi pendidikan bak rahasia umum tahu sama tahu.

  Singkatnya, "berjudi" semoga tidak terpeleset..  Kenapa demikian, karena jelas pelaku yang "bermain," baik penyuap dan penerima nominal fantastis tersebut pastinya bukan dari kalangan biasa.  Tepatnya, kalangan intelektual yang notabene sadar selangit menyuap adalah sebuah pelanggaran hukum.

Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memang memiliki magnet.  Baik anak dan parahnya orang tua serasa derajatnya naik ke langit ke-7 jika anaknya diterima di PTN.  Faktanya harus diakui memanglah tidak mudah menembus negeri.  Dibutuhkan nyali dan effort yang totalitas pantang menyerah.

Sejauh ini kita ketahui proses penerimaan mahasiswa di PTN terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu:

  • Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) atau dikenal juga sebagai jalur undangan.  Dimana seleksinya berdasarkan raport 5 semester, dan kuota masing-masing SMA.  Sebagai contohnya, untuk SMAN berakreditasi A memiliki kuota 40% di PTN
  • Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) atau Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang dilakukan serentak oleh lembaga penyelenggara tes, Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT).  Disini pesaing tidak hanya di tahun berjalan, tetapi juga 2 angkatan sebelumnya masih memiliki peluang mengikuti.  Intinya kesempatan mengikuti UTBK diberikan total 3 kali untuk setiap anak.  Tahun ini gagal, maka bisa mencoba peruntungan di tahun berikutnya, dan selanjutnya.
  • PPKB dan Talent Scouting UI merupakan jalur seleksi berdasarkan nilai akademik rapor yang melibatkan peran sekolah.  Kesempatan ini biasanya ditawarkan oleh guru BK kepada mereka yang tidak berhasil diterima lewat jalur undangan, dan ada biaya pendaftaran untuk ini.
  • SMM PTN-Barat atau Seleksi Mandiri Masuk PTN-Barat, adalah seleksi masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur mandiri yang dilaksanakan sejumlah universitas negeri di wilayah barat.
  • Jalur Mandiri, sebagai contohnya:
  • SIMAK UI atau Seleksi Masuk Universitas Indonesia adalah jalur mandiri menggunakan tes tulis untuk calon mahasiswa Reguler dan Paralel.
  • UTUL atau Ujian Tulis UGM
  • Berbagai jalur mandiri yang diselenggarakan PTN, baik melalui jalur raport, nilai UTBK, bahkan prestasi.

Wuihhh...ngeri khan, betapa sengitnya untuk bisa tembus PTN!  Kegagalan di jalur undangan, mungkin bisa terobati di UTBK.  Jikapun gagal kembali, masih ada jalur mandiri yang menanti.  Hanya saja ingat kocekpun harus siap dirogoh hingga ke dasar paling dalam karena pendaftaran jalur mandiri cukup membuat meringis.  Tetapi, anggaplah ini harga yang harus dibayar demi bangku PTN favorit.

Namun menjadi tujuh keliling ketika jalur mandiri mematok nominal fantastis untuk uang pangkal misalnya.  Kita ketahui, ini banyak terjadi padi prodi Kedokteran, yang walau kuota selalu sedikit tetapi tetap menggiurkan.  Hingga sebagian orang tua "gelap mata" siap untuk tembus nominal ratusan juta demi buah hati menjadi anak FK (Fakultas Kedokteran). 

Belum lagi kita bicara mengenai UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang formula racikannya berbeda satu anak dan lainnya dengan berbagai pertimbangan pastinya.  Ngerinya lagi, jika ini harus dibayarkan langsung alias tidak boleh bertahap karena pertimbangan tertentu.

Singkat cerita, peredaran uang di institusi pendidikan nyatanya cukuplah menggoda.  Tetapi sebenarnya tidak hanya bicara jalur mandiri saja.  Bayangkan, bagaimana dengan joki yang coba diingkari, dianggap tidak ada di UTBK?   

Sementara konyolnya, tawaran joki UTBK ini ramai malang melintang di Instagram ketika musim UTBK.  Logikanya, lha...apa iya tidak ada yang tergoda menggunakan jasa mereka?  Terlebih terang-terangan terdapat postingan "capture" beredar di dunia maya menggambarkan aktivitas joki.

Masih perlukah menanyakan lagi, emang ada yang menggunakan jasa joki?  Wallahualam, hanya dirinya dan Dia yang tahu.  Tetapi angin berhembus, kisruh joki selalu ramai, seramai bantahan bahwa ini tidak ada.  Tanpa ada penyelesaian yang jelas dari panitia UTBK dan terulang untuk di tahun berikutnya.  Inilah yang kembali ramai pada UTBK 2022 ini.  Menyedihkan, pastinya sangat!

Bayangkan, anak-anak yang telah belajar habis-habisan, dan kemudian merasa dicampakkan dan kehilangan percaya diri.  Mereka yang merasa yakin bisa mengerjakan.  Apalagi berbekal nilai Try Out (TO) cetar dari bimbel terpercaya, dimana dirinya selalu ranking 1, nyatanya harus terjun bebas mendapatkan zonk.

Disinilah Mandiri jadi jawaban, tampil sebagai dewa penyelamat!   Keadilan untuk anak-anak yang kecewa.  Terlepas karena dirinya asli gagal, ataupun karena faktor Joki yang bekerja sempurna sesuai pesanan si pemberi order.  Kejam sih, gegara joki ada anak yang kehilangan bangkunya, karena dikalahkan rupiah!  Uuuppss...maaf, apakah ini korupsi?  Menurutku, iya!

Korupsi di institusi pendidikan bukan hal baru.  Korupsi halus atau kecil-kecilan bahkan malang melintang sadar atau tidak disadari.  Misalnya, pesan halus mau wali kelasnya siapa, ataupun mau sekelas dengan siapa saja.  Ada ongkosnya? 

Heheh...tanyakan saja pada rumput yang bergoyang atau dinding yang diam tapi menjadi saksi.  Singkatnya, pengertian adalah jawaban biasnya.  Tidak hanya itu, bentuk-bentuk gratifikasi pun kerap terjadi dengan pembenaran,"Ini ucapan terima kasih.  Kita peduli dengan sekolah dan lain sebagainya."  Hahahah...padahal kita tahu gratifikasi yah sepupunya korupsi!

Kembali kepada pemberitaan celah korupsi pada jalur mandiri, pada hakekatnya tergantung individunya.  Serta kembali kepada nilai institusi pendidikan, apapun tingkatannya.  Sebab korupsi menyangkut moral, dan tidak cukup dengan boleh dan tidak boleh di mata hukum.  Setidaknya inilah beberapa penyebab terjadinya korupsi atau seseorang tergoda korupsi, yaitu:

  • Sifat tamak/ rakus
  • Gaya hidup konsumtif ataupun gensi
  • Moral atau nilai yang dianut

Jika kita kaitkan satu saja sebagai contoh, misalnya nilai yang dianut.  Kita tahu baik secara agama maupun pendidikan kita sangat paham korupsi sama saja mencuri hak atau milik orang lain.  Tetapi nyatanya dilakukan juga, yang bisa saja karena rakus dan tidak puas dengan apa yang dimiliki sekarang.  

Sedangkan si pemberi "modal" dalam hal ini orang tua yang ngebet anaknya ingin di PTN, pun kurang lebihnya sama.  Minus moral, rakus dan terjebak gaya hidup karena faktor gensi.

Tetapi semua akan mulus jika pendidikan sukses membentuk karakter.  Menjadi cermin yang tidak hanya mencetak secaran intelektual tetapi juga membentuk manusia utuh.  Pendidikan yang tidak mengajarkan lembar demi lembar halaman buku.  

Tetapi pendidikan yang mencetak manusia berkarakter, siap bertarung, berani maju, memiliki empati dan jujur pada diri sendiri serta lingkungan.   Singkatnya menurut kamus diriku, jika tidak bisa menjadi berkat, maka jangan menjadi beban.  Kemana negeri ini dibawa jika institusi pendidikan saja tercemar akhlaknya!

Sumber:

https://regional.kompas.com/read/2022/08/26/104223178/suap-rektor-unila-rp-75-miliar-pengacara-tak-ada-niat-memperkaya-diri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun