Menghormati keberagaman dan teman-teman yang merayakan Isra Miraj, merupakan satu dari berkat tinggal di negeri ini. Â Kita dengan keyakinan masing-masing menjadi belajar dan mengenal keyakinan lainnya. Â Lebaran di negeri ini misalnya, satu dari perayaan keagamaan sahabat Muslim yang euforia juga dirasakan oleh non-Muslim. Â Ngaku, aku salah satunya, karena selalu kecipratan ketupat beserta teman-temannya. Â Asyiiiikk...dan mantap!
Lalu bagaimana dengan Isra Miraj yang menurut sahabat Muslim merupakan peristiwa penting dan agung dalam sejarah Islam, perjalanan hidup Nabi Muhammad. Â Dimana Nabi Muhammad melakukan perjalanan dalam semalam dari Mekah ke masjid terjauh, yaitu Masjid Aqsa di Yerusalem. Â Lalu naik ke surga, dimurnikan dan diberi perintah bagi umat Islam untuk sholat lima kali sehari.
Sebagai non-Muslim aku jauh dari memahami. Â Pendapatku, inilah bentuk keikhlasan dan kepatuhan Nabi Muhammad kepada sang pencipta. Â Bukan perjalanan yang mudah, karena banyak hal yang ditemui Nabi Muhammad sebelum akhirnya mendapatkan amanah perintah sholat lima kali sehari yang kini dijalankan umat Islam sebagai kewajiban. Â Mengingat dan melibatkan Dia di setiap waktu, dan bukan larut dalam kesibukan dunia mengejar harta.
Mari kita jujur, seberapa pernah kita sungguh datang tersungkur dengan hati? Â Bukan karena rutinitas, tetapi karena rindu Dia. Â Banyak manusia hanya mengingat Dia ketika di kondisi lemah, sakit, dan kecewa. Â Tetapi ketika di kondisi nyaman, Dia begitu mudah dilupakan oleh manusia. Â Lebih ngerinya lagi, datang hanya karena formalitas.
Aku mencoba melihat pandemi ibarat sebuah perjalanan. Â Perjalanan yang menampar, dan membuka mata, kita ini bukan siapa-siapa tanpa Dia. Â Bahwa ternyata harta dan kekayaan yang kita miliki tidak bisa membeli keselamatan, tidak bisa membeli nyawa! Â Tua dan muda, laki-laki atau perempuan, apapun agama dan jabatan serta kaya dan miskin tersungkur di kaki Tuhan! Â Pandemi membuktikan manusia nothing!
Kilas balik di awal Indonesia menghadapi Covid, banyak kesombongan dipertontonkan karena merasa harta menjamin keselamatan. Â Memborong seisi toko demi menimbun makanan. Â Betapa mengerikannya sifat manusia karena dipikirannya hanya kenyang diri sendiri. Â Sementara di luar sana banyak orang kekurangan, yang untuk makan sederhana saja sulit.
Setahun sudah Covid bertamu di negeri ini. Â Bercampur aduk segala bentuk rasa yang menguras airmata dan kesabaran. Â Tetapi apakah tidak ada yang hal baik yang bisa kita pelajari?
Harusnya pandemi menjadi perjalanan yang menghantam dan membuat kita menjadi manusia lebih baik. Â Inilah yang akhirnya terlihat saat manusia tersungkur di kaki Tuhan, bahwa:
- Pandemi membuat orang mencari Tuhan, datang dengan hati dan berserah
- Pandemi membuat manusia berempati dan saling berbagi.
- Pandemi menyadarkan bahwa harta bukan segalanya, karena terbukti tidak bisa membeli nyawa.
- Pandemi mengubah sosok manusia menjadi merendahkan hatinya
Pandemi adalah perjalanan anak manusia ketika hatinya dimurnikan bagi yang mau. Â Kita lihat saja, jika sebelum pandemi tidak pernah kita mensyukuri kesempatan bertemu teman. Â Kita tidak pernah rindu Tuhan, dan kita tidak pernah terusik dengan penderitaan orang lain.
Tetapi saat pandemi mengurung dan membatasi ruang gerak, hati kita merasa kehilangan. Â Kehilangan sahabat, rindu beribadah, dan merasakan lapar serta kepedihan ketika melihat mereka yang kekurangan. Â Kita bahkan menangis untuk mereka yang kehilangan kerabat dan sahabat. Â Hal-hal yang mungkin tidak akan terjadi jika pandemi tidak terjadi, karena kita akan terus larut terbuai tawaran dunia.