Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komunikasi Membuat Lansia Bahagia

8 Januari 2021   14:34 Diperbarui: 8 Januari 2021   22:41 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi lansia itu pasti karena memang begitulah siklus hidup manusia.  Seperti juga kenyataanya bahwa manusia adalah makhluk sosial yang butuh berinteraksi. Persoalannya ketika sudah memasuki usia lansia maka bermuncullah segala rupa masalah yang tidak pernah diperkirakan, atau mungkin tidak bisa dipahami oleh orang sekitarnya.

Ehhmm...mari kita sepakat dulu, lansia itu mulai umur berapa sih?  Di Indonesia, usia lansia dikategori untuk 60 tahun.  Tetapi kemudian batasan lansia direvisi lewat Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Lanjut Usia (Lansia) menjadi di atas 65 tahun, dikarenakan harapan hidup manusia rata-rata 72 tahun.  Bahkan tidak sedikit lansia yang bisa mencapai diatas 80 tahun.

Apakah semua akan baik-baik saja?  Tentunya sih tidak, karena sudah pasti seiring umur bertambah maka kesehatanpun tak terhindar menurun.  Diabetes, hipertensi, asam urat, bahkan alzeimer menjadi beberapa "bonus" di hari tua para lansia.

Lalu bagaimana kelanjutannya?  Kelanjutannya sudah pasti dan sewajarnya anak-anaknya yang seharusnya merawat.  Gantianlah, kalau dulu ketika kecil kita diurus orang tua, maka sekarang kita yang mengurus mereka.

Tetapi, persoalannya tidak selalu semudah itu, karena zaman berubah banyak anak yang sibuk dengan kehidupannya.  Singkat katanya, untung-untungan perhatian ini terwakilkan oleh asisten rumah tangga atau suster yang dibayar untuk itu.  Hahah...apakah selesai?  Kembali sekali lagi, tidak!

Kenyataan hidup dengan lansia itu susah-susah gampang, karena siklus manusia membuat banyak dari mereka selain sensitif, pelupa dan juga menjadi seperti anak kecil yang haus perhatian.  Kesepian, menjadi persoalan paling berat karena mereka tidak lagi bisa bertemu dengan kerabat seperti muda dulu, ataupun mereka kini kehilangan pasangan hidup tempat berbagi selama ini.

Ironisnya, banyak dari kita menganggap lansia ini beban karena pemikiran lansia memberatkan langkah dan ruang gerak kita.  Padahal, menurutku, kita ini lupa bahwa satu waktu kita pun akan berada di posisi seperti mereka.  Mereka sendiripun sebenarnya tidak ingin sakit-sakitan dan kesepian.

Berbagi pengalaman ketika bapak masih ada bersama kami.  Bermaksud menyenangkan hatinya, aku sengaja menyiapkan semua keperluannya.  Alih-alih senang, justru jadi berantem dengan asisten rumah tangga (ART) di rumah, dan 1 kilo teri medan berakhir di tempat sampah!  Hahahh... Sejak saat itulah, aku memutuskan membiarkan bapak sibuk di dapur menyiapkan makanan kami, termasuk juga belanja di tukang sayur langganan yang mampir setiap pagi.

Apakah aku sadis?  Nggak tuh, karena bapak menemukan kebahagiaannya bisa memasak untuk cucunya, dan ngobrol dengan tukang sayur ataupun tetangga yang juga kebetulan lansia.  Sekarang bapak memang sudah tidak bersama kami, dan hanya mama kini sendiri.

Idem, mama juga menemukan kebahagiaannya jika misalnya aku memberikan kepercayaan menitipkan pesan untuk diingat, atau minta tolong untuk menghubungi warung dekat rumah supaya menganter galon atau gas.  Termasuk, sesekali aku meminta tolong mama untuk mengingatkan atau menitip pesan untuk anak-anakku semisalnya aku ada urusan keluar rumah.

Tidak seperti bapak, mama semasa mudanya luwes dalam pergaulan.  Sehingga di usia lansia 78 dengan stroke yang dideritanya sangatlah berat diputus sosialisasinya dengan dunia luar.  Tidak lagi bisa bertemu banyak orang seperti dulu, karena keterbatasannya kini.

Tetapi, adekku memberikan solusi dengan menyediakan tab dan gadget.  Tidak hanya itu, adekku juga mengajarinya cara ber WA dan membuatkannya FB. Heheh...seperti menemukan kembali dunianya, maka inilah cara mama untuk kembali berkomunikasi dengan teman-temannya meskipun tidak bisa bertemu fisik. 

Termasuk juga misalnya, mencari sendiri lagu-lagu rohani, ataupun lagu nostalgia di zamannya dulu.  Hal baru ini terbilang efektif, karena mama dituntut untuk belajar menggunakan gadget dan media sosial.  Sehingga membuatnya terpacu mengikuti perubahan zaman, walau tentu sesuai kemampuannya.   Hehehh..

Percaya tidak percaya, di usia 78 tahun mamaku ini sering mendapatkan kepercayaan dari komunitas keluarga kami misalnya untuk menggalang dana, ataupun acara keluarga besar lainnya.  Kepercayaan inilah yang membuatnya bahagia, menemukan dunianya yang baru.  Mama akan disibukkan dengan aktivitasnya sendiri yang membuat dirinya merasa berarti dan dihargai.  Mungkin sih bagi orang lain tidak penting.  Heheh...lha...iyalah, khan tidak berada di posisi seperti itu, dan setiap orang juga berbeda karakter yang mempengaruhi saat dirinya lansia nanti.

Kita semua pernah menjadi bayi, kanak-kanak, remaja dan dewasa, tetapi belum pernah menjadi lansia.  Kesepian, merasa tidak berharga dan hilangnya kepercayaan membuat banyak lansia kehilangan kebahagiaannya.  Sementara kita yang tidak di posisinya menganggap mereka terlalu lebay.  Duuhhh..menurutku sih lucu, bagaimana kita menilai dan menyudutkan lansia seperti itu, sementara kita sendiri belum di posisi lansia.

Bukan hal yang sulit sebenarnya, untuk berkomunikasi ataupun memberikan kepercayaan kepada lansia sesuai kapasitasnya saja.  Ini dapat membantu lansia bahagia karena merasa berharga, dan masih berarti untuk orang banyak, seperti bapakku yang menutup mata di usia 82 tahun, dan ompungku di usia 94 tahun.

Berbagi pengalaman dan inspirasi.  Sekaligus juga mengetuk hati mengingatkan, bahwa saatnya nanti kita pun bisa jadi berada di posisi lansia.  Jadi, ada baiknya kita belajar memahaminya sedari dini.  Libatkan anak-anak kita untuk menghargai dan menghormati kakek dan nenek, atau lansia yang ada di sekitar kita.  Ini pelajaran berharga yang akan terus diwariskan menjadi nilai moral yang penting.

Jakarta, 8 Januari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun