Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gue Suka Elu, Nggak Sempat Bilang

1 Oktober 2020   02:31 Diperbarui: 1 Oktober 2020   02:37 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://woazy.com/

Panggil saja namanya Mukti, anak cowok terbadung di SMP dulu.  Padahal bersekolahnya di sekolah Katholik super galak susternya.  Tapi nggak ngaruh tuh, tetap saja ada yang kumat.

Bete habis Shinta masuk ke kelas barunya.  Keselnya sampai ke ubun-ubun.  Kalau saja bukan karena bokap dipindah tugas mana mungkin gw nyasar ke daerah.  Begitu ngedumel Shinta si anak baru pindahan dari Jakarta.  Sekolah favorit pula dia tadinya di Jakarta, persisnya sekolah Katholik yang berada di dekat Lapangan Banteng Jakarta.

"Selamat pagi anak-anak, hari ini kita kedatangan teman baru.  Biar temanmu ini yang memperkenalkan dirinya," demikian suara Pak Guru terdengar dan mempersilahkan Shinta memperkenalkan diri.

"Hi teman-teman, nama saya Shinta.  Saya pindahan dari Jakarta, mengikuti orang tua bertugas di kota ini," rada setengah hati suara Shinta memperkenalkan dirinya.  Tetapi, teng ing eng... ternyata dirinya masuk ke kandang singa karena cobaan itu langsung datang menyambar.

"Hi Shin, tas kamu bagus ada gambar Mickey.  Kamu kami panggil Mickey saja yah, bagaimana?"

Belum selesai yang satu, suara lainnya kembali bikin kisruh,"Shin, kalau pintar boleh deh duduk samping gw.  Tapi kalau dodol, yah duduk dekat tong sampah aja, biar gampang dibuangnya."

Byarrr...seisi kelas kisruh tertawa yang bikin Shinta makin bete dan kesel kenapa sih bapak nggak membiarkan dirinya tinggal di Jakarta saja dengan nenek.  Daripada bergabung dengan kumpulan setengah manusia, setengah badut ini.

"Anak-anak tolong yah dijaga lisannya.  Tidak sopan begitu menerima teman baru.  Oiya Shinta, kamu duduk didepan yah, di samping Charles," begitu suara pak guru menenangkan. 

Entah yang mana Charles, tetapi seorang anak laki-laki berkacamata terlihat menggeser posisinya.  Ehhmm...pasti inilah Charles pikir Shinta.

Hari itu berjalan cepat tetapi tidak menyenangkan.  Di hari pertamanya satu kelas sudah dihukum dijemur di lapangan!  Gokilll...gokillll batin Shinta dalam hati.  Ini sih praktis gw setengah hari mandi sauna.  Kalau kerupuk, sudah ngembang ini pas digoreng, ngobrol sendiri Shinta dalam hatinya, karena namanya anak baru pastinya dicuekin.

"Nih, pakai sapu tangan handuk gw.  Tutupin kepalalu biar nggak pusing.  Ini Balikpapan, bukan Jakarta, panasnya beda, nyegat. Jangan gr ngira gw kasihan sama elu.  Anggap saja ini permintaan maaf gw karena sebagai anak baru lu ikutan kena hukum.  Padahal yang ngisengin guru itu tadi gw.  Tapi ngapain juga ngaku, orang dia guru ngebosanin," penjelasan tergila yang pernah Shinta dengar, dan seisi kelas mendukung cowok gila ini?  Duh...kalau di sekolah asal gw, sudah disambet rotan atau diplester mulutnya sama suster.  Heheh...maklum di Jakarta dulu Shinta juga pernah kena hukum.

Kelar dan selesai hari itu, berasa bebas saja Shinta bisa segera pulang.  Meski besok harus ketemu kembali dengan rombongan eror itu.

Anehnya pagi itu terlihat normal.  Seisi kelas juga mendadak ramah.  Nggak ada sedikit pun kecurigaan Shinta.  Berpikirnya masa plonco sudah selesai, dan sekarang saatnya jadi anak normal.

Duduk manis Shinta di bangkunya yang berada di depan, persis disamping Charles.  Iya, bangkunya yang kemarin ditunjuk Pak Guru Agus, namanya.  Wali kelas dan sekaligus guru Matematika.

Jam pertama hari itu diawali oleh Pak Agus kembali, dan materi baru pun diberikan.  Tumben, dan tumben banget kok teman-teman sopan pikir Shinta.  Disaat melamun seperti itu terdengar Pak Agus memanggilnya.

"Ok Shinta, coba tolong kamu ke depan menyelesaikan soal ini.  Buktikan ke teman-temanmu disini kalau kamu itu anak pintar.  Biar jangan diisengin lagi kamu Shinta," suara yang memotivasi sekali, dan kebetulan Shinta yakin banget bisa mengerjakan soal latihan didepan.

Tetapi, duh...ini kenapa yah?  Kok ini rok lengket begini dengan kursi.  Sebisanya Shinta berusaha bangkit dari kursinya.

"Shinta, ayo dong.  Kok duduk saja sih kamu?  Jangan bilang kamu tidak mengerti soal ini.  Ini mudah sekali loh Shin," suara si bapak.

"Iya pak, memang mudah.  Tunggu yah pak, saya sedang berusaha berdiri," jawabnya sembari berusaha melepaskan diri dari kursi.  Jujur, dirinya mulai mencium aroma tak sedap ada yang menjebaknya.  Mencoba melirik Charles yang berada di sampingnya, lalu melihat sekeliling dan mereka terlihat baik.  Tapi kenapa gw jadi lengket begini, "pikirnya dalam hati.

Srekk...srekk..srek..srekkk...suara lumayan keras terdengar, dan Shinta berhasil melepaskan diri dari kursi, berdiri dan berjalan mengerjakan latihan soal di depan dengan gagahnya.

"Shinta, apa itu di rok kamu?  Kenapa ada kepingan politur kayu segede itu di rok kamu?" tanya Pak Agus yang justru memancing kisruh seisi kelas.

"Iya pak, emang aneh nih anak baru.  Ngapain roknya dikasih asesories kayu segala," teriak salah satu anak

"Pak..pak..., bahaya juga si Shinta.  Lihat deh pak kursi yang didudukinya rusak.  Ini anak pantatnya panas kali yah pak?" susul suara lainnya.   Lanjut dengan koor tertawa seisi kelas yang nyebelin itu.

"Hahah...sabodo, apa kata elu.  Mau pantat gw panas, atau hati gw yang panas yang jelas kalian nggak berhasil ngerjain gw.  Gw tetap bisa berdiri meski bangku gw kalian kasih lem, batin Shinta dengan keselnya.

Singkatnya hari itu seisi kelas gagal ngerjain Shinta.  Justru kali ini terbalik, mereka semua yang kena hukum mendapat tugas dari Pak Agus, sedangkan Shinta aman bebas merdeka.

Hahah...asyik nih, besok-besok gw akan ikuti permainan kalian, pikir Shinta yang menemukan keasyikan barunya.

Seminggu persisnya cobaan itu harus dilewati Shinta.  Bahkan pernah dirinya dijebak disuruh ngepel seisi kelas.  Gila khan...sebegitu gokil kompaknya mereka.

Tetapi setelahnya sih enggak juga.  Justru Shinta mulai menikmati kebersamaan gila ini.  Tampa disadarinya juga ternyata dirinya terbilang dekat dengan si biang kerok di kelas, Mukti namanya.

"OMG, benar kata orang, kalau benci jangan kebangetan.  Napa juga kok gw jadi soft banget kalau ngadepin si Mukti.  Tetapi itu cowok emang cakep sih.  Terus pintar pula, dan gila juga.  Ibarat nasgor, tambah telor dadarnya 1 lagi yah. Benar-benar paket lengkap makjos!  Duh...halu apaan sih.  Lagian belum tentu doski suka sama gw, secara dia khan cowok favorit, ketua OSIS di sekolah ini," berimajinasi Shinta

Persisnya nggak jelas juga bagaimana.  Tetapi yang pasti dimana ada Mukti, dan disitu ada gw juga, Shinta.  Heheh...kata orang sih couple.  Hahah...couple apaan, orang belum pernah jadian sih.

Sore itu sehabis selesai les kaget banget waktu terima telepon teman.  Shin, Mukti ketabrak dan kita-kita mau nengokin.  Lu mau dijemput atau ketemuan diparkiran sana aja kita," suara di seberang ngagetin banget.

"Pak..pak..aku pinjem sopir yah, tolong anterin aku ke rumah sakit.  Temenku ketabrak pak," suara Shinta memberitahu sekaligus pamit minta izin bokapnya.

Bergegas Shinta turun dari mobil jeep dinas bokapnya setiba di parkiran rumah sakit.  Wajah-wajah temannya terlihat tidak menyenangkan.

"Shin, Mukti sudah nggak ada.  Barusan aja tante mamanya Mukti ngasih tahu kita Shin.  Jiwanya nggak tertolong karena kehabisan darah akibat hantaman truk itu Shin," suara itu entah kenapa seperti palu yang menghantam hati Shinta dengan kerasnya.

Terpaku kaku berdiri Shinta di koridor rumah sakit itu.  Airmatanya jatuh, entah karena kehilangan sahabat ataukah karena kehilangan cinta yang tak sempat terucap.

"Gw suka elu Mukti," bisik Shinta pelan.  Berlahan kakinya melangkah meninggalkan rumah sakit, menutup ceritanya yang tak pernah berjudul.

Teruntuk sahabatku Shinta dan kasih tak sampainya, Mukti.

Jakarta, 1 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun