Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada dan Propaganda Covid

24 September 2020   03:21 Diperbarui: 24 September 2020   03:39 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://www.ayosurabaya.com/

Didalam hal ini penulis melawan arus, dan mendukung pilkada serentak tetap berlangsung pada 9 Desember 2020. Maaf, ini bukan karena tidak peduli dengan kemungkinan terburuk Pilkada di masa Covid. 

Tetapi menurut penulis kita tidak bisa berlarut-larut hanyut dalam propaganda Covid. Benar kita masih berperang melawan Covid, bahwa peperangan itu belum selesai. Tetapi tidak berarti kehidupan kita jadi terhenti karena Covid. Termasuk juga dalam hal ini dengan penyelenggaraan pilkada.

Mengenai Covid, entah disadari atau tidak, kita ini seperti terhipnotis lebih penasaran melihat pada angka kematian. Mengapa tidak mencoba melihat perbandingan jumlah kasus, kematian dan angka kesembuhan? Rasanya lebih adil agar kita mendapatkan pandangan lebih obyektif dan bisa lebih optimis.

Intinya, selagi kita masih hidup, mengapa tidak mencoba mensyukuri kehidupan yang kita miliki, dan jangan paranoid dengan kematian. Toh, sejak Maret hingga detik ini secara aktif pemerintah terus mendidik dan mendisplinkan rakyat Indonesia mengenai Covid dan protokol kesehatan.

Sebagai informasi saja per Selasa 22 September kenaikan angka kesembuhan pasien Covid tertinggi terjadi di DKI Jakarta, disusul Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, dan Kepulauan Riau. Artinya, kita harus belajar optimis, dan jangan terpaku dengan kehilangan.

Bahkan total kondisi kasus Covid di Indonesia per artikel ini diturunkan, terdapat 257.388 kasus, 187.958 sembuh, dan 9.977 meninggal. Artinya sekarang angka kesembuhan lebih tinggi dari kematian. Inilah yang mirisnya membutakan masyarakat kita sehingga paranoid.

Terlepas dari hanyutnya kita dalam propaganda Covid, harusnya kita paham bahwa sebagai kepala negara Presiden Joko Widodo tidak akan sembarangan mengambil keputusan. Keputusannya tetap mendengar berbagai masukan dan dengan pertimbangan masak. 

Meskipun suara keberatan memang terdengar datang dari PBNU dan Muhammadiyah yang sudah berkirim surat meminta pertimbangan penundaan pilkada. Tetapi, ada pertimbangan mendasar Presiden yang menjadi alasan kenapa pilkada tetap berlangsung, yaitu:

  1. Menjamin hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih dalam suatu agenda yang telah diatur dalam UU dan berbagai aturan perundang-undangan.
  2. Tidak ada kepastian kapan Covid berakhir, karena tidak ada satu pun orang atau lembaga yang bisa memastikan kapan Covid-19 berakhir. 
  3. Pemerintah tidak ingin terjadinya kepemimpinan di daerah dilaksanakan oleh pelaksana tugas (plt) pada 270 daerah dalam waktu bersamaan karena ditundanya pilkada.

Sekarang mari kita melihat contoh negara lain yang tetap menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi, Amerika, negara yang mengalami serangan Covid lebih besar sekalipun, pemilu tidak ditunda. Demikian juga Singapura, Jerman, Perancis, dan Korea Selatan juga menggelar Pemilihan Umum di masa pandemi

Penulis yakin, Presiden Jokowi sangat berhati-hati dalam mengambil tindakan. Mungkin kita masih ingat ketika Jokowi mengizinkan rakyatnya pulang kampung, tetapi melarang mudik. Bingung memang karena kedua kata tersebut serupa tapi tak sama.

Sedikit melenceng, pulang kampung bisa diartikan pulang ke kampungnya. Kita ketahui Covid membuat banyak rakyat kehilangan pekerjaan. Jadi daripada di kota luntang lantung, mendingan pulang kampung saja. Syukur-syukur masih ada lahan bisa digarap untuk hidup. Sedangkan mudik, lebih kental artinya pada hari raya besar berkumpul dengan keluarga besar, dan ini nggak harus di kampung halamannya.

Kenapa Jokowi membedakan pelarangan diantara keduanya di masa Covid ini? Ini karena Jokowi tidak mau terbawa propaganda Covid. ecara politik kita bisa menebak, di negeri ini suka ambil peluang dari situasi apapun bisa ditunggangi untuk keuntungan kelompok tertentu yang berkepentingan. 

Bisa jadi inilah yang membuat Jokowi sangat berhati-hati melarang rakyatnya mudik di masa pandemi, tetapi tidak melarang pulang kampung. Maklum suka ada kelompok yang halusinasi tinggi.

Kembali kepada Pilkada, menurut penulis penundaan akan lebih berdampak politis karena menyangkut kepemimpinan suatu daerah yang kosong. Artinya, akan ada 270 daerah nantinya dipimpin oleh pelaksana tugas dikarenakan habisnya masa jabatan dari pemimpin daerahnya. Inilah yang tidak diingini oleh pemerintah, kekosongan pemimpin daerah.

Mungkin akan ada suara apakah sebanding dengan pertaruhan nyawa rakyat karena kemungkinan terinfeksi misalnya.

Kembali kita harus mengingat, bahwa kita dikondisi Covid sudah sekitar 6 bulan. Sudah banyak hal yang kita pelajari dari kondisi Covid ini. Jika kita bicara pilkada, dituntut kandidat, pendukung dan pemilihnya harus bekerjasama. Protokol kesehatan tanpa harus lebay tetap menjadi skala prioritas.

Jika perlu, KPU memberikan sanksi tegas diskualifikasi kepada kandidat yang tidak bisa menertibkan pendukungnya. Bahkan partai darimana kandidat berasal harus berani memberikan sanksi jika kadernya tidak bisa tertib. Sedangkan pendukung atau pemilih rasanya nggak perlu nyeleneh. 

Ini saatnya menjadi pemilih yang cerdas, memilih pemimpin yang mampu kerja, dan rekam jejak menjadi bukti dari mampu atau tidak kandidat tersebut memimpin.

Akhirnya, semua berpulang kepada kita. Apakah para kandidat yang maju mampu membuktikan dirinya memang siap untuk melayani warganya. Buktikan itu dengan mampu tertib, dan menertibkan pendukungnya. 

Hal yang sama juga para pemilihnya, apakah memang mencari pemimpin yang memiliki visi untuk membangun daerahnya. Jika memang demikian, maka jadilah pemilih yang cerdas dan bertanggungjawab. Karena kesalahan memilih akan berdampak pada kemajuan daerahnya nanti.

Penulis percaya, keputusan yang diambil Presiden Joko Widodo tidaklah gegabah. Keputusan yang diambil dengan mempertimbangkan kebaikan jalannya pemerintahan di negeri ini, yang artinya juga untuk kebaikan rakyatnya. 

Sumber:

detik.com
detik.com
covid19.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun