Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada dan Propaganda Covid

24 September 2020   03:21 Diperbarui: 24 September 2020   03:39 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://www.ayosurabaya.com/

Sedikit melenceng, pulang kampung bisa diartikan pulang ke kampungnya. Kita ketahui Covid membuat banyak rakyat kehilangan pekerjaan. Jadi daripada di kota luntang lantung, mendingan pulang kampung saja. Syukur-syukur masih ada lahan bisa digarap untuk hidup. Sedangkan mudik, lebih kental artinya pada hari raya besar berkumpul dengan keluarga besar, dan ini nggak harus di kampung halamannya.

Kenapa Jokowi membedakan pelarangan diantara keduanya di masa Covid ini? Ini karena Jokowi tidak mau terbawa propaganda Covid. ecara politik kita bisa menebak, di negeri ini suka ambil peluang dari situasi apapun bisa ditunggangi untuk keuntungan kelompok tertentu yang berkepentingan. 

Bisa jadi inilah yang membuat Jokowi sangat berhati-hati melarang rakyatnya mudik di masa pandemi, tetapi tidak melarang pulang kampung. Maklum suka ada kelompok yang halusinasi tinggi.

Kembali kepada Pilkada, menurut penulis penundaan akan lebih berdampak politis karena menyangkut kepemimpinan suatu daerah yang kosong. Artinya, akan ada 270 daerah nantinya dipimpin oleh pelaksana tugas dikarenakan habisnya masa jabatan dari pemimpin daerahnya. Inilah yang tidak diingini oleh pemerintah, kekosongan pemimpin daerah.

Mungkin akan ada suara apakah sebanding dengan pertaruhan nyawa rakyat karena kemungkinan terinfeksi misalnya.

Kembali kita harus mengingat, bahwa kita dikondisi Covid sudah sekitar 6 bulan. Sudah banyak hal yang kita pelajari dari kondisi Covid ini. Jika kita bicara pilkada, dituntut kandidat, pendukung dan pemilihnya harus bekerjasama. Protokol kesehatan tanpa harus lebay tetap menjadi skala prioritas.

Jika perlu, KPU memberikan sanksi tegas diskualifikasi kepada kandidat yang tidak bisa menertibkan pendukungnya. Bahkan partai darimana kandidat berasal harus berani memberikan sanksi jika kadernya tidak bisa tertib. Sedangkan pendukung atau pemilih rasanya nggak perlu nyeleneh. 

Ini saatnya menjadi pemilih yang cerdas, memilih pemimpin yang mampu kerja, dan rekam jejak menjadi bukti dari mampu atau tidak kandidat tersebut memimpin.

Akhirnya, semua berpulang kepada kita. Apakah para kandidat yang maju mampu membuktikan dirinya memang siap untuk melayani warganya. Buktikan itu dengan mampu tertib, dan menertibkan pendukungnya. 

Hal yang sama juga para pemilihnya, apakah memang mencari pemimpin yang memiliki visi untuk membangun daerahnya. Jika memang demikian, maka jadilah pemilih yang cerdas dan bertanggungjawab. Karena kesalahan memilih akan berdampak pada kemajuan daerahnya nanti.

Penulis percaya, keputusan yang diambil Presiden Joko Widodo tidaklah gegabah. Keputusan yang diambil dengan mempertimbangkan kebaikan jalannya pemerintahan di negeri ini, yang artinya juga untuk kebaikan rakyatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun