Strategi lokasi dan branding yang kurang tepat
Sobat Growin, perkembangan industri perhotelan di Indonesia beberapa tahun terakhir mengalami dinamika yang menarik. Tidak sedikit hotel yang berdiri megah di pusat kota berhasil mendapatkan tingkat hunian tinggi, namun berbeda cerita dengan hotel yang berada di kawasan pinggir kota. Meski memiliki fasilitas memadai, beberapa di antaranya justru menghadapi tantangan okupansi rendah. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar, mengapa hotel di pinggiran seringkali sepi pengunjung?
Salah satu faktor utama adalah strategi lokasi. Hotel yang berada jauh dari pusat aktivitas ekonomi, wisata, atau transportasi publik kerap tidak menjadi pilihan pertama bagi wisatawan maupun pebisnis. Aksesibilitas menjadi pertimbangan penting dalam menentukan tempat menginap. Wisatawan cenderung memilih akomodasi yang dekat dengan destinasi populer atau transportasi mudah. Hal ini membuat hotel di pinggiran kota harus berupaya lebih keras dalam menarik perhatian tamu.
Selain itu, aspek branding juga memainkan peran signifikan. Banyak hotel di kawasan pinggiran hanya mengandalkan harga murah tanpa membangun identitas yang kuat. Padahal, dalam era digital saat ini, branding tidak hanya soal logo atau desain, melainkan juga bagaimana sebuah hotel menceritakan keunikan dirinya. Tanpa narasi yang jelas, hotel akan sulit bersaing di tengah gempuran kompetitor yang lebih dekat dengan pusat kota.
Faktor lain yang memengaruhi adalah kurangnya strategi pemasaran digital yang efektif. Ulasan online, keberadaan di peta digital, serta interaksi aktif di media sosial menjadi kunci dalam menentukan visibilitas sebuah hotel. Tanpa itu semua, hotel di pinggir kota rentan tenggelam di antara banyaknya pilihan yang tersedia bagi wisatawan.
Di kawasan Batu, Jawa Timur, terdapat beberapa hotel yang berdiri di area agak jauh dari pusat keramaian wisata seperti Jatim Park dan Museum Angkut. Beberapa hotel yang gagal menonjolkan keunikan atau membangun citra digital cenderung mengalami tingkat hunian rendah. Namun, ada pula hotel yang tetap bertahan dengan menonjolkan kekuatan branding, seperti menawarkan pengalaman menginap bernuansa pedesaan dengan udara sejuk dan view pegunungan yang jarang ditemukan di hotel pusat kota. Narasi semacam ini membuat tamu merasa memiliki alasan khusus untuk memilih akomodasi meski lokasinya agak jauh.
Fenomena ini memberikan pelajaran berharga bahwa lokasi memang penting, tetapi bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan hotel. Branding yang kuat, strategi pemasaran digital, serta keberanian menonjolkan keunikan dapat menjadi jalan keluar bagi hotel di pinggiran kota untuk bersaing. Dalam jangka panjang, keseimbangan antara lokasi, branding, dan strategi pemasaran yang adaptif akan menentukan apakah sebuah hotel mampu bertahan di tengah kompetisi industri perhotelan yang semakin ketat.
Bagi Sobat Growin yang mengikuti perkembangan dunia pariwisata, situasi ini menunjukkan bagaimana pergeseran perilaku wisatawan menuntut para pelaku industri untuk terus berinovasi. Lokasi mungkin tidak bisa diubah, namun cerita yang dibangun dan pengalaman yang ditawarkan selalu bisa diperbaiki.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI