Mohon tunggu...
dessy rohadatul aisy
dessy rohadatul aisy Mohon Tunggu... Mahasiswi

Hobby Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jihad Digital; Menggunakan Jempol untuk Menyebar Cahaya dan Kebaikan

8 Oktober 2025   12:03 Diperbarui: 8 Oktober 2025   12:03 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

CIREBON-Di era digital, media sosial menjadi ruang baru bagi umat Islam untuk berdakwah, menyebarkan kebaikan, dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran. Namun, ruang ini juga menyimpan potensi fitnah, hoaks, dan ujaran kebencian. Artikel ini mengkaji konsep “jihad digital” sebagai bentuk perjuangan moral di dunia maya, dengan meninjau etika bermedia menurut Islam. Melalui pendekatan dalil aqli dan naqli, serta analisis kasus nyata di Indonesia, esai ini menegaskan bahwa jempol kita bukan sekadar alat komunikasi, melainkan senjata spiritual yang harus digunakan secara bertanggung jawab.

Media sosial telah mengubah cara manusia berinteraksi. Di balik layar ponsel, jutaan kata dan gambar tersebar setiap detik. Dalam konteks Islam, aktivitas ini bukanlah hal remeh. Ia menyangkut nilai, niat, dan tanggung jawab. Maka lahirlah istilah “jihad digital”—sebuah perjuangan untuk menjaga media dari konten destruktif dan mengisinya dengan cahaya kebaikan.

Secara bahasa, jihad berarti "berjuang dengan sungguh-sungguh". Dalam konteks digital, jihad bukan berarti perang fisik, melainkan perjuangan intelektual dan moral untuk menjaga media dari konten yang menyesatkan, hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian. Jihad digital adalah bentuk amar ma’ruf nahi munkar di dunia maya.

Landasan Etika Bermedia dalam Islam

Etika bermedia dalam Islam berakar pada prinsip-prinsip komunikasi yang luhur. Beberapa di antaranya. Islam memiliki prinsip-prinsip etika yang dapat dijadikan pedoman dalam bermedia :

1. Tabayyun (klarifikasi informasi)
Sebelum menyebarkan informasi, umat Islam diperintahkan untuk melakukan verifikasi. Hal ini sesuai dengan QS. Al-Hujurat: 6 yang menekankan pentingnya tabayyun agar tidak menimbulkan kerusakan.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ ۝٦

" Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu." (QS. Al-Hujurat: 6)

Ayat ini menjadi landasan utama dalam bermedia. Sebelum menyebarkan informasi, kita wajib melakukan klarifikasi agar tidak menimbulkan fitnah atau kerusakan.


2. Siddiq (jujur)
Konten yang disebarkan harus berdasarkan fakta dan tidak dimanipulasi. Kejujuran adalah fondasi komunikasi yang sehat.

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ۝٤

"Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, sedang kamu mengetahuinya." (QS. Al-Baqarah: 42)

Kejujuran juga adalah prinsip utama dalam menyampaikan informasi. Dalam bermedia, menyebarkan fakta yang benar adalah bentuk tanggung jawab moral dan spiritual.


3. Amanah (bertanggung jawab)
Pengguna media harus sadar bahwa setiap unggahan memiliki konsekuensi. Amanah berarti tidak menyebarkan konten yang merusak moral, merendahkan martabat, atau menimbulkan konflik.

۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًا ۢ بَصِيْرًا ۝٥

" Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. An-Nisa: 58)

Setiap unggahan adalah amanah. Kita bertanggung jawab atas dampak dari konten yang kita sebarkan, baik secara sosial maupun spiritual.


4. Tawazun (seimbang)
Dalam menyampaikan pendapat, penting untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan etika sosial.

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ ۝١

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (QS. An-Nahl: 125)

Dalam berdiskusi atau menyampaikan pendapat di media sosial, Islam menganjurkan pendekatan yang santun, bijak, dan tidak provokatif.


5. Ihsan (berbuat baik)
Etika bermedia juga mencakup niat untuk memberi manfaat. Konten yang inspiratif, edukatif, dan membangun adalah bentuk ihsan dalam bermedia.

۞ لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍ ۢ بَيْنَ النَّاسِۗ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا ۝١

" Tidak ada kebaikan pada banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali (pada pembicaraan rahasia) orang yang menyuruh bersedekah, (berbuat) kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Siapa yang berbuat demikian karena mencari rida Allah kelak Kami anugerahkan kepadanya pahala yang sangat besar." (QS. An-Nisa: 114)

Media bisa menjadi sarana menyebar kebaikan, edukasi, dan perdamaian. Jihad digital yang Islami adalah jihad yang membawa manfaat dan mencegah kerusakan.


Analisis Kasus: Gen Z dan Etika Bermedia

Sebuah studi oleh Nadia Milyani Selian dan Ahmad Ashril Rizal di Desa Dasan Geres, Lombok Timur, menunjukkan bahwa 89,7% komunikasi Gen Z di media sosial bersentimen positif, namun 10,3% lainnya cenderung negatif, terutama saat membahas isu emosional atau politik. Meskipun mereka sadar pentingnya etika, tekanan sosial dan keinginan viral sering kali membuat mereka mengabaikan nilai-nilai Islam.

Studi lain oleh Faricha Azizah di UIN Walisongo Semarang mengkaji komentar politik di Instagram @Tempodotco. Ia menemukan bahwa kritik yang disampaikan sering kali tidak beretika, penuh emosi, dan minim adab Islam. Ini menunjukkan bahwa jihad digital bukan hanya tentang menyebar kebaikan, tapi juga mengendalikan diri saat berbeda pendapat.

Praktik Jihad Digital yang Islami

Beberapa bentuk jihad digital yang sesuai dengan etika Islam diantaranya :

  • Menyebarkan konten dakwah dan edukasi yang mencerahkan.
  • Meluruskan informasi keliru dengan cara santun dan argumentatif.
  • Menghindari debat kusir dan provokasi di kolom komentar.
  • Mendukung gerakan sosial yang sejalan dengan nilai keadilan dan kemanusiaan.
  • Menggunakan media untuk memperkuat ukhuwah dan solidaritas umat.

Media digital menawarkan kecepatan, tetapi juga menyimpan jebakan. Godaan untuk viral, tekanan algoritma, dan budaya cancel culture bisa membuat pengguna tergelincir. Maka, jihad digital menuntut kesadaran spiritual dan kontrol diri agar tidak terjebak dalam arus negatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun