Mohon tunggu...
Desla Tumangger
Desla Tumangger Mohon Tunggu... Guru - Penulis Fiksi

~Bersembunyi dibalik kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kisah Cintaku yang Telah Usang, Selamat Tinggal...

29 Desember 2019   23:56 Diperbarui: 29 Desember 2019   23:57 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku terpekur menikmati suara lolongan anjing saling menyahut diantara subuh yang dingin. Jarum pendek sudah berhenti di angka 3, artinya sudah sekitar 5 jam aku terdiam di ruangan sempit dengan beranda yang sedikit menjorok ke timur.

Ada rasa mencekam, ada rasa amarah, ketakutan, kesepian, sekaligus kekosongan yang sama sekali tidak bisa ku jelaskan. Kujejalkan kakiku dibawah selimut, terbaring kaku menatap langit-langit kamar bersama lampu temaram yang sama sekali tidak berpendar.

" Aku merindukannya", aku menggumam. Lalu hayalku kembali menerpa. Lorong-lorong imajinasiku beriak, siap mendayung menuju gulungan-gulungan angan dan kisah yang sudah terlanjur terpilin.

Puas mengingat setiap sudut kisah yang kulalui bersamanya, sekilat sembilu memanah jantungku. Menghimpit aliran darahku, menyedak aliran nafasku.

"Mengapa aku merindukannya?", aku berteriak bodoh pada diriku sendiri.

Kalut menghantuiku. Tak bisa kuhitung detak waktu yang kuhabiskan untuk memikirkannya, merindukannya. Seiring itu pula, kelebat -- kelebat luka yang di torehkannya menyesap masuk ke pori-poriku, membawanya hingga ke ubun dan membuatku terkesiap.

Sampai kapan aku begini. Sampai kapan kakiku tergantung di antara langkah ingin meninggalkan tapi rasa masih tertanam.

Dan lagi, lolongan anjing semakin panjang. Tersadar, ada hal yang belum pernah ku lakukan selama ini. Aku terlalu egois memikirkan lukaku sendirian.

Ku sentuh buku usang di antara tumpukan-tumpukan bukuku yang telah usang. Buku tebal bersampul hitam. Lembar-lembarnya saling terkatup, merapat, pertanda tidak pernah ku buka untuk sekian lama. Kubaca sepenggal di antaranya. Bagai terhunus, rangkaian kata itu menancap di hatiku.

Aku menengadah. Lalu mengatupkan mataku. Kusampaikan semua perasaanku, kusampaikan keluhku. Air mata lalu membuncah. Aku lupa ntah berapa lama aku dalam keadaan itu. Yang kutahu, ketika aku membuka mata irisan-irisan cahaya matahari telah menyelinap melalui tirai jendela.

Kuhela nafas panjang. Ku sunggingkan senyuman. Sungguh, belum pernah aku sebahagia itu. Ntah kekuatan apa yang di transfer kedalam jiwaku, yang pasti aku merasa menjadi pribadi yang luar biasa. Aku tahu, jika semua peristiwa itu tidak terjadi mungkin aku tidak akan datang dengan derai air mata seperti itu kepadaNya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun