Mohon tunggu...
Desi L S Septianti
Desi L S Septianti Mohon Tunggu... Freelancer - Full stay at home mom with 2 kiddos

Hanya seorang ibu rumah tangga yang ingin anak-anaknya tumbuh bahagia, sehat, sholeh, sholehah dan bisa menikmati hari-hari yang indah dan berkualitas setiap saatnya😘

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yakin Kita Sudah Bahagia? Pernahkah Kita Bertanya Apakah Anak Kita Sudah Cukup Bahagia?

21 November 2019   22:22 Diperbarui: 23 November 2019   08:02 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber image : https://www.pinterest.pt/pin/448811919092504946/

Apa itu bahagia? Yakin kita sudah bahagia? Yakin anak kita sudah pasti bahagia setiap harinya? Yakin kita sudah menjalani hari-hari dengan penuh kebahagiaan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut nampaknya cenderung sudah tidak begitu diindahkan oleh kebanyakan orang saat ini. Terlebih dengan kesibukan dari masing-masing diri kita yang seabreg. Walaupun seperti saya yang hanya sebagai full stay at home mom kadang saya cuek dengan apa yang dirasakan oleh anak. Padahal kenyataannya yang paling utama untuk anak adalah feeling happy. Merasa bahagia. Bahagia dengan segala yang ada. Bahagia memiliki kami, memiliki kita, bahagia kita hidup bersama-sama, bahagia melalui hari bersama-sama.

Sebelum terlalu jauh saya menulis, yuk kita sama-sama memahami apa itu definisi bahagia. Langsung dibaca dan dipahami aja ya. Nih saya mengutip dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kebahagiaan bahwa "Kebahagiaan atau kegembiraan adalah suatu keadaan pikiran atau perasaan yang ditandai dengan kecukupan hingga kesenangan, cinta, kepuasan, kenikmatan, atau kegembiraan yang intens. Berbagai pendekatan filsafat, agama, psikologi, dan biologi telah dilakukan untuk mendefinisikan kebahagiaan dan menentukan sumbernya."

Jadi sangat jelas ya memang pada intinya kita harus merasa cukup terlebih dahulu, menerima segalanya dengan lapang dada, dan kita harus terus bersyukur dengan segala yang kita terima. Gak melulu soal materi, walaupun semua dari kita pasti menyadari bahwa materi adalah segalanya karena tanpa materi kita tidak bisa apa-apa. Eitss... tapi jangan salah, merasa bahagia itu tidak selalu berkaitan dengan materi. Kita harus terus bersyukur atas semua rezeki yang kita terima.

Ingat loh rezeki itu tak melulu soal materi, jika kita menyadarinya, rezeki itu bisa berupa kesehatan yang baik, berkumpul dengan keluarga, memiliki waktu yang utuh bersama anak-anak (khususnya bagi full stay at home moms), memiliki keluarga yang harmonis, memiliki adik kakak yang saling sayang, memiliki teman-teman yang baik, berada di lingkungan yang baik, Alhamdulillah memiliki iman yang baik, sehingga Allah juga insyaAllah masih dan akan selalu menjaga kita semua. Segala hal yang baik lah pokoknya, itu merupakan rezeki menurut saya. 

Ya memang saya juga gak munafik, siapa sih yang gak mau jadi horang kaya raya, materi berlimpah ganda, mau apa aja juga bisa. Hhmmm... Ya pasti semua orang mau lah. Cuma kita kembalikan lagi, toh memang segini adanya kita, toh memang segini porsi rezekinya kita, toh memang begini adanya. Blablabla dan lain sebagainya. Kalau terus murung karena keadaan ya keburu habislah jatah hidup kita di dunia. Padahal banyak hal yang bisa kita lakukan sedini mungkin, sedari sekarang. Banyak hal yang lebih bermanfaat yang bisa kita kerjakan daripada kita terus-terusan merasa unhappy. Iyess kan? Iyess dong.

Ngomong-ngomong tentang bahagia. Anak-anak kita adalah objek utamanya. Kita harus menjadi orang tua yang bahagia dulu agar mereka tumbuh menjadi anak yang bahagia. Seperti saya pernah mendapat wejangan dari seorang ibu senior bahwa ; "Untuk menjadikan anak yang bahagia, jadilah orang tua yang bahagia, untuk mendidik anak supaya disiplin, jadilah orang tua yang disiplin. Dan agar anak teguh dalam suatu hal, kitanya harus lebih teguh dan kuat, karena kalo kita setengah-setengah bakalan kerasa ke anak".

So, kita harus merasa bahagia dulu agar anak kita bahagia. Anak harus sering diajak ngobrol, rajin diajak komunikasi dua arah, sering-seringlah mereka ditanya ;

Kamu maunya apa?

Kamu seneng gak melakukan A, melakukan B, C, dst? 

Kamu seneng gak hari ini? 

Ih kenapa kamu sedih?

Kenapa bete terus sih?

Kenapa kamu tiba-tiba nangis?

Ibu salah apa?

Ayah salah apa?

Adik / kakak maunya gimana? Ayo coba cerita.
Apa yang bisa bikin kamu bahagia? 

Setiap pulang sekolah tanyalah ;
"Kamu seneng gak tadi di sekolah?"
"Gimana sekolahnya hari ini seru gak?"
"Kamu tadi mainnya sama siapa aja?"
"Temen-temennya asyik gak tadi?".

Teruslah tanya seputar itu, seputar perasaan. Jangan melulu yang dijadikan objek pertanyaan masalah pelajaran. Kita semua bertugas untuk meyakinkan bahwa si anak memang bahagia, memang senang dengan sekolahnya, memang senang dengan lingkungannya, memang senang dengan apa yang dikerjakannya. 

Anak harus sesering mungkin kita ajak ngobrol (bercerita), ngobrol sambil belajar banyak hal, ngobrol dari hati ke hati, luangkan waktu agar anak benar-benar could to be always happy. Seenggaknya bahagia untuk dirinya sendiri. Coba kamunya mau gimana. Misal suka ada anak yang sering murung (manyun), coba aja ajak ngobrol dan tanya ;

"Kenapa kok sering feel unhappy begitu sih?"

"Kenapa sih kok udah gede masih suka nangis aja?" 

"Kamu tuh sedih kenapa deh?"

"Kok kamu bete aja sih? Coba ayo cerita sama ibu kenapa"

"Boleh nangis, boleh bersedih tapi harus jelas kenapa".

Kadang kita sebagai orang tua memang gak mengerti sepenuhnya maunya anak. Terutama untuk anak-anak yang sudah memasuki usia SD. Saya disini memfokuskan tulisan pada usia anak 6 tahun keatas (usia SD dan atau TK B). Di usia Sekolah Dasar kelas 1 anak-anak belajar beradaptasi. Mengalami masa transisi dari yang tadinya belajar ala kadarnya di TK. Saat ini belajar dengan lebih serius di SD.

Di usia ini si anak harus sering diajak sharing, dibujuk untuk bercerita tentang perasaannya, tentang apa yang dirasakannya, tentang apa yang dialaminya. Karena kalau bukan si anak yang bercerita, kadang kita gak mengerti maunya si anak apa. Anak harus sudah mulai belajar terbuka dengan apa yang dirasakannya. Dan hal ini akan menjadi kebiasaan baik hingga anak remaja bahkan menjelang dewasa nantinya untuk terus bersikap terbuka. 

Pelan-pelan kita kasih pengertian tentang segala hal blablabla... dan katakan bahwa tidak semua yang diinginkannya bisa terwujud. Terkadang ada hal yang memang tidak bisa kita wujudkan. Tetapi bukan berarti anak boleh terus-terusan merasa sedih atau merasa unhappy ya. Sedih boleh, nangis boleh karena itu manusiawi. Yang gak boleh itu terlalu sering murung dan mengeluh. Sayang loh waktunya si anak jika hanya dihabiskan dengan perasaan yang unhappy seperti itu. So jangan lama-lama kalau bersedih ya kids!

Kita sebagai orang tua terutama ibu mewakili mas Menteri Nadiem. Mewakili kita semua. Mari kita sama-sama libatkan diri dalam character building / pembangunan karakter anak. Because character building is the most important thing than math, physic, language, chemistry and etc. (Pembangunan karakter adalah yang paling utama dan paling penting daripada matematika, fisika, bahasa, kimia dsb). Ini menurut saya sih ya dan bagi saya pribadi membangun karakter ini penting sekali. Jika kita sudah mulai bisa membentuk karakter anak, kedepannya akan lebih mudah dalam pembelajaran. Anak akan lebih mudah dalam menyerap dan menerima segala hal. Tentu saja pembangunan karakter ini dilakukan secara terus-menerus dan bertahap dari usia batita, balita, SD, SMP, SMA hingga kuliah dan seterusnya. 

Tugas orang tua adalah mendampingi, mendidik dan mengarahkan. Dan anak harus enjoy dalam segala hal. Kalau anak happy, insyaAllah semua yang dibelajarkan masuk. Dan ingat kalau anak selalu bahagia itu tandanya anak sehat. Ke badan juga bisa lebih fresh. Kebahagiaan anak adalah yang utama. So far kalo anak happy makan juga jadi gampang, badan juga sehat kan jadinya? Kualitas tidur juga jadi lebih baik. 

Ingat jangan paksa anak dalam segala hal atau dalam suatu hal (kecuali shalat dan ngaji ya jika sudah akil baligh). Biarkan dia belajar sendiri, kita hanya bertugas mengarahkan, karena semua anak itu hebat dengan kodrat dan fitrahnya masing-masing. Jika kita memaksakan anak dalam suatu hal, anak akan murung dan tertekan dalam mengerjakannya. Malah jadinya kasian, si anak merasa unhappy dan tertekan. Ini yang pernah saya alami sendiri, sejauh ini saya membersamai anak-anak. Bersama anak saya belajar setiap hari. Belajar tentang segala hal.

Pun dalam mengembangkan / membangun karakter anak ini, saya juga masih belajar banget. Karena dari hal terkecil kita harus tanamkan sejak dini. Sifat-sifat atau karakter-karakter baik pada anak ; seperti belajar mengakui kesalahan dan meminta maaf, bersikap jujur dan konsisten, pandai mengucap terima kasih, tidak berkata kasar, hormat terhadap orang tua dan terhadap yang lebih tua, membuang sampah pada tempatnya, ikut sabar mengantri, saling sayang antar sesama, menyayangi semua makhluk hidup (tumbuhan, hewan dan sesama), go green, hormat terhadap orang tua, belajar menerima perbedaan, berkata yang baik dan tidak kasar sama teman-teman. Intinya berakhlak baik dan masih banyak lagi. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pelajaran tauhid sejak dini ya. Tentang konsep keimanan, tentang Pencipta alam semesta, tentang harus selalu berbuat baik terhadap semesta dan lain sebagainya.

Intinya sih hal-hal tersebut diatas adalah bagian dari good attitude ya dan para orang tua disini pasti sudah menyadarinya. Saya sih sangat concern sama good behavior (perilaku baik) ini. Entah kenapa berharap banget semoga anak-anak bisa memiliki good behavior. So, anak-anak harus menjadi anak yang bahagia terlebih dahulu, agar si anak mudah dilibatkan dalam pembangunan karakternya. 

Anak harus bahagia dalam belajar. Bahagia dalam keseharian. Bahagia dalam apapun. Bahagia dengan apa yang dikerjakannya. Kita harus mulai ajarkan mereka tentang sekitar. Tentang keadaan yang sebenarnya. Mulai belajar dan menyadari sedikit demi sedikit bahwa memang di dunia ini berbeda ; (Ada anak disable / disabilitas, ada anak orang berada (kelompok ekonomi atas), ada anak orang biasa (kelompok ekonomi standar) bahkan ada anak yang sangat kurang beruntung. And sorry to say, secara fisik ada anak kulit hitam, kulit putih, rambut pirang, rambut hitam, tinggi, pendek, berbeda, berjilbab, tidak berjilbab, ada masjid, gereja, pura, kuil, kelenteng dan lain sebagainya).

Pelan-pelan ajarkan mereka tentang perbedaan sejak dini. Tetapi INGAT kita semua itu SAMA. Sama-sama makhluk TUHAN, sama-sama berhak mendapatkan kebahagiaan, sama-sama berhak mendapatkan pendidikan yang layak, sama-sama berhak hidup di dunia ini. Dan kita harus tetap bersyukur dengan segala yang sudah kita terima. Bersyukur dengan segala yang kita punya. Berbeda itu tidak apa-apa. Karena berbeda itu indah dan keren. Yuk, semuanya jangan lupa bahagia. Karena anak hanya taunya bahagia. Mereka harus lebih difokuskan perhatiannya di pusat perasaan. Karena itu yang akan mereka kenang selamanya.

Come on kita bangun mindset kita untuk selalu bahagia, untuk selalu memanfaatkan waktu sebaik mungkin karena banyak hal di luar sana yang bisa kita kerjakan daripada kita hanya terus-terusan merasa unhappy.

So, jangan lupa untuk terus bersyukur dan bahagia ya guys!

Silakan ini tugas kita sebagai orang tua, terutama sebagai seorang ibu, sebagai guru pertama bagi anak-anak. Tak apalah kita merangkap juga sebagai konselor bagi anak kita. Karena pada akhirnya semua orang tua pasti ingin anaknya bahagia.

Semangat untuk semua buibu disini. Terima kasih sudah membaca. Love you all yes! Semangat untuk meraih kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup. Bismillaahh... Smile :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun