Mohon tunggu...
Desy Hani
Desy Hani Mohon Tunggu... Lainnya - Happy reading

Hi, you can call me Desy - The Headliners 2021 - Best in Opinion Kompasiana Awards 2023 - Books Enthusiast - Allahumma Baarik Alaih

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Waspadai "Identity Crisis", Ketika Konflik terhadap Diri Sendiri Datang dan Menghantui

19 Oktober 2021   09:30 Diperbarui: 21 Oktober 2021   16:38 1369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi identity crisis bisa dialami oleh siapa saja.| Sumber: Freepik via parapuan.co

Identity crisis, bagian dari konflik yang bisa menyerang diri sendiri, karena telah membombardir diri dengan berbagai macam pertanyaan terkait hidup yang dijalani. Baikkah krisis tersebut bersarang di dalam diri tanpa adanya sebuah solusi?f  

Pertanyaan dan jawaban merupakan satu kesatuan yang saling berkesinambungan. Apabila ada sebuah pertanyaan yang dihadirkan, maka akan ada pula jawaban yang ditampilkan atas pertanyaan tersebut.

Kehadiran pertanyaan pun disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Dan pada umumnya (tidak semuanya) sebuah pertanyaan juga disebabkan oleh dua objek yang sedang berkomunikasi. 

Misalnya, A dan B merupakan teman satu angkatan di kampus yang sama. A bertanya kepada B terkait pembuatan ayat jurnal penyesuaian pada mata kuliah akuntansi.

Mendengar pertanyaan dari A tersebut, B yang terkenal begitu piawai dalam mata kuliah akuntansi menjelaskannya dengan begitu mendetail.

Dari permisalan di atas, sudah terlihat begitu jelas bahwa ada dua objek yang memberikan feedback masing-masing terkait pertanyaan dan jawaban tersebut. 

Ilustrasi dua orang perempuan yang sedang mengobrol | sumber: liputan6.com
Ilustrasi dua orang perempuan yang sedang mengobrol | sumber: liputan6.com

Namun ternyata, sebuah pertanyaan tidak harus dihadirkan dan diciptakan oleh orang lain, karena sebagian besar para penduduk planet ini akan menciptakan sebuah pertanyaan untuk dirinya sendiri.

Pernahkah kamu memborong pertanyaan untuk dirimu sendiri secara terus menerus? Di mana pertanyaan yang dihasilkan, bagaikan tidak memiliki solusi. Apabila kamu pernah melakukannya, bisa jadi kamu sedang mengalami identity crisis. 

Seperti halnya, kamu sering mempertanyakan tujuan hidupmu, apa yang sebenarnya kamu lakukan di dunia ini, hingga adakah manfaat dari hidup yang kamu jalani selama ini. Pertanyaan demikian selalu saja kamu utarakan secara terus menerus. 

Apabila diperhatikan secara seksama, terlalu berlebihan dalam memberikan pertanyaan kepada diri sendiri juga tidak baik bila dilakukan. Seakan-akan kamu telah melabelkan kata "ragu" terhadap hidup yang telah dijalani.

Terlebih lagi, bila pertanyaan tersebut hanya sekadar diutarakan tanpa adanya sebuah solusi dan pada akhirnya, pertanyaan tersebut akan semakin menumpuk di dalam pikiran. 

Ilustrasi identity crisis | sumber: yourauthenticpersonality.com
Ilustrasi identity crisis | sumber: yourauthenticpersonality.com

Dilansir dari verywellmind.com bahwa identity crisis merupakan peristiwa perkembangan yang melibatkan seseorang mempertanyakan rasa diri atau tempat mereka di dunia ini. 

Pada umumnya, identity crisis bisa dialami oleh siapa saja yang menempati atmosfer ini, akan tetapi, identity crisis lebih dominan (tidak semuanya) terjadi pada kaum remaja yang masih berada di masa transisi.

Istilah identity crisis untuk pertama kalinya dipopulerkan oleh Erik Erikson, yang merupakan seorang psikoanalis sekaligus psikolog perkembangan yang berasal dari Jerman. 

Pada dasarnya, tidak ada yang salah dalam memberikan pertanyaan pada diri sendiri terkait kehidupan yang dijalani. 

Akan tetapi, konsepnya akan berbeda lagi apabila pertanyaan yang diajukan tersebut telah melewati batas yang ada.

Dan dapat memengaruhi pikiran secara terus menerus, bukan tidak mungkin, bila kecemasan serta stres berlebihan bisa datang menghampiri. 

Ilustrasi identity crisis | sumber: tirzahmag.com
Ilustrasi identity crisis | sumber: tirzahmag.com

Maka dari itu, agar tidak berlarut-larut terjebak dalam lingkaran identity crisis, ada baiknya lakukanlah hal berikut ini: 

Pertama, tanamkan sugesti positif di dalam hidup. Ini merupakan hal pertama dan paling utama yang harus kamu tanamkan di dalam diri, agar tidak mudah terjebak pada krisis identitas terkait hidup yang kamu jalani. 

Sederhananya, ketika kamu berhasil memberikan aura positif di dalam hidupmu dan menepis setiap aura negatif yang menyapa dirimu, di saat itulah, niat baik selalu kamu yakini di dalam hidup. 

Kamu bisa memulainya dengan postive self talk dan memperkuatnya dengan keyakinan di dalam diri terkait pikiran-pikiran positif. 

Kedua, fokuskan pada tujuan di setiap fase. Setiap insan di muka bumi ini, pastinya memiliki beberapa fase yang akan dijalaninya.

Mulai dari fase prenatal (dalam kandungan), fase bayi (newborn, infant, toddler), fase kanak-kanak di awal usia 5-6 tahun, fase kanak-kanak tengah dan akhir di usia 6-11 tahun, hingga menyentuh pada fase remaja.

Untuk mempermudah melihat tujuan hidup di setiap fasenya, difokuskan pada fase remaja yang lebih dominan mengalami identity crisis.

Fase remaja, bisa dikatakan merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dan pubertas lah prosesnya. Di mana pencarian jati diri juga berada di dalam fase ini. 

Pada umumnya, masa remaja akan berakhir pada usia 18 tahun dan akan dilanjutkan dengan fase dewasa muda. 

Sebelum fase remaja berakhir, tujuan hidup yang dilakukan adalah menempuh pendidikan dengan memperbanyak ilmu pengetahuan di masa sekolah menengah atas. 

Bagimu yang ingin melanjutkan pendidikan di bangku perkuliahan, tentunya, telah mempersiapkan diri sedari awal duduk sebagai siswa berseragam putih abu-abu.

Selama tiga tahun menempuh pendidikan, setidaknya kamu telah memiliki tujuan (rencana jangka panjang). 

Seperti halnya, ketika dinyatakan resmi menyandang gelar alumni di sekolah tersebut. Kamu berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di kota kembang pada jurusan teknik sipil, misalnya. 

Sehingga, ketika masih berada di bangku sekolah menengah atas, kamu sudah mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), agar bisa mengikuti tes pada jurusan teknik sipil untuk bergabung di fakultas teknik nantinya.

Berdasarkan penjelasan singkat di atas, sudah terlihat begitu jelas tujuanmu di fase remaja, apabila kamu telah merencanakannya sedari awal. 

Semua itu dilakukan agar kamu bisa menetralisir kehadiran dari identity crisis, terkait tujuan hidup yang kamu jalani. Setelah itu, buatlah kembali rencana jangka panjang untuk fase-fase selanjutnya. 

Ilustrasi identity crisis | sumber: itp.psikologi.ui.ac.id
Ilustrasi identity crisis | sumber: itp.psikologi.ui.ac.id

Ketiga, mencari titik temu. Poin ketiga ini, tidak kalah pentingnya dengan poin pertama dan poin kedua. 

Ketika kamu telah berhasil menanamkan aura positif di dalam hidup dan telah menemukan tujuan hidupmu di setiap fasenya, di saat itulah, kamu juga bisa memperlengkapnya dengan menemukan passion terbaikmu. 

Setiap passion yang dimiliki oleh para penduduk bumi pastinya akan berbeda-beda. Dengan menemukan passion, secara tidak langsung, kamu telah memberikan kebahagiaan pada dirimu sendiri. 

Pikiranmu terkait hal yang "tidak-tidak" di dalam menjalani hidup yang berakhir pada krisis identitas bisa teralihkan dengan passion yang kamu miliki. 

Selain itu, kamu juga bisa memperkuatnya dengan meningkatkan kepercayaan diri yang tinggi, agar krisis identitas tidak mudah menyerang dirimu secara utuh. 

Remember this, selalu panjatkan doa terbaik kepada-Nya. Dream, pray and action...

Thanks for reading

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun