" Jadi, kamu menganggap rumahmu lebih berharga ketimbang Tiong It?"
" Jangan mendesakku, paman Hsu. Untuk saat itu hanya inilah yang bisa kulakukan. " pinta Awai.
" Terus, kamu mau menikah dengan siapa? Tiong It pemuda baik loh. Baik dan sopan. Sopan dan pengertian. Andai aku punya anak gadis, aku pasti memilih calon menantu seperti dia, " oceh Hsu Natan.
" Kenapa paman tidak menikah ?" Awai ingin mengalihkan topik, sengaja bertanya demikian.
" Aku tidak menikah karena wanita yang kucintai meninggalkanku. Waktu muda aku miskin, dia pilih menikah dengan pemuda kaya. Kupikir seharusnya kamu mengikuti jejaknya."
Awai ingin berpindah topik, tapi Paman Hsu lebih pintar mengembalikan topik.
" Nanti kucari yang lebih kaya dari Han Tiong It." Ia tidak serius, hanya bercanda untuk berhenti dari topik tentang dirinya.
" Di Bantan Tua ada keluarga kaya, Ho Ka Seng, anaknya seumuran denganmu. Namanya Ho Kabin. Mau kukenalkan padanya ? " Hsu Natan melempar senyum menggoda.
" Gak. Aku mau buang sampah, udah itu pulang mengajak papa melatih kaki. Ogah ngomongin orang kaya, nanti semakin sakit hati. Bye, paman Hsu."
Awai berjalan ke dapur, meninggalkan Hsu Natan yang geleng-geleng kepala.
Awai senang kini ibunya berhenti berjudi. Saat ia berangkat ibunya masih tidur, dan saat ia pulang ibunya ngobrol bersama tetangga di dapur. Ia mengajak ayahnya berjalan ke ujung jalan Rumbia. Keduanya duduk mengaso di tunggul kayu depan rumah Soraya yang dibeli Yolana.