Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

no

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

"Beauty and the Beast" [36]

18 Februari 2019   06:25 Diperbarui: 18 Februari 2019   09:22 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Episode 36

Jam berapa pun Aldi bangun, ia menunggu jam 6. Itulah saat ia berani ke kamar mandi. Ia bersyukur di pagi hari tak pernah menerima gangguan. Hantu pasti takut sinar matahari. Apa hantu seperti Drakula, akan meleleh jika tubuhnya terkena cahaya matahari ?  Saat ia selesai mandi dan ingin menutup pintu, matanya reflek menatap ke kompor. Pagi ini handuk terlepas dari pinggangnya. Panci itu semalam hilang, pagi ini muncul kembali. Aldi berjalan ke kompor memeriksa pancinya.

" Ampas obatnya kemana ? Apa hantu doyan ampas obat ? " tanyanya bingung. Dipegangnya panci itu, ditatapnya, bersih mengkilat, padahal ia ingat belum mencuci panci  sejak memasak obat herbal untuk kakek Tosan.  
" Hantu Gadis Bercadar, apa hobimu makan ampas obat ?  Kalau betul, tolong dijawab. Biar kubelikan lagi. Anggaplah itu salam perdamaian dariku karena menumpang gratis  di rumahmu !"
Aldi memungut handuk dan memakai kembali. Ia menungu sejenak. Tidak ada suara. Ia kembali ke kamar dan bersiap berangkat kerja.

Sabtu hanya kerja setengah hari. Jam 11 semua  bersiap pulang. Aldi sudah lupa, tapi Jean tidak. Begitu Aldi keluar, Jean mengekori.
" Makan dimana kita ?" tanya Jean sambil mengejar langkah Aldi. Langkah Aldi cepat berkat sering berjalan kaki.
Aldi baru sadar ia diekori, ia berhenti melangkah, akibatnya ia ditubruk dari belakang. Jean mengaduh, dadanya menyentuh dada Aldi, sejenak ia terbuai, seakan ia didekap Aldi.
Plok plok plok, Surya bertepuk tangan.
Jean geram bukan kepalang. Padahal, kalau bisa ia ingin berlama-lama berada dalam sitauasi romantis seperti tadi. Ia memelototi Surya. Surya cepat-cepat menjalankan motornya.
" Apa yang kamu tanyakan ?" kata Aldi, pura pura tak mendengar omongan sebelumnya.
" Mau makan dimana ?"
" Kamu yang traktir, kamu yang tentukan."
" Oke.
Sepanjang setengah hari Jean berusaha mengorek pengalaman Aldi. Aldi malas menceritakan, ia mengatakan tak pernah mengalami gangguan agar tidak ditanyai lagi.

Sosok itu membuka pintu belakang, menyelinap keluar, naik ke genteng. Duduk di atas genteng. Angin malam membelai rambutnya. Dibukanya cadarnya. Dielusnya wajahnya. Ditelusuri setiap lekuk wajahnya sambil menatap ke Gang Bahagia.
Dia begitu tampan, wajahnya mulus tanpa cela. Kenapa setiap menatap wajahnya aku seakan terkesima, seakan ingin menatapnya berlama-lama ? Benarkah aku jatuh cinta padanya ? Tanpa disadari mulutnya berdesah " Aldi... Aldi..."
Sebuah mobil berhenti di mulut Gang. Meilan memerhatikan orang yang turun dari mobil. Hatinya berdebar-debar. Aldi menenteng 3 plastik besar, kepayahan menutup pintu. Setelah berhasil, Aldi langsung berjalan. Dari dalam mobil terlihat siluet wanita, lalu nongol sebuah kepala keluar memanggil Aldi.
" Aldi, besok apa acaramu ?"
Aldi berhenti melangkah, membalikkan kepala. " Pengen di rumah aja, ngedit." Jawab Aldi.
" Main ke Ancol, yuk ? Gua bayarin tiketnya, "
 " Gak usah, Jean. Aku harus mengejar biaya masuk adikku. Tahun depan baru bisa santai. Maaf ya,"
Dari atas genteng Meilan mengamati kejadian itu. Demi adik, hmm...dia tidak berbohong. Tapi... kalau kubiarkan dia melewati tenggat setahun, aku yang bakal terusir dari rumahku. Widya pasti mempromosikan keberhasilan Aldi pada calon pembeli rumahku. Ahhh... kenapa aku tak tega mengusirnya? Benarkah aku jatuh cinta padanya seperti yang dituduhkan Melli?
" Ngapain sih kamu harus memikirkan kuliah Krisan? Orangtuamu masih hidup. Kakak-kakakmu ada. Mereka yang harus membiayai Krisan." Suara Jean terdengar berang.
" Mereka sudah membiayai kuliahku. Saatnya aku membalas budi mereka dengan membantu Krisan." Jawab Aldi.
Bagi pendengaran Meilan, ucapan Aldi begitu mengena di hatinya, menurutnya Aldi pria yang bertanggung jawab, ingat budi dan jasa kakak dan orangtuanya. Kalau harus memilih suami, aku akan pilih pria seperti Aldi. Tapi, dengan wajah sejelek yang kupunya, aku tak mungkin mendapat perhatian darinya. Lagian... tampaknya ia menyukai Della. Wanita satu ini terlalu judes, terlalu angkuh, jangan memilihnya ya, Al.
" Kamu sudah berkorban. Tinggal bersama hantu itu sudah pengorbananmu, jangan korbankan lagi  hari liburmu. Nanti kamu stress dan gila seperti hantu-hantu yang tinggal bersamamu!" Ucap Jean sewot.
" Gapapa, Jean. Hanya setahun. Krisan hanya butuh biaya masuk. Nanti kalau sudah kuliah dia bisa bekerja parowaktu."  Jawab Aldi.
" Huh, kamu nyuekin aku demi adikmu ! Dasar pria bodoh !" Jean memundurkan mobilnya.
Darah Meilan serasa mendidih. Aldi tidak bodoh. Kamu wanita yang sok mengatur hidupnya ! Dengan geram ia melompat dari genteng ke genteng lain, berpindah dari satu atap ke atap lain, lalu merayap turun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun