Mohon tunggu...
Derajat Fitra
Derajat Fitra Mohon Tunggu... Guru - Masih belajar

Iman-Ilmu-Amal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Buah Sejarah Harun Ar-Rasyid

14 Juni 2020   09:27 Diperbarui: 14 Juni 2020   10:01 2936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harun Ar-Rasyid adalah seorang khalifah yang taat beragama, shalih, dermawan, hampir bisa disamakan dengan khalifah Umar bin Abdul Aziz, dari Bani Umayyah. Sepanjang hidupnya, Ar Rasyid selalu suka bergaul dengan para ulama dan begitu mengagungkan kehormatan agama. Semasa menjadi khalifah dia selalu melakukan shalat sebanyak seratus rakaat setiap hari sampai akhir hayatnya. Dia tidak pernah meninggalkan kebiasaan tersebut kecuali dalam keadaan sakit. Dan jabatan khalifah yang disandangnya pun tidak membuat langkahnya terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam hari, hanya untuk melihat keadaan sekitar yang sebenarnya. Apa yang terjadi dan menimpa kaum lemah, ia ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri untuk kemudian memberi bantuan. Dia tidak segan bersedekah dari sakunya sendiri sebanyak seribu dirham setiap hari.

Khalifah Harun Ar-Rasyid telah berjaya membangun pemerintahan Islam kerajaan Bani Abbasiyyah hingga mencapai puncak kegemilangan dalam berbagai bidang kehidupan. Kerajaan Bani Abbasiyyah pada zamannya telah menjadi pusat perdagangan dan pusat ilmu pengetahuan internasional. Dia telah mengangkat popularitas Bani Abbasiyyah dan bahkan dunia Islam untuk mencapai puncaknya melalui peningkatan kesejahteraan rakyat, pengembangan ilmu pengetahuan, dan hubungan diplomatic dengan negara luar. Popularitasnya telah menghiasi sejarah dunia. Jiwa kesatrianya telah mencerminkan kembali ciri-ciri kepemimpinan Islam sebagaimana ciri-ciri yang diajarkan oleh Rasulullah Saw., yaitu tatkala Ar Rasyid bertindak memimpin sendiri bala tentera untuk menghadapi musuh negara atau kerajaan. Sampai-sampai akhir hayatnya pun terjadi ketika sedang memimpin pasukan perang.

Sebagaimana ditulis Imam As-Suyuthi, ia meninggal saat hendak memimpin perang di kota Thus. Sebuah riwayat menceritakan, bahwa Harun Ar-Rasyid pernah bermimpi tentang kematiannya. Dalam mimpinya ia melihat bahwa dirinya menggenggam tanah berwarna merah dan akan meninggal di wilayah kota Thus. Dia pun memerintahkan para pasukannya untuk menggalikan kuburan untuknya di sana.

Harun Ar Rasyid pun pergi dan sesampainya di tempat yang dituju, ketika kuburannya sudah digali, ia pun melihat dari atas ontanya ke arah dalam kuburannya seraya berkata, “Wahai anak Adam, apakah pada tempat yang demikian itu kalian akan kembali?” lalu, ia pun memerintahkan untuk menutup kembali kuburannya itu. Tiga hari kemudian, khalifah Harun Ar-Rasyid pun meninggal dunia tepat saat tiba di kota Thus dan dikuburkan di tempat itu pada tanggal 3 atau 4 Jumadil Tsani 193 H/809 M. Setelah menjabat sebagai khalifah selama lebih kurang 23 tahun 6 bulan, Ar-Rasyid kembali keharibaan Tuhan. Pada saat meninggal usianya menginjak 45 tahun, dan yang bertindak sebagai imam shalat jenazahnya ketika itu adalah anaknya sendiri yang bernama Shalih. Kerajaan Bani Abbasiyyah dan dunia Islam ketika itu benar-benar kehilangan sosok pemimpin yang shalih, berilmu dan adil.

Hikmah Harun Ar-Rasyid

Dengan mengenal sosok khalifah Harun Ar-Rasyid, semoga kita bisa memetik pelajaran-pelajaran berharga yang menggugah kesadaran sejarah kita untuk kembali bercermin ulang pada perjalanan para pendahulu kita yang telah mampu membangun sebuah tatanan kehidupan yang demikian agung dan disegani. Dengan membacanya, semoga memacu kita untuk menyelami makna hakiki dari sebuah episode kehidupan tokoh sejarah sehingga kita menyadari peran sejarah yang seharusnya kita jalani.

Meskipun sebagai manusia biasa dia tidak lepas dari fitnah dan tidak luput dari ketidaksempurnaan, namun sejarah telah mencatat dengan tinta emasnya bahwa Harun Ar-Rasyid adalah salah satu tokoh pemimpin agung dan gemilang dalam sejarah dunia. Kini kisah kepemimpinan dan keteladanannya yang luhur mestinya menjadi buah sejarah yang akan selalu segar dalam ingatan. Kisahnya mesti membuat kita semakin menyadari peran sejarah apa yang seharusnya kita mainkan di dalam kehidupan ini. Dan kisahnya pun, mesti menjadi hikmah bagi diri untuk membangkitkan ruh keimanan, keilmuan, dan perjuangan dalam membangun sejarah diri, sebagai sejarah yang dikemudian hari setiap orang akan mengenangnya dan mendoakan kebaikan untuk diri dalam waktu yang tidak terbatas. Insyaa Allah.

Rujukan

Adz Dzahabi. Ringkasan Siyar ‘Alam An Nubula. Penyusun: Muhammad Hassan bin Aqil. Penerbit Buku Islam Rahmatan

As Sirjani, Raghib. 2009. Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia. Terjemahan. Jakarta: Pustaka Al Kautsar

As Suyuthi. 2001. Tarikh Khulafa. Terjemahan. Jakarta: Pustaka Al Kautsar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun