Mohon tunggu...
Depy Mulyani
Depy Mulyani Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 125 OKU

Seorang pendidik yang ingin selalu memberikan kebermanfaatan dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun. Menulis adalah kegemarannya. Ia juga menyukai alam sebagai bagian dari sebuah pembelajaran hidup.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Guru dalam Menciptakan Budaya Positif di Sekolah

18 Desember 2022   01:07 Diperbarui: 18 Desember 2022   01:48 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tugas Modul 1.4.a.8 Koneksi Antar Materi

Peran Saya dalam Menciptakan Budaya Positif  di Sekolah

Assalamu'alaikum WrWb

Salam Selamat dan Bahagia.

Bagaimana kabarnya Bapak Ibu Guru Hebat. Tak terasa pembelajaran pada Pendidikan Guru Penggerak ini sudah memasuki modul 1.4. Di mana modul 1.4 ini merupakan rangkaian akhir dari seluruh pembelajaran yang ada di modul 1. Modul 1.4 mengupas hal-hal yang berkaitan dengan budaya positif dan penerapannya. Sebagaimana kita ketahui, budaya positif sangatlah penting bagi perkembangan karakter peserta didik di sekolah. Dengan menumbuhkan nilai-nilai kebajikan universal, maka hal ini turut membangun motivasi intrinsic dalam jiwa mereka. Nilai-nilai kebajikan universal yang dimaksud seperti nilai tanggung jawab, keadilan, kejujuran, kasih sayang, kesabaran, dan masih banyak lagi.Maka dari itu, untuk menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah, perlu sebuah perubahan paradigma mengenai teori kontrol. Selama ini, guru tanpa sadar seringkali mengontrol perilaku peserta didik agar sesuai dengan keinginannya. Hal ini tentu bertolak belakang dengan filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, yang menerjemahkan kata mendidik adalah menuntun. Bahwa dalam proses menuntun, guru berperan sebagai pamong yang bertugas untuk memberi tuntunan dan arahan agar peserta didik tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.

Penting bagi seorang guru untuk bisa memposisikan dirinya saat berhadapan dengan peserta didik.Dalam mengendalikan perilaku mereka, guru tentu harus menerapkan yang disebut dengan disiplin. Disiplin itu sendiri dimaksudkan untuk mengajarkan peserta didik tentang control serta kepercayaan diri yang berfokus pada sesuatu yang mampu mereka pelajari. Karena pada dasarnya, tujuan disiplin adalah agar peserta didik mampu memahami perilaku mereka sendiri, dapat mengambil inisiatif lalu menjadi bertanggung jawab atas pilihan mereka sendiri. Untuk mewujudkan disiplin positif, maka perlu adanya hukuman dan konsekuensi. Namun, bagaimana mungkin lingkungan pembelajaran yang positif, yang aman juga nyaman akan tercipta, jika ternyata peserta didik masih merasakan tekanan-tekanan yang membuat mereka tidak memiliki kebebasan untuk belajar dari kesalahan sehingga nantinya akan mengganggu dalam proses pengembangan potensi mereka.

Kebanyakan dari kita, masih menganggap bahwa disiplin adalah sebuah kepatuhan yang erat dengan pemberian hukuman. Sehingga, yang kita pahami dari kata tersebut adalah sebuah tindakan yang pasti tidak nyaman. Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mncapai kemerdekaan memang diperlukan disiplin yang kuat, namun displin yang dimaksud adalah disiplin yang tumbuh dari motivasi internal, jika memang tidak memiliki motivasi internal maka perlu pihak lain untuk mendisiplinkan atau dengan kata lain motivasi eksternal (motivasi dari luar). Pemikiran beliau sejalan dengan pandangan Diane Gossen yang mengartikan disiplin dengan arti pengikut. Menurutnya, seorang yang mengikuti harus paham betul alasan mereka mengikuti aliran atau ajaran tersebut, sehingga menurut Diane, motivasi intrinsiklah yang terbangun, bukan ekstrinsik.

Masih menurut Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, ada 3 motivasi yang mendasari perilaku manusia yaitu :

  • Untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan
  • Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan orang lain
  • Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya

Oleh karena itu, jika kita kembalikan pada tujuan dari disiplin positif adalah menerapkan jenis motivasi yang ketiga, yaitu bagaimana menanamkan motivasi pada peserta didik agar mereka bisa menjadi orang yang mereka inginkan dan bisa menghargai diri sendiri. Sehingga dengan tumbuhnya motivasi internal tersebut, tentunya hal ini akan membawa dampak pada jangka panjang. Peserta didik tidak lagi akan terpengaruh dengan adanya hukuman maupun penghargaan. Namun, dalam menjalankan peraturan, guru tentu berhadapan dengan pelanggaran-pelanggaran yang pasti terjadi. Untuk menanamkan disiplin positif, guru bisa menggunakan restitusi. Restitusi merupakan proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompoknya, dengan karakter yang lebih kuat ( Gossen ; 2004). Lalu, apa yang membedakan restitusi dengan hukuman dan konsekuensi?

Hukuman, berasal dari satu pihak saja yakni guru pada peserta didiknya, tanpa melalui kesepakatan baik sebelum maupun sesudahnya dan juga biasanya dilakukan tanpa aba-aba alias tiba-tiba. Biasanya juga hukuman diberikan baik secara fisik maupun psikis, melalui perbuatan ataupun kata-kata yang menyakitkan. Sedangkan konsekuensi, merupakan disiplin positif yang penerapannya dilakukan sudah dengan persetujuan guru dan peserta didik, dan biasanya tetap meninggalkan rasa tidak nyaman dalam jangka pendek, konsekuensi juga biasanya diberikan berdasarkan data yang sudah diukur. Berbeda lagi dengan restitusi. Restitusi memiliki ciri yang membedakannya dengan program disiplin lainnya. Jika biasanya guru fokus pada bagaimana cara menebus kesalahan, pada restitusi lebih difokuskan pada bagaimana belajar dari sebuah kesalahan. Kalaupun menebus kesalahan, maka pada restitusi sebaiknya lebih pada inisiatif dari yang melakukan kesalahan. 

Jika dikaitkan dengan nilai-nilai kebajikan universal, tentunya dalam menumbuhkan nilai tersebut seseorang tidak akan terlepas dari namanya kesalahan. Baik guru maupun peserta didik, melalui proses pembelajaran untuk menjadi manusia yang bisa belajar dari kesalahan. Maka dari itu, perlu sebuah pengingat yang berfungsi sebagai alarm juga rem yang bisa mengendalikan diri dari kesalahan yang berulang. Adanya kesepakatan kelas yang dijadikan sebagai keyakinan berlandaskan pemahaman tentang apa dan mengapa kita harus mengikuti sebuah aturan, bukan hanya tulisan tapi mengerti nilai-nilai kebajikan dibaliknya, akan semakin menumbuhkan semangat motivasi yang berasal dari diri.  Nilai-nilai kebajikan ini tidak lepas dari visi misi yang ingin kita capai di sekolah. Dalam memahami nilai kebajikan, guru perlu memahami dulu tentang konsep kebutuhan dasar manusia. Bahwa menurut teori kontrol, setiap perilaku manusia pasti memiliki tujuan. Artinya, apapun yang dilakukan oeh peserta didik kita pasti dilakukannya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Ada 5 kebutuhan dasar manusia menurut Glasser, yaitu Bertahan hidup, kasih sayang, kesenangan, kebebasan dan penguasaan. Semua orang akan melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Maka, jika ini tidak didapatkan dengan cara yang positif, mereka akan berusaha untuk melanggar atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan. Untuk itulah, peran guru sebagai pamong yang dapat mengontrol perilaku peserta didik harus dipahami dengan baik. Terkadang kita sebagai guru, lebih sering memposisikan diri sebagai penghukum saat menghadapi kesalahan yang dilakukan peserta didik. Dengan tidak mau tahu alasan dibalik kesalahan mereka, menghardik dengan kata-kata yang menyakitkan atau malah dengan sebuah hukuman fisik. Kadang juga, kita sebagai guru seolah berperan sebagai seseorang yang lembut namun ternyata sikap dan kata-kata kita telah menjadikan kita ada pada posisi pembuat rasa bersalah peserta didik. Bahkan sikap ramah tamah sebagai seorang teman bisa jadi membuat peserta didik merasa tidak perlu patuh pada aturan yang dibuat oleh guru lain. Pun memposisikan diri sebagai pemantau, seringkali kita lakukan. Lalu, bagaimana dengan posisi sebagai manajer? Posisi manajer membuat guru berpihak pada peserta didik. Posisi manajer dilakukan bersama dengan peserta didik, ditambah dengan dalam penerapannya melalui langkah-langkah restitusi yang dapat menjadikan peserta didik kita sebagai manajer bagi dirinya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun