Kata 'al-lubb' berarti akal yang murni-yang bersih dari syahwat dan keraguan, Â inti atau esensi sesuatu (https://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar//) atau hati yang dalam dan bijak, dalam pengertian rohani dan intelektual. Dalam Al-Qur'an kata ini selalu disebutkan dalam bentuk jamaknya ('albab'), muncul di 10 surat dalam 16 kali kesempatan.
Kitab Gharibul Mufradat Al-Quran susunan Alawi Abdul Qadir As-Saqqaf mengartikan 'Ulul Albab' sebagai ash-habul uqul az-zaakiyyah (pemilik akal yang suci) dan ash-habul uqul as-saalimah (pemilik akal yang bersih dan selamat). Ulul Albab dengan demikian adalah orang yang mempergunakan akalnya dalam batas-batas kesucian, kebersihan dan keselamatan. Dalam ungkapan yang lebih populer, Ulul Albab bisa diartikan sebagai: orang yang berakal sehat.
Tulisan ini akan membahas serba sekilas makna-makna Ulul Albab dalam ayat-ayat Al-Qur'anul Karim. Semoga dengan cara itu kita memperoleh kebulatan pemahaman tentang sosok yang dipuji dalam kitab suci ini.
Artinya: "Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) kehidupan bagimu, wahai Ulul Albab, agar kalian bertakwa." (Q.S. Al-Baqarah: 179)
Pada hukum qishash yaitu hukuman bagi pelaku kejahatan dengan tindakan serupa (misalnya pembunuh dihukum mati, bagi yang melukai dihukum dengan dilukai dengan cara yang sama) terdapat kelangsungan kehidupan. Yakni menurut para ahli tafsir, hal itu akan mencegah tindakan kriminalitas serupa di masa depan karena hukumannya berat, menakutkan dan karenanya menghasilkan efek jera.
Orang lain akan menghindari tindakan membunuh atau melakukan agresi fisik karena balasannya dibunuh atau dilukai. Penerapan qishash yang tampaknya 'keras' itu justeru melestarikan kehidupan. Ini jika orang mau menggunakan akalnya secara objektif dan selamat. Karena bagi yang akalnya tidak selamat bisa jadi mekanisme qishash itu dikatakannya melanggar hak asasi manusia, sadis, primitif dan lain-lain.
Di Surat Al-Baqarah ayat ke-197 Allah Ta'ala berfirman: "Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku, wahai Ulul Albab."
Ayat di atas berbicara tentang ibadah haji. Diperlukan bekal yang cukup untuk orang bisa beribadah haji karena ibadah itu adalah ziarah dan perjalanan jauh (pilgrimage) yang bagi banyak kaum muslimin membutuhkan dana yang tidak sedikit, selain kesehatan jasmani dan rohani tentunya. Ayat berbicara tentang ibadah haji tetapi ditutup dengan pesan Allah tentang perjalanan yang lebih jauh  dan lebih hakiki yakni perjalanan menuju negeri keabadian. Kata Allah, bekalnya adalah takwa. Perpindahan konteks pembicaraan dari 'ibadah haji' ke 'perjalanan akhirat'  merupakan segi keindahan retorika Al-Qur`an.
Ayat menjelaskan adanya analogi perjalanan haji dengan perjalanan akhirat yang berat dan melelahkan membutuhkan perbekalan (makanan, pakaian, perlengkapan), kesiapan fisik dan mental.Â
Allah menyeru Ulul Albab, orang-orang cerdas yang memfungsikan akalnya secara tepat guna, bahwa perjalanan akhirat itu lebih hakiki, pasti terjadi dan sangat membutuhkan perbekalan berupa kehati-hatian dalam melangkah dan menapaki kehidupan selaku hamba Allah. Takwa bermakna melaksanakan semua perintah Allah, berusaha menjauhi segala larangan Allah, dengan sebanyak-banyaknya perbuatan baik.