Mohon tunggu...
DENY FIRMANSYAH
DENY FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Literer

20 Mei 2022   20:11 Diperbarui: 20 Mei 2022   20:19 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tradisi ilmiah dimulai dari sekolah. Sebelum menjejakkan kaki di perguruan tinggi --jenjang dimana seseorang betul-betul mengerahkan segenap potensi kognitif dan intelektualitanya- peserta didik hakikatnya adalah penuntut ilmu yang sudah dibekali adab dan ilmu dari pendidikan dasar dan menengah.

Jika segala sesuatunya berjalan normal, peserta didik yang kini menyandang nama 'mahasiswa' adalah sosok yang matang dari segi sikap ilmiah -- siap bertumbuh, belajar, berkompetisi, berdiskusi, membawakan wacana, menentang wacana, menyusun argumentasi, dan berpikir layaknya cendekiawan muda.

Seharusnya dia lulus dari suatu sekolah literer: sekolah yang membekali peserta didik dengan kebiasaan mengolah data lewat kepenulisan, lewat karya tulis ilmiah. Dengan itu kematangan intelektualnya makin terasah di perguruan tinggi.

Kebiasaan mengolah data dan menyusun karya tulis itu juga diharapkan membuat peserta didik secara inheren punya imunitas dan integritas: tidak mudah percaya atas informasi yang berkembang, betapapun sensasionalnya, mau mengkonfirmasi kebenaran informasi (tabayyun), menjauhi prasangka, tidak gampang terhasut berita bohong, tidak suka memicu konflik dan mengacaukan relasi antar-manusia yang pada dasarnya majemuk dan multi-kultural.

Akan tetapi sayangnya, sekolah literer ini tergolong sekolah yang langka. Indikatornya adalah kurangnya perhatian sekolah dalam pengadaan buku-buku dan perpustakaan. Pemerintah menggalakkan pentingnya literasi dan menyalurkan dana bantuan dengan juklak di antaranya membelanjakan sekian persen dana untuk pengadaan buku. Namun di lapangan kadang terjadi penyelewengan.

Sekolah lebih memilih melakukan renovasi dan menambah fasilitas gedung, fasilitas olahraga, IT dan kegiatan seni--yang untuk sebagiannya bisa dibenarkan guna menyalurkan bakat peserta didik. Hanya saja ada persoalan: bagaimana dengan kompetensi utama peserta didik? Seberapa besar perhatian (dan anggaran) sekolah dialokasikan untuk menunjang pembekalan ilmu lewat literasi perserta didik?

Sekolah yang juara di bidang olahraga bisa dibilang membanggakan, tetapi apa fungsi esensial dari suatu sekolah? Apakah ia lembaga vokasi olahraga ataukah lembaga ilmu pengetahuan?  

Tidak syak lagi selaku lembaga transfer ilmu pengetahuan, sarana-sarana ilmu pengetahuan harus diperbanyak dan menjadi ruh yang menyatu dengan kompetensi dan karakter peserta didik.

Agak memprihatinkan bahwa di era cybergogy seperti sekarang ini, gadget belum dimanfaatkan secara optimal. Peserta didik menyikapi internet sebagai sarana bermain, bersosialisasi dan mencari hiburan.  Andai tertanam suatu kebiasaan belajar yang positif, kebiasaan belajar yang tumbuh inside-out pada diri peserta didik niscaya mereka memandang internet itu sebagai sumber ilmu dan gudang ilmu. Ini bagi peserta didik yang punya minat dan kegairahan ilmiah. Bagi peserta didik yang punya minat dagang, internet akan dia manfaatkan untuk berbisnis via digital marketing.

Sekolah literer hanya menjadi fasilitator bagi pembelajaran swakarsa para peserta didik via cybergogy: untuk kepentingan sains dan penelitian dan kepentingan belajar usaha (digipreneurship).

Jadi pengadaan perpustakaan dan buku-buku cetak bisa juga diganti dengan perpustakaan digital. Masalahnya hanyalah kenyamanan membaca, ada yang lebih suka membaca buku dalam wujud kertas karena nir-radiasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun