Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

6 Inspirasi Traveling dari Film Trinity, The Nekad Traveler

22 Maret 2017   13:00 Diperbarui: 26 Maret 2017   17:00 9083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena hobi jalan-jalan, Trinity sering menghabiskan jatah cutinya. Bahkan ketika jatah cuti sudah habis ia masih ingin terus traveling. Trinity pun tak kehabisan akal, ia mencoba segala cara untuk 'mencuri' waktu. Misalnya membuat proyek di luar kota agar bisa sekalian jalan-jalan bahkan sampai menjilat bosnya.

Harus diakui salah satu kesulitan untuk traveling selain masalah bajet adalah waktu. Kita memang ingin jalan-jalan, namun jangan lupakan kewajiban sebagai orang dewasa dan bertanggung jawab, yaitu bekerja. Traveling butuh uang, dan uang bisa didapatkan dengan bekerja. So, bagaimana caranya kita mencuri-curi waktu buat jalan-jalan?

[caption caption="Traveling || (sumber: tribunnews.com)"]

[/caption]

Saya bekerja di sebuah perusahaan berprinsip 'kekeluargaan' dimana untuk mendapatkan cuti 'resmi' dari bos sangatlah sulit, jika bukan untuk hal-hal penting dan mendesak. Karena itulah saya menyiasatinya dengan alasan 'palsu nan umum'. Yup, saya seringkali absen dengan alasan 'sakit' (benar, jiwa saya yang sakit dan butuh liburan). Karena alasan sakit terlalu sering dipakai saya juga menggunakan alasan lain seperti orangtua atau ponakan saya sakit jadi harus ada yang menjaganya, dsb.

Tak hanya itu, jatah 'kabur' yang mepet akibat perjalanan pulang yang panjang juga seringkali membuat saya mengabaikan istirahat. Pernah suatu kali ketika pulang sehabis traveling saya langsung bekerja. Jika datang telat terkadang saya membuat alasan seperti 'ingin mengambil surat buat nyoblos pilkada', 'mau ambil npwp','ngurus surat ke kelurahan', dan alasan-alasan lainnya. Padahal saat itu saya baru touchdown ke ibukota dan langsung berganti kostum.

Saya tentu tidak menyarankan Anda melakukan hal ini jika Anda tak kuat iman (karena sering berbohong) atau memiliki fisik dan stamina yang prima (karena langsung banting tulang ketika baru saja 'pulang'). Saya juga tidak peduli apa pendapat Anda tentang cara saya mencuri waktu. Saya tidak mau menjadi robot yang waktunya dihabiskan untuk memeras keringat lalu menyesal di kemudian hari. Karena jika tidak dengan cara seperti ini, saya tidak akan bisa traveling. Jika inilah satu-satunya cara untuk memuaskan nafsu bertualang saya, saya akan lakukan itu!


3. Nikmati Kulinernya

"Traveling itu bukan hanya makan makanan jalanan aja tetapi harus coba makanan gedongan juga."

Itulah salah satu prinsip Trinity saat traveling. Dan memang saya pribadi juga memiliki prinsip bahwa traveling bukan hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga menikmati kelezatan kulinernya. Sayangnya saya sering melihat hal ini diabaikan oleh beberapa traveler, khususnya para backpacker atau budget traveler. Terkadang demi menekan bajet mereka rela makan 'seadanya'.

Bukan berarti makan makanan yang tidak enak namun urusan ngirit soal perut sedikit memprihatinkan. Mereka hanya menyantap menu rumahan sekelas warteg dan pecel lele atau makanan pinggiran murah meriah lainnya. Buat apa datang jauh-jauh hanya untuk makan warteg atau pecel lele. Toh di kota tempat tinggal Anda bisa memakannya setiap saat. Saya pribadi lebih suka mengkombinasikan antara street food dan resto food. Bahkan sebelum berangkat saya sudah gugling dulu kuliner-kuliner apa saja yang terkenal di tempat tujuan saya.

Harus saya akui, street food dan kuliner adalah identitas suatu destinasi wisata dan mayoritas street food yang saya coba saat traveling tidak pernah mengecewakan. Berbeda dengan makanan sekelas resto dan cafe sejenisnya. Saat ke Bandung, saya pernah memesan kopi 'mahal' yang ketika disajikan membuat saya terkaget-kaget karena ukuran cangkirnya yang super duper imut. Selain itu saya juga pernah mencicipi es krim di salah satu resto di Malang yang rasanya tidak sesuai harganya yang menjulang. Tetapi tidak semuanya buruk. Saya pernah mencicipi nasi campur khas Bali ala resto yang (maaf) daging babinya amat sangat enak. Selain itu pernah suatu kali ketika jenuh dan tak tahu harus kemana, akhirnya saya ngemall di Semarang dan makan di salah satu restoran jepang di dalam mall tersebut. Intinya, jangan pelit-pelit lah untuk urusan makanan ketika jalan-jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun