Mohon tunggu...
Denny Eko Wibowo
Denny Eko Wibowo Mohon Tunggu... Dosen - Long Life Learner - Enthusiast in Research of Performing Arts and Culture

D3 Bahasa Jepang Univ.Diponegoro - S1 Seni Tari ISI Yogyakarta - S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM - Dosen Tari Universitas Universal Batam

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Membaca Liuk Igal Festival 2022: Sampan Kayu di Tengah Gelombang

19 September 2022   21:47 Diperbarui: 20 September 2022   15:41 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta Liuk Igal Festival 2022. (sumber foto: Ruki Daryudi, Agustus 2022)

Panggung dan Hujan di Malam Hari

Pelataran gedung BPNB Kepulauan Riau mendadak berubah menjadi area pentas sebuah festival tari tunggal di hari Sabtu, 27 Agustus 2022. Tata lampu di-setting dengan pencahayaan yang menerangi area sekitar anak tangga utama dari bangunan gedung BPNB. Alih-alih panggung terbuka hendak digunakan para peserta lomba tari tunggal, namun guyuran air hujan membuat pelaksanaan lomba tari tersebut mundur hingga hampir 2 jam dari jadwal awal yang direncanakan. Hujan yang turun tidak segera reda, sehingga cukup lama membasahi panggung terbuka di halaman kantor BPNB Tanjungpinang.

Tim produksi tampak mempersiapkan perlengkapan lomba tari tunggal mulai dari sound system, perangkat lampu, hingga stand mikrofon yang akan digunakan dalam acara tersebut. Perlombaan tari kali ini diikuti oleh enam penari yang memiliki latar belakang berbeda satu sama lain, mereka berasal dari akademisi tari, seniman tari dan pelaku tari yang giat berkesenian di daerahnya masing-masing. Penjelasan Ruki Daryudi atau akrab disapa Atenk, pendiri komunitas seni Tankcer Dance Studio sekaligus penggagas kegiatan ini menyatakan bahwa Liuk Igal Festival tahun 2022 ini merupakan kali kedua penyelenggaraannya. Pertama kali dilakukan pada tahun 2019, kemudian penyelenggaraannya dijeda pada tahun 2020 dan 2021 disebabkan oleh pandemi Covid-19. Daryudi kembali menjelaskan bahwa Liuk Igal Festival I telah mengundang partisipasi pelaku tari dari luar Kepulauan Riau, akan tetapi kali ini partisipasi dari luar Kepulauan Riau ditutup, dengan alasan untuk mendorong minat pelaku tari khususnya di wilayah Kepulauan Riau.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, ada dua hal menarik yang bisa dibahas dari keberadaan Liuk Igal Festival 2022 khususnya di wilayah Kepulauan Riau, antara lain konteks aksi-reaksi penyelenggaraan festival tari tunggal dan dinamika tari kontemporer di Kepulauan Riau. Metode observasi dan wawancara (secara langsung dan tak langsung) telah dilakukan untuk memperoleh informasi, disertai perspektif ilmiah yang diperoleh dari sumber referensi terkait topik bahasan.

Konteks Aksi-Reaksi Penyelenggaraan Festival Tari Tunggal

Semestinya festival dengan nama spesifik dibutuhkan guna memberi pemahaman tentang konten dan objektif/ tujuan dari penyelenggaraannya. Pun, sebuah festival mestinya memiliki pertimbangan seperti: "Untuk apa festival diadakan?"; "Siapa yang akan menjadi sasaran festival?"; "Apa misi yang hendak disampaikan?". Beberapa hal tersebut hendaknya menjadi titik tolak pembuatan acara dalam tajuk sebuah festival.

Festival berasal dari dua bahasa Latin yakni festum dan feria. Festum diartikan sebagai kegembiraan publik dan feria diartikan sebagai kegiatan yang pantang bekerja, guna melakukan pemujaan terhadap Tuhan (Falassi, 1987). Jika berangkat dari pemahaman ini, ada beberapa kriteria yang tepat dan kurang tepat dalam sematan nama Liuk Igal Festival untuk disebut sebagai sebenar-benarnya festival. Pasalnya, aspek 'kegembiraan publik' bisa dimaknai dalam arti luas sebagai bentuk interaksi antar manusia dalam ruang publik. Liuk Igal Festival mungkin memiliki tujuan ke arah kegiatan publik, akan tetapi penyelenggaraan yang kedua ini sama sekali tidak peroleh wujud yang jelas sebagai sebuah festival. Mungkin juga memakai definisi festival sebagai event atau fenomena sosial. Namun, tampaknya definisi kedua ini akan lebih berat sebab istilah fenomena sosial akan berorientasi pada keterlibatan kelompok manusia yang lebih besar. Arti yang paling sederhana hanya bisa disebut sebagai event atau acara. Jika demikian, Liuk Igal Festival akan dimaknai sederhana sebagai wadah atau ruang ekspresif bagi penyelenggara dengan sasaran tertentu saja. Lantas jika akan diartikan sebagai sebuah festival, bentuk kompetisi menjadi konten kegiatan yang perlu ditinjau kembali, karena jelas kegiatan tersebut hanya berupa ajang tampil lomba tari tunggal tanpa kegiatan pendukung lain sebagai umumnya sebuah festival, seperti diskusi ilmiah atau semacam pameran seni gerak/ lokakarya bidang tari.

Soalan kedua ialah nama igal yang turut disemat di belakang tajuk kegiatan tersebut. Istilah gerak dalam bidang tari sangat variatif, beberapa masyarakat etnis tertentu mungkin bisa menyebutnya sebagai beksan, joget, ibing, atau yang sering dipakai yakni tari. Sheppard telah membuat kategorisasi istilah dalam khazanah tari Melayu menjadi tandak, igal, liuk, dan tari. Istilah liuk dikategorikan sebagai gerakan (tari) yang menekankan pada gerakan merendahkan tubuh dan menggerakkan tangan serta badan seperti menggelai dan melayah; sedangkan igal dipahami sebagai gerak yang memberi penekanan pada gerakan-gerakan tubuh (Murgiyanto, 2016).  Berangkat dari pemahaman ini, bahwa Liuk Igal Festival ternyata tak hanya menampilkan sajian-sajian terdiri atas gerakan tubuh dan gerak ayunan tangan saja, namun kedalaman penjiwaan yang mewujud dalam vokal, sound effect, mimik bahkan penggunaan musik iringan sajian menjadi bagian yang tak terelakkan. Maka dari itu, pengertian liuk igal lebih berada pada konteks kegiatannya yang melibatkan banyak pameran gerak dalam bentuk lomba tari tunggal. Bisa jadi istilah tersebut mudah diingat dan unik, sehingga menjadi pertimbangan tersendiri. Apapun itu alasannya, setidaknya event ini telah cukup mengundang perhatian terutama untuk penelusuran lebih jauh tentang bagaimana konsep penyelenggaraannya, siapa saja yang berkompeten didalamnya, hingga acuan kualitas pertunjukan tarinya. Beberapa hal ini menarik untuk diskusi lebih lanjut guna peroleh kesadaran kritis atas upaya perkembangan dan kemajuan bidang seni tari di Kepulauan Riau.

Tankcer Dance Studio (TDS) bekerjasama dengan BPNB Kepulauan Riau menyelenggarakan Liuk Igal Festival 2022 yang penyebaran informasinya dilakukan menggunakan pemanfaatan media sosial seperti Instagram dan grup Whatsapp. Publikasi yang telah disebar kemudian dapat menjaring enam nama peserta tari tunggal, yakni Hidayat dari Kabupaten Bintan; M.Doni Suryadi dari Kabupaten Karimun; Winda Karina dari Kabupaten Lingga; Alfi Rizwan dari Kota Tanjungpinang; Rudy Hartono; Restu Gustian Asra, dan Rezky Gustian Asra dari kota Batam. Jika diliat dari jumlah Kabupaten dan Kota di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, ada 2 kabupaten yang belum turut serta yakni peserta dari Kabupaten Anambas dan Kabupaten Natuna.

Alih-alih menutup keikutsertaan dari luar Kepulauan Riau dengan harapan akan banyak seniman atau pelaku seni tari dari Kepulauan Riau yang ikut serta, ternyata harapan ini tidak terwujud dengan baik. Faktor yang membuat kurangnya keterlibatan peserta dari seluruh wilayah Kepulauan Riau mungkin bisa disebabkan oleh distribusi informasi yang kurang merata; keterbatasan bantuan produksi atau hal yang berkaitan dengan keterbatasan pengetahuan tentang wacana tari kontemporer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun