Mohon tunggu...
Dennis Baktian Lahagu
Dennis Baktian Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Penghuni Bumi ber-KTP

Generasi X, penikmat syair-syair Khairil Anwar, fans dari AC Milan, penyuka permainan basketball.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mari Bersama Me-Reduce, Me-Reuse dan Me-Recycle Sampah Plastik untuk Menyelamatkan Bumi

27 September 2022   14:34 Diperbarui: 27 September 2022   14:44 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu permasalahan yang dihadapi dunia saat ini adalah sampah. Di sana-sini kita mendengar kejadian tragis yang sebab musababnya adalah sampah. Banjir yang menggenagi wilayah pemukiman penduduk akibat saluran-saluran air dipadati sampah, sudah sering terjadi. Bau yang menyengat dari tumpukan sampah telah menyebabkan polusi udara bagi warga sekitarnya. Tragisnya lagi mulai maraknya cerita-cerita miris tentang binatang-binatang yang mengkonsumsi sampah sebagai makanan. Sungguh memprihatinkan.

Parade foto-foto sedih binatang yang tersiksa akibat sampah dapat kita temukan dalam laman pencarian google. Seperti foto seekor penyu yang mengira plastik serupa dengan ubur-ubur dan memakannya, foto yang memperlihatkan seekor anjing laut kesusahan melepaskan diri dari tumpukan sampah di laut, dan ada juga foto fosil burung Albatros yang tinggal tulang belulang dengan sampah plastik yang belum terurai didalam tubuhnya. Masih banyak lagi foto-foto serupa yang pada intinya memperlihatkan bahwa dunia dalam keadaan darurat sampah. Jangankan melalui foto, kita dapat dengan mudah melihat hewan-hewan peliharaan seperti kambing, sapi dan unggas mencari makan di tumpukan sampah.

Meningkatnya volume sampah sangat erat kaitannya dengan pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Selain volume, hal itu juga memberi pengaruh semakin beragamnya jenis, dan karakteristik sampah. Merujuk pada UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang dimaksud dengan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sedangkan World Health Organization (WHO) merumuskan defenisi sampah sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mencatat, Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 21,88 juta ton pada 2021. Sepintas tergambarkan bahwa jumlah itu menurun 33,33% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 32,82 juta ton. Penyumbang sampah terbesar adalah rumah tangga yakni sebesar 37,3%.

Secara umum, sampah dapat dibedakan atau dikelompokkan menjadi dua jenis yakni sampah organik yaitu sampah yang asalnya dari sisa mahkluk hidup, bersifat mudah terurai secara alami tanpa proses campur tangan manusia. Saat ini sampah organik sering dijadikan pupuk kompos untuk menyuburkan tanaman dan dapat diolah menjadi pakan ternak. Kategori sampah yang lainnya adalah sampah anorganik yakni jenis sampah non hayati yang dihasilkan dari proses industri, sintetik dan teknologi serta tidak dapat terurai secara alami. Akumulasi sampah anorganik dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Jenis dari sampah anorganik yang paling banyak adalah sampah plastik.

Sampah plastik sangat sulit terurai. Membutuhkan waktu yang sangat lama. Misalnya kantong plastik butuh waktu 10 -- 12 tahun, botol plastik lebih lama mencapai 20 tahun untuk terurai. Bungkus permen butuh waktu 20 tahun, kemasan sachet paling cepat 50 tahun. Nilon baru terurai setelah 600 tahun. Bahkan ada jenis yang tidak bisa terurai yaitu styrofoam. Penyebabnya karena rantai karbonnya yang sangat panjang yang menyulitkan mikroorganisme mengurainya.

Meningkatnya akumulasi sampah plastik dunia menimbulkan rasa kekhawatiran bagi penduduk dunia tak terkecuali Indonesia. Organization for Economic Co-operation and Development atau Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) pernah merilis laporannya pada 22 Februari 2022, bahwa sampah plastik dunia tahun 2021 mencapai  460 juta ton, dua kali lipat meningkat dibandingkan tahun 2000. Berdasarkan data Kementerian LHK sampah plastik Indonesia mencapai 17% dari total sampah pada tahun 2021 atau sekitar 11,6 juta ton, suatu tren menaik apabila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Fakta lainnya pada tahun 2018 Kompas.com pernah memberitakan pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menyebutkan, Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia yang dibuang ke laut.

Peningkatan volume sampah plastik merupakan persoalan yang mengaitkan banyak sektor. Keberadaan plastik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari banyak aktivitas kehidupan manusia. Demikian pula sektor-sektor pembangunan dan industri yang memerlukan plastik dalam menunjang keberlangsungannya. Singkat kata plastik berkontribusi besar dalam peradaban manusia karena sifatnya yang ringan, serba guna, awet, non-konduktif, recycle dan efektif. Hanya saja plastik yang sulit terurai telah menjadi permasalahan panjang dalam perjalanan kehidupan manusia.

Pemerintah telah mengibarkan bendera perang terhadap sampah plastik. Reduce, Reuse dan Recycle, disingkat 3R, dijadikan konsep memerangi sampah plastik dan slogan itu seakan terpentang dimana-mana. Reduce bermakna upaya untuk mengurangi atau meminimalkan penggunaan barang-barang yang terbuat dari plastik. Reuse diartikan sebagai prinsip mempertimbangkan untuk menggunakan kembali barang-barang tersebut. Sedangkan recycle adalah proses mengubah sampah atau barang bekas menjadi bahan baku untuk membuat barang yang baru.

Untuk memastikan hal ini berjalan, Kementerian LHK diberi mandat seolah menjadi koordinator satuan tempur menangani sampah. Sadar betul bahwa produksi sampah plastik dimulai dari produsen dan pelaku usaha, maka zona perangnya dimulai dari sana. Kebijakan terbaru yang ditelurkan adalah Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Produsen. Peraturan Menteri ini mengamanatkan kepada para pelaku usaha untuk menekan penggunaan plastik pada produknya yang dapat dilihat dari penyusutan jumlah timbunan sampah plastik yang dihasilkan. Kemudian setiap pelaku usaha diwajibkan untuk melakukan daur ulang sampah yang hasilnya dapat dimanfaatkan kembali. Garis besarnya, produsen memiliki tanggungjawab atas produknya. Ada harapan besar produksi sampah plastik akan berkurang sejak dari hulunya.

Recycle atau daur ulang sampah plastik masih menjadi solusi utama dalam memerangi sampah plastik. Hanya saja kondisi ini kurang efektif karena upaya yang belum maksimal. Data Sustainable Waste Indonesia (SWI) yang dilansir Mongabay.co.id memperkirakan kurang dari 10% sampah plastik terdaur ulang dan lebih dari 50% terbuang seperti biasa dan menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun