Mohon tunggu...
Denis Sagala
Denis Sagala Mohon Tunggu... -

suka kata-kata | cinta makna

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Belukar dan Matahari

27 November 2017   17:11 Diperbarui: 27 November 2017   17:13 4582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : https://pixabay.com/p-2935923/?no_redirect

Aku datang dari embun dini hari. Menggeliat sejenak di rimbunan belukar yang kutemui pertama kali. 

Kami bercengkerama. Saling membasah.

Belukar bercerita tentang kecewanya. Kemarin siang matahari datang penuh kemarahan. Dibawanya debu jalanan untuk menutup pori-pori. Belukar tersesak namun tetap terdiam. 

Kutanyakan kenapa tak melawan? Bukankah kau memiliki duri tajam? 

Belukar tertunduk. Dengan suara perlahan dia katakan mencintai matahari. 

Kali ini aku yang jadi terdiam. Heran. 

Saat jelang hiruk pikuk pagi, kuintip matahari yang seolah enggan bangun. Kulihat cahayanya begitu indah melukis awan. Saat bersamaan kutoleh belukar. Tampak dia terpana menatap langit. Matanya penuh binar. Tak digubrisnya saat kusapa.

Aku kemudian diam-diam pergi ke balik dedaunan.  Disitu kutulis catatan belukar dan matahari. Sampai pada kalimat terakhir, aku masih mencari maknanya. 

Esok dini hari aku akan keluar lagi bersama embun. Dari kejauhan, aku hanya ingin lihat belukar saat jelang hiruk-pikuk pagi. Aku terpikir yang indah itu bukan lukisan  cahaya di langit, melainkan detik-detik belukar menatap matahari. 

____ 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun