Mohon tunggu...
Deni Mildan
Deni Mildan Mohon Tunggu... Lainnya - Geologist

Geologist | Open Source Software Enthusiast | Menulis yang ringan-ringan saja. Sesekali membahas topik serius seputar ilmu kebumian | deni.mildan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Atlas, Caraku Jelajah Dunia Tanpa Beranjak ke Mana-mana

18 Mei 2021   13:14 Diperbarui: 18 Mei 2021   13:39 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peta dalam atlas (Photo by Chris Lawton on Unsplash)

Sebelum internet ramai digunakan seperti sekarang, saya sebagaimana anak 90-an lainnya mengutamakan buku sebagai sumber pengetahuan.

Ada sih siaran televisi. Tapi sebagai anak-anak pastinya tayangan kartun yang lucu-lucu lebih menarik perhatian ketimbang program lebih berbobot yang memperkaya wawasan.

Buku-buku pelajaran di sekolah maupun buku-buku yang saya peroleh dengan membelinya sendiri sangatlah menarik. Banyak fakta-fakta ilmiah, sejarah, dan informasi-informasi lain yang dapat diperoleh dari buku-buku tersebut.

Saking menariknya, saya bisa dengan cepat membaca habis dan mengulanginya lagi berkali-kali tanpa bosan. Herannya, itu cuma terjadi di masa anak-anak dulu. Sekarang, duh, pikiran sudah kepayahan untuk urusan sehari-hari.

Secara pribadi saya menyenangi buku-buku berbau ilmu pengetahuan alam. Saya paling menyenangi buku yang menceritakan tentang bumi, planet-planet, dan hukum-hukum alam yang berlaku padanya. Mungkin dari sanalah sebabnya saya akhirnya tertarik mendalami geologi.

Salah satu buku yang paling berkesan selama masa anak-anak adalah atlas. 

Atlas merupakan kumpulan peta yang disatukan dalam bentuk buku. Tidak hanya peta, atlas juga dapat memuat informasi geografi, batas negara, statistik, geopolitik, sosial, agama, dan lain sebagainya.

Atlas modern pertama kali dipublikasikan oleh Abraham Ortelius pada Mei 1570. Karyanya tersebut memuat 53 peta yang mencakup negara-negara yang ada di dunia saat itu. 

Penggunaan istilah "atlas" sendiri baru muncul pada 1595 saat Gerardus Mercator, menerbitkan karyanya yang berjudul "Atlas, Sive Cosmographicae Meditationes de Fabrica Mundi" atau dapat diterjemahkan "Atlas, atau  Deskripsi dari Dunia".

Atlas yang saya miliki waktu itu memuat peta seantero Indonesia dan peta-peta berskala regional belahan lain dunia. 

Peta Indonesia dalam atlas tersebut sangat lengkap, dibagi ke dalam 27 provinsi sebagaimana kondisi saat itu. Saya bisa melihat dengan jelas batas-batas wilayah dan seberapa luas masing-masing daerah. Bertambah pula wawasan soal nama-nama pulau dan kota yang beberapa di antaranya terdengar lucu seperti Pulau Bau-Bau, Pulau Wangi-wangi, dan Fakfak.

Peta wilayah lain di dunia pun tidak kalah lengkap. Meski memiliki skala lebih kecil (gambarannya lebih luas), tidak ada bagian dunia yang terlewatkan. Tidak lupa bendera-benderanya juga ikut dilampirkan.

Dari peta negara-negara di dunia tersebut, saya akhirnya paham bahwa Skandinavia bukanlah negara tersendiri melainkan sekelompok negara yang berada di ujung semenanjung utara Eropa. Saya juga akhirnya tahu bahwa meski personel boyband F4 berwajah Tionghoa, mereka sejatinya adalah orang Taiwan yang daratannya terpisah dari Negeri Tirai Bambu.

Legenda peta yang cukup lengkap memudahkan saya untuk mengidentifikasi kota mana yang jadi ibukota provinsi dan ibukota negara. Kota-kota lain di sekitarnya juga tidak ketinggalan ditempatkan titiknya sesuai kondisi nyata. 

Kumpulan informasi tersebut sangat berguna terutama dalam permainan ABC Lima Dasar. Ini salah satu permainan favorit saya dan teman-teman semasa SD.

Jika disepakati yang disebutkan adalah nama kota atau negara, tidak sulit rasanya memenangkan permainan. Teman-teman ragu ada tidaknya kota atau negara yang disebut, tinggal tunjukkan atlas sebagai bukti otentiknya.

Atlas juga membawa saya berkhayal, bermimpi kelak akan menapakkan kaki di berbagai negara di dunia. 

Rasanya akan sangat seru jika bisa mengunjungi keajaiban-keajaiban dunia lainnya selain Candi Borobudur. Saya bisa menambahkan foto-foto dan catatan perjalanan. Tentunya banyak yang bisa diceritakan seandainya penjelajahan tersebut jadi kenyataan.

Saat itu mulai muncul cita-cita untuk menempuh pendidikan lanjut di negeri orang. Sampai sekarang harapan itu masih ada. Saya masih menjaga asa sambil sedikit demi sedikit mengumpulkan bekal ilmu dan harta.

Tanpa beranjak ke mana-mana, atlas telah membantu saya menjelajah dunia.

Tidak cuma kumpulan gambar warna-warni dan titik-titik lokasi, atlas telah membantu saya membuka mata terhadap luasnya bumi. Tempat saya tinggal hanya setitik, masih banyak hal yang belum saya ketahui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun