Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

{Event Widz Stoop Anniversary} Menjadi Orangtua Tunggal, antara Pilihan dan Garis Nasib

8 Februari 2020   21:11 Diperbarui: 17 Februari 2020   12:57 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi orangtua tunggal di usia belia tidak pernah terlintas dibenak Suci. Perempuan asal Tangerang yang kini berprofesi sebagai tukang ojek online demi menghidupi anak semata wayangnya.

Menikah di usia muda, satu tahun selepas lulus sekolah jalan yang ia tempuh. Setelah mantap dengan "sang pengeran" tambatan hatinya. Guna mewujudkan mimpi indahnya tentang mahligai rumah tangga.

Kebahagiaan berlipat ia rasakan ketika dalam hitungan bulan ia dinyatakan hamil. Dan dalam hitungan bulan berikutnya ia resmi menjadi seorang ibu.

Anak laki-laki yang sehat dan lincah menjadi pelengkap kebahagiaan keluarga kecilnya, dan juga keluarga besar kedua belah pihak. 

Namun hanya sesaat kebahagiaan itu ia rasakan. Di usia 2 tahun pernikahannya dan juga 2 tahun usia si buah hati. Prahara mulai mengguncang rumah tangganya.

Berawal dari bangkrutnya usaha si  bos tempat ia bekerja. Sehingga ia terpaksa berhenti bekerja. Tak lama sang suami mengalami hal yang sama. 

Dalam kondisi seperti ini pulang ke rumah orangtua solusi yang ia pilih. Tetapi sang suami meminta pulang ke rumah orangtuanya saja. Karena malu kalau lelaki ikut istri. Dalam kondisi menganggur pula.

Sebagai istri yang taat suami, suci pun menurut. Prahara berikutnya pun datang. Kisah di "Pondok Mertua Indah" muncul satu per satu. Puncaknya saat Suci dan adik ipar bertengkar. Ia pun memutuskan kembali ke rumah orangtuanya karena sudah tidak tahan lagi.

Keluarganya yang semula tidak mengetahui kondisi ini menjadi tahu. Orangtua mana yang rela anaknya di sia-sia? Maka Suci dan sang anak diminta tinggal di rumah saja. Biar suaminya yang ikut tinggal bersama mereka

Tetapi sang suami menolak. Lelaki menganggur egonya tinggi. Suci dan suami pun bertengkar hebat. Puncaknya? Mereka memutuskan bercerai. Suci menjadi janda muda dengan satu anak.

Ia jalani takdir tersebut dengan ikhlas. Apalagi ada orangtua yang mendukung. Suci pun membantu usaha kue sang ibu demi menghidupi buah hatinya. Sebab tak mudah baginya untuk mendapatkan pekerjaan lagi.

Bertahun-tahun ia menjalani hidup seperti itu bersama sang ibu yang juga seorang janda. Hidup sederhana namun bahagia.

Tetapi kebahagiaan yang ia rasakan tak berlangsung lama. Sang ibu dipanggil menghadap sang pencipta tanpa meninggalkan warisan sedikit pun. 

Suci pun kelimpungan mencari nafkah untuk kehidupannya dan sang anak. Ia bukan pembuat kue yang handal seperti sang ibu. Sehingga kue-kue yang ia buat banyak tak lakunya. Bangkrut. Itu yang kemudian terjadi. 

Atas saran seorang kawan, Suci melamar menjadi tukang ojek online. Dan diterima. Sejak itu ia berstatus tukang ojek online.

Penghasilan dari mengojek cukup untuk biaya hidup yang sederhana. Tak terasa sang anak sudah mencapai kelas 9 alias 3 SMP. Untuk biaya sekolah sang anak ke jenjang SMA, Suci kerja keras mengojek hingga malam hari. 

Bertahun-tahun menjadi tukang ojek online membuat fisiknya lemah. Apalagi setelah ia kecelakaan ditabrak pengendara motor ugal-ugalan. Satu Minggu tak bisa bangun akibat kecelakaan membuat tabungannya terkuras. 

Ketika sudah bisa bangun, fisiknya tak sekuat dahulu. Satu, dua hari mengojek esok harinya ambruk alias sakit. Selalu begitu. Tetapi ia tetap jalani semua demi sang buah hati yang kini sudah duduk di bangku SMK.

Buah hati yang tak pernah dianggap oleh keluarga mantan suami. Mantan suami yang tak menafkahi anaknya sendiri. Lelaki yang membuat Suci trauma untuk berumah tangga. 

Tetapi ia tak lelah berjuang meski raga melemah. Menjadi  orangtua tunggal dan tukang ojek online. Menjalani pilihan hidup dan takdir nasib yang tak seindah mimpinya di awal. (EP)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun