"Galih juga bisa kok seperti Wahyu, karena Allah sangat sayang kepada anak yang shaleh."
Galih pun menceritakan kembali kepada si Lappy. Ternyata si Lappy sedikit demi sedikit mengajarkan Galih untuk mengaji.
"Galih, kamu berbicara dengan siapa?" tanya Bi Endah.
"Berbicara sendiri, Bi," ucap Galih menyembunyikan si Lappy.
Setelah diselidiki si Lappy hanya halusinasi Galih saja karena keinginan yang kuat dari Galih untuk belajar mengaji. Sebenarnya Si Lappy tidak ada, Galih mengalihkan kepada laptop yang memag memiliki aplikasi untuk belajar mengaji.
"Bi, besok aku ma uke rumah Wahyu kembali ya. Aku mau memberikan pakaian dan sedikit uang tabunganku. Kasihan Wahyu, sudah tidak memiliki ibu,"
"Tapi Galih, besok kan Ayah dan Ibu pulang. Bi Endah takut dimarahi kalau Galih keluar rumah,"
Benar saja, keesokan harinya, Ayah Bekti dan Ibu Yuniar pulang dari luar kota. Ketika samapi di rumah, mereka langsung memarahi Bi Endah karena membiarkan Galih untuk keluar rumah. Ayah Bekti dan Ibu Yuniar pun langsung menuju tempat Wahyu untuk menjemput Galih. Namun, pemandangan yang berbeda terlihat di sana. Wahyu sedang mengajarkan Galih mengaji. Sementara foto Ibu Wahyu terdapat di samping Wahyu. Ayah Bekti dan Ibu Yuniar merasa terharu, usia Wahyu yang sama dengan Galih bisa mengajarkan Galih mengaji. Wahyu yang sudah menjadi anak piatu pun masih tetap semangat untuk menjalani hidup.
"Galih," Ibu Yuniar memanggil dengan lembut.
"Ibu, Ayah, maafkan Galih. Jangan marahi Bi Endah ataupun Wahyu ya," kata Galih.
"Ayah, Ibu, kemarin Ibunya Wahyu meninggal. Wahyu sekarang piatu. Namun, Wahyu selalu mendoakan Ibunya," lanjut Galih.